Mohon tunggu...
Imansyah Rukka
Imansyah Rukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Kemuliaan Hidup bukan hanya sekedar rutinitas namun bagaimana bisa mermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia - PPWI Sulawesi Selatan -- Jurnalis Koran Sergap, (sergapreborn.id), Jendela Indo News (Jendelaindo.com).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Megahnya Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar Menyisakan Persoalan Sosial di Sekitarnya

26 Juni 2016   13:49 Diperbarui: 27 Juni 2016   08:58 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Kompasianer melakukan penelusuran, masih banyak warga yang belum mau menerima ganti rugi. Alasannya pembayaran yang dilakukan oleh tim Aprasial serta P2T yang diketuai oleh Kepala Kantor BPN Maros ini tidak sesuai yang telah disepakati bersama warga pada tahun 2015 lalu.

"Kesepakatannya saat itu adalah untuk tanah lahan kering pembayaran diberikan sebesar Rp1,3 juta/meter, sedangkan tanah lahan basah sebesar Rp800 ribu/meter. Kami tetap akan menolak jika pembayaran untuk lahan basah dan kering tidak sesuai dengan yang telah disepakati bersama, dan kami telah dibuat berita acaranya untuk menuntut PT. Angkasa Pura I," ungkap beberapa warga saat dikonfirmasi, Selasa (21/6/16) di Maros dan beberapa warga yang masih berada dalam wilayah Kota Makassar tepatnya di Laikang yang tanahnya sudah dibebaskan bandara, namun hingga saat ini belum ada kabar soal pembayaran haknya.

Selanjutnya masih ditemui persoalan sosial lainnya. Masih terdapat warga miskin di sekitar kawasan bandara. Beberapa kepala keluarga (KK) yang sebagian besar adalah petani harus merangkap menjadi tukang ojek pangkalan. Mereka mengambil keputusan itu tak lain adalah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Daeng Ewa (62), salah seorang seorang petani penggarap, tatkala musim tanam tiba, ia bersama petani lainnya bekerja di sawah garapannya. Bisa dimaklumi, para petani di sini rata-rata menanam padi untuk kebutuhan memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Mereka adalah para petani subsisten. Setelah mengurus sawahnya, siang hari ia menuju pulang untuk melanjutkan bekerja sebagai tukang ojek pangkalan.

“Selain bertani menanam padi, jika masih ada waktu saya bekerja menjadi tukang ojek, ini harus saya lakukan karena masih ada anak saya yang butuh biaya untuk sekolah,” ujar Daeng Ewa.

petani di laikang sudiang menanam padi beberapa waktu lalu (foto Imansyah Rukka)
petani di laikang sudiang menanam padi beberapa waktu lalu (foto Imansyah Rukka)
Lain halnya Daeng Dullah (62), lelaki sudah berumur senja dengan mata tak lagi melihat adalah satu warga yang tinggal tidak jauh batas pagar landasan pacu Bandaran Internasional Sultan Hasanuddin. Meski ia sudah terbiasa dengan suara gemuruh pesawat yang lalu lalang pas di atas rumahnya, persoalan lingkungan, yakni kebisingan, masih menjadi masalah buat mereka.

“Sebenarnya kami warga di sini ada semacam pemberitahuan dari Angkasa Pura soal kebisingan yang kami alami setiap hari, setidaknya pihak bandara mempertimbangkan hal ini,” ungkap Daeng Dullah.

Senada dengan hal tersebut, Edo (46) Ketua RT di Perumahan Polda Laikang Sudiang mengatakan bahwa sejak kami tinggal di perumahan ini, suara kebisingan lalu lalang pesawat baik landing dan take off adalah menjadi biasa bagi kami. Namun, pernah ada warga saya ketika pesawat melintas hendak mendarat tiba-tiba atap seng rumahnya beterbangan sebagian,” ungkap Edo.

Juga beberapa fasilitas budaya (Balla Karaeng) dan mesjid serta fasilitas pendidikan yang ada di sekitar bandara yang belum sepenuhnya mendapat perhatian, seperti halnya jalan poros Laikang arah Balla Karaeng, jalan samping bandara menuju Maros masih berlubang dan ketika hujan turun air akan menggenangi jalan tersebut.

rumah-adat-sudiang-249-jpg-576f79dccd92734c083cd54b.jpg
rumah-adat-sudiang-249-jpg-576f79dccd92734c083cd54b.jpg
Juga ditemui, banyak yang tidak melanjutkan sekolah dan minimnya sumber daya manusia (SDM) yang ada di sekitar bandara sehingga dari mereka banyak yang menganggur. Padahal, tahun 2016 ini, PT Angkasa Pura 1 Bandara Internasional Sultan Hasanuddin telah menggelontorkan dana Corporate Social Responsibility-nya (CSR) sebesar Rp1,3 miliar. Angka itu meningkat dibanding tahun 2015 lalu sebesar Rp1,2 miliar.

Seharusnya, dana CSR yang digelontorkan Angkasa Pura 1 itu betul-betul diperuntukkan untuk tanggung jawab sosialnya menyejahterakan masyarakat dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Pihak Angkasa Pura harus mengidentifikasi soal warga sekitar bandara yang memerlukan bantuan sosial. Banyak anak-anak putus sekolah tak punya biaya seharusnya bisa mendapatkan beasiswa, orang tua jompo, juga soal kesehatan masyarakat seperti tingkat kebisingan bagi warga dan atap rumah warga yang pernah rusak akibat lalu lintas pesawat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun