Bulan memancar pucat. Dan angin berbondong-bondong mengibarkan rambut dan daun jambu. Wajahnya tertunduk. la ingin berkata lebih panjang lagi. Tetapi bibirnya hanya bergetar-getar saja.
"Baiklah kamu aku maafkan. Aku terima dompet ini tanpa sedikit kekurangan."
Salim segera kembali dengan perasaan yang tenang. la segera memasuki masjid di gang kota ini. Malam ini ia telah ketinggalan sholat taraweh jama'ah. Ia segera menyusulnya diantara tadarus yang menggema.
Jiwa Salim malam ini berkecamuk, diombang-ambing kejutan-kejutan. Ia tak ingin beranjak dari sujudnya. Ia ingin diam seperti bulan dan angin. Pada diam itu ada air menetes di atas karpet. Salim menyerahkan dirinya kepada Yang Memilikinya.
Akhirnya suara itu menyapanya dari balik punggungnya.
"Saya disuruh Pak Salam mengantarkan ini kepada Bapak." Anak muda belasan tahun itu menyodorkan selembar amplop yang berasal dari laki-laki berkaos putih itu.
Salim memandang amat tercengang. Ia segera menerimanya. Tetapi ia segera mengembalikan lagi, ketika ia melihat segebok uang dlam amplop itu.
"Itu tidak seberapa dibanding jumlah yang Bapak temukan."
"Tidak, Dik. Ini terlalu berlebihan. Tolong kembalikan. Sampaikan terimakasihku padanya."
"Ambillah pak. Itu untuk Bapak."
"Tidak Dik."