“Kamu masih bisa mengerjakan kebunmu itu.”
“Selama hidup?”
Perayu itu bungkam.
***
Namun, selama seminggu ini pikirannya kacau. Hatinya tertekan. Petang itu dia sudah tertidur di bangku yang berada di ruang tamunya. Ada tiga orang membangunkannya. Mereka orang asing. Karenanya, tidak satu wajah pun yang ia kenal. Seorang di antara mereka, melemparkan pistol ke meja.
“Kebunmu harus segera kamu jual, Mun!”
“Wah. Belum bisa, Pak,” kata Tamun masih agak kebingungan.
Laki-laki itu menyambar pistol dan menempelkan di kening Tamun. “Kamu mau kepalamu diisi peluru!”
Dada Tamun berdegup kencang.
“Bawa mereka kemari!” perintah laki-laki berpistol itu kepada rekannya.
Istri dan anak semata wayangnya didorong ke lelaki berpistol. Dan laki-laki itu memindahkan ujung pistolnya ke tengkuk bocah dua belas tahun itu. Anak yang tidak mengerti apa-apa ini wajahnya mendadak pucat. Lehernya tegang. Bibirnya bergetar.