Kebetulan berikutnya, menurut undang-undang tentang Pemilu yang mengatur batas usia capres dan cawapres, usia Gibran sebetulnya belum memenuhi syarat untuk bisa maju pada Pilpres tahun 2024.
Kebetulan saja Anwar Usman, mantan Ketua MK yang menyetujui judicial review dan melapangkan jalan Gibran menuju pencawapresan, adalah pamannya sendiri.
Manusia-manusia semulia keluarga Jokowi rasanya tidak mungkin merancang persekongkolan sebegitu jahat dengan memanipulasi konstitusi hanya untuk kepentingan mereka sendiri.
Lagipula, pernikahan sang paman dengan Idayati yang merupakan adik kandung Jokowi adalah persoalan hati, dan dalamnya hati toh siapa yang tahu.
Alhasil kini Gibran telah resmi maju sebagai cawapres Prabowo, yang jika dibandingkan dengan kandidat cawapres lain, kakak Kaesang Pangarep ini memang tidak terlalu menonjol dalam urusan bicara di depan publik, apalagi mesti beradu gagasan.
Kebetulan saja KPU menghapus sesi debat khusus cawapres dalam masa kampanye Pemilu 2024 kali ini, sehingga Gibran tidak perlu khawatir kalah debat dan tampil kurang meyakinkan di depan publik.
Saya yakin ini juga sekedar kebetulan, masa iya lembaga penyelenggara pemilu mengotak-atik tahapan kampanye hanya untuk menjaga Gibran agar tidak sampai kehilangan muka di hadapan calon pemilih.
Urusan kode etik para penyelenggara lembaga negara sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, mereka terbukti sebagai putra putri terbaik yang terpilih dari lebih 270 juta penduduk negeri ini, bukan begitu?
Lagipula, seperti Paman Usman sering katakan, “Jabatan milik Allah.” Apa pula urusan kita manusia ikut-ikut memikirkan dan mengatur-atur siapa yang mesti menjabat atau dengan cara apa dia dapat jabatannya, meski belakangan sang paman menggugat pengangkatan Ketua MK penggantinya. Tentu itupun kebetulan juga, murni kebetulan. orang toh boleh berubah pikiran.
Bagi anak-anak muda, majunya Gibran pada Pilpres 2024 ini bisa jadi pelajaran berharga, karena meski semula kurang diperhitungkan, dia terbukti bisa berhasil, mungkin secara kebetulan.
Nah, kebetulan ini saat yang tepat bagi kita sebagai bangsa untuk membulatkan tekad, meneguhkan keberanian, berdiri tegak sebagai pandu-pandu pembela kebetulan.