Mohon tunggu...
Iman Suwongso
Iman Suwongso Mohon Tunggu... Penulis/Wartawan -

Ketika angin berhembus kutangkap jadi kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Potongan Daun Telinga di Pagi Hari

19 April 2016   00:23 Diperbarui: 19 April 2016   01:36 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kalau saos tomat, warnanya merah betul. Itu kecoklatan.” Timpal Mak Gendut.

Seorang diantara mereka mengambil setitik noktah yang berserakan di atas tanah dengan ujung telunjuk. Ia mendekatkan ke pintu lubang hidungnya. Matanya terpejam, untuk memperoleh bau yang tepat dari bahan yang ia cium.

“Anyir. Ini bau darah.” Simpulnya.

Mereka saling berpandangan, sambil sesekali memicingkan mata memastikan kesimpulan temannya. Sementara, Mak Gendut menelusuri lagi noktah-noktah yang menuju bibir selokan.

“Betul, daun telinga. Hiiii....” kata Mak Gendut, pundaknya berguncang, bergidik.

“Lihat itu....” Mak Gendut menggambarkan onggokan yang diduga daun telinga itu. Warnanya pucat, tampaknya kehabisan darah. Dan, darah itu telah menetes membentuk bulatan-bulatan beregrigi, akhirnya menggenang di pangkal daun telinga itu.

Ibu-ibu tak begitu mendekat. Tetapi mereka ingin tahu benda yang digambarkan Mak Gendut itu. Mereka berkerumun berhimpitan sambil memegang pundak teman di depannya. Pandangan matanya sekali-kali menyapu gugusan bercak yang berakhir pada daun telinga itu. Pundak mereka pun berguncang, bergidik.

“Betul, daun telinga. Hiiii...”

“Telinga siapa?”

“Kok, ada orang tega memotong telinga?”

“Siapa yang membuang disini?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun