Mohon tunggu...
Iman Haris M
Iman Haris M Mohon Tunggu... Freelancer - Loper Koran

Semua penulis akan mati

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Tumbangnya Gagasan di Hadapan Makan

20 Februari 2024   01:32 Diperbarui: 20 Februari 2024   01:51 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bansos (ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI) 

Demokrasi pada dasarnya sebuah gagasan, imajinasi tentang sebuah tatanan di mana rakyat berdaulat.

Gagasan ini mengangankan bahwa si miskin dan si kaya bisa sama bersuara, dan suara mereka bernilai sama. Gagasan ini juga membayangkan bahwa si papa dan penguasa bisa sama bersuara, dan suara mereka sama bergema.

Lalu, bagaimana jika si lapar berhadapan dengan bansos? Siapa yang akan berkuasa?

Mari kita lupakan sejenak apa sebab di sebuah negeri yang kaya masih banyak kita temukan si lapar yang membutuhkan uluran tangan negara untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya, tapi di saat si lapar bertemu bansos, maka bansos lah yang berdaulat, dan saat itu terjadi menjelang pemungutan suara, jangan harap pemungutan suara itu mewakili apapun bayangan kita tentang demokrasi.

Hasil sementara dan carut marut pelaksanaan Pemilu 2024 menjadi gambaran kematian ide di hadapan materi, ide tentang demokrasi, republik, reformasi dan konstitusi pada akhirnya harus tunduk kepada bansos dan sekarung beras.

Jangan bicara tentang gagasan demokrasi di hadapan orang lapar, jangan bicara bengkaknya utang luar negeri dan APBN di hadapan perut lapar, apalagi segala macam pelanggaran HAM.

Lumbung suara dalam Pemilu 2024 masih di dominasi pemilih berpendidikan menengah ke bawah (datanesia, 08/11/2022), yang tentunya berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan daya beli mereka (Kompas, 08/11/2023).

Saat ini, bangsa kita tengah membuktikan nubuat Francis Fukuyama tentang kematian ideologi, apapun namanya, dan membuktikan bahwa saat dihadapkan dengan ancaman kelaparan, manusia tak perlu gagasan, hanya perlu makan.

Jika Maslow berbicara tentang hirarki kebutuhan, maka mayoritas pemilih kita terjebak di lantai dasar hirarki itu, yaitu makan, maka lupakan basa-basi aspirasi, tak ada aspirasi, "kami hanya butuh makan," jerit perut kepada kepala, lupakan hati dan akal budi, lalu hak atas kehidupan yang layak pun ditukar dengan dukungan dan pilihan.

Pertanyaannya, setelah 78 tahun bangsa ini menyatakan kemerdekaannya, siapa yang telah berhasil menjeratnya di lapisan terdasar manusia itu?

Mungkin ya, makan bukan satu-satunya alasan, jika tingkat pendidikan dan literasi berpengaruh atas kemampuan orang untuk mencerna informasi, menganalisa gejala, dan menentukan pilihan, maka hasil Pemilu kali ini juga dihasilkan dari rendahnya tingkat pendidikan dan literasi masyarakat kita.

Belum lagi kabar mengenai pengerahan aparat desa yang berada di bawah tekanan dan berbagai instrumen kekuasaan lainnya yang turut memastikan tumbangnya demokrasi saat ini.

Tak adakah jalan keluar?

Mencari jawaban atas pertanyaan ini mudah-mudahan bisa menjadi perbincangan kita ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun