Mohon tunggu...
Iman Suwongso
Iman Suwongso Mohon Tunggu... Penulis/Wartawan -

Ketika angin berhembus kutangkap jadi kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Laki-Laki di Pojok Masjid

10 Juni 2016   09:53 Diperbarui: 10 Juni 2016   11:53 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://fandrazkazama.files.wordpress.com

Ia kelihatan amat terpikat. Ia bangkit menghampirinya. Jantungnya berdegup kencang, ketika yang dilihatnya segumpal dompet diantara genangan air hujan sore hari. Ia pernah berpikir tentang dompet yang tebal penuh uang. Tetapi ia ingin isi dompet itu berasal dari perasan keringat.

Salim cepat-cepat meninggalkannya. "Dompet hitam sedikit titik air di permukaannya itu seperti anak kecil memanggil-manggiku minta tolong dalam tenggelam air bah." Rasanya. Perasaan terpanggil itu membuatnya menoleh kembali dengan resah. Tetapi suara ustadz Mahmud yang berat mengiang-ngiang di telinganya, "Barang siapa mengambil barang bukan miliknya, tak lain menanam duri dalam dagingnya, duri itu akan menusuk-nusuknya sepanjang..."

Sementara bisikan lain dari mulut dompet itu menyelinap dalam hatinya, "Ambil! Salim, ambillah! Kau akan bisa pulang di hari lebaran ini dengan menyerahkanku pada istrimu. Janjimu pada istrimu dan anakmu harus ditepati. Mereka menunggumu pulang dengan baju-baju baru di lebaran ini. Ambillah!"

"Tidak! Bukan milikku!"

Salim cepat-cepat melangkah ke dalam masjid.

Tetapi maghrib-pun tak menolong pikirannya dari sergapan dompet hitam dalam rintik yang mulai temaram. Dalam sujud menetes air kegelisahannya di atas karpet masjid. la tak mengusapnya. "Yang Maha Kuasa tunjukanlah yang bisa aku lakukan.”

Salim amat takut untuk keluar dari masjid, tak kuasa berpapasan dengan dompet hitam itu. Takutnya membenamkannya pada dzikirnya.

Pada titian tasbihnya Salim amat terkejut mendengar suara batinnya. "Tidak setiap orang selalu bisa berbuat baik. Ambillah, karena kau yang mengetahuinya. Kembalikan pada yang punya!" Perintah batinnya.

"Ya, semestinya kuambil, kukembalikan pada yang punya." katanya tersentak.

Salim bangkit. Beranjak ke jalan yang masih basah. Karena kelam menyembunyikan dari terpaan cahaya bulan diujung gang, hanya dengan jarak satu meter dompet itu hanya bisa dikenali.

Salim diam mematung, mengangkangi dompet dengan perasaan yang masih tersiksa. Tidak ada orang yang memandangnya, tetapi ia masih merasa diintai seribu pasang mata. la berucap yang bisa ia hafal;  "Ya, Tuhan. berilah aku pengetahuan yang baik untuk memilih segala yang Kau sediakan, dalam hamparan muka bumi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun