Kalau kita perhatikan benar-benar, ada banyak kebetulan yang terjadi menjelang pemilihan presiden 2024 nanti. Perkara kebetulan ini adalah kebenaran atau bukan, tentu lain soal lagi.
Misalnya, bahwa Gibran, yang saat ini maju sebagai salah satu calon wakil presiden, adalah putra Jokowi, yang secara kebetulan juga masih menjabat sebagai Presiden RI, tentu sekedar kebetulan saja.
Lho, memang siapa yang bisa memilih terlahir dari orang tua presiden atau bukan? Toh bisa saja orang tiba-tiba kepikiran mau jadi cawapres, dan tiba-tiba saja didukung partai-partai politik; adalah kebetulan kalau yang didukung itu anak presiden.
Kebetulan saja Golkar yang memiliki ratusan atau bahkan ribuan kader itu kepincut Gibran yang saat itu masih menjadi kader PDIP, yang secara kebetulan juga masih menjabat sebagai Walikota Solo.
Sudah barang tentu jabatan Gibran sebagai Walikota Solo ini juga suatu kebetulan, meski menurut mekanisme resmi partai saat itu seharusnya Gibran sudah tidak bisa lagi mencalonkan diri.
Kebetulan saja Gibran berminat, dan kebetulan juga Megawati sebagai Ketua Umum PDIP merekomendasikan Gibran untuk maju pada Pilkada Solo 2020. Adalah suatu kebetulan juga ketika pada akhirnya Gibran terpilih menjadi Walikota Solo.
Konon, keberhasilan Gibran sebagai Walikota Solo ini yang membuat Koalisi Indonesia Maju besutan Prabowo jatuh hati kepada putra sulung Jokowi itu.
Solo di bawah Gibran secara kebetulan memang diguyur jatah proyek pemerintah pusat jauh lebih banyak dan lebih besar nilainya daripada kota atau kabupaten lainnya.
Sebagai perbandingan, berdasarkan data LPSE yang diolah Katadata, nilai proyek pemerintah pusat pada 2021-2023 di Kota Solo mencapai Rp 2 triliun puluhan kali lipat jika dibandingkan nilai proyek pemerintah pusat, misalnya saja, di Kota Cirebon sebesar Rp 171,3 milyar, Kota Malang Rp 165,2 milyar, Kota Madiun Rp 161,08 milyar dan Kota Tasikmalaya sebesar Rp 137,9 milyar.
Jika angka kemiskinan dan inflasi di Kota Solo selama Gibran menjabat ternyata malah naik, tentu itu sekedar kebetulan saja.
Kebetulan berikutnya, menurut undang-undang tentang Pemilu yang mengatur batas usia capres dan cawapres, usia Gibran sebetulnya belum memenuhi syarat untuk bisa maju pada Pilpres tahun 2024.
Kebetulan saja Anwar Usman, mantan Ketua MK yang menyetujui judicial review dan melapangkan jalan Gibran menuju pencawapresan, adalah pamannya sendiri.
Manusia-manusia semulia keluarga Jokowi rasanya tidak mungkin merancang persekongkolan sebegitu jahat dengan memanipulasi konstitusi hanya untuk kepentingan mereka sendiri.
Lagipula, pernikahan sang paman dengan Idayati yang merupakan adik kandung Jokowi adalah persoalan hati, dan dalamnya hati toh siapa yang tahu.
Alhasil kini Gibran telah resmi maju sebagai cawapres Prabowo, yang jika dibandingkan dengan kandidat cawapres lain, kakak Kaesang Pangarep ini memang tidak terlalu menonjol dalam urusan bicara di depan publik, apalagi mesti beradu gagasan.
Kebetulan saja KPU menghapus sesi debat khusus cawapres dalam masa kampanye Pemilu 2024 kali ini, sehingga Gibran tidak perlu khawatir kalah debat dan tampil kurang meyakinkan di depan publik.
Saya yakin ini juga sekedar kebetulan, masa iya lembaga penyelenggara pemilu mengotak-atik tahapan kampanye hanya untuk menjaga Gibran agar tidak sampai kehilangan muka di hadapan calon pemilih.
Urusan kode etik para penyelenggara lembaga negara sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, mereka terbukti sebagai putra putri terbaik yang terpilih dari lebih 270 juta penduduk negeri ini, bukan begitu?
Lagipula, seperti Paman Usman sering katakan, “Jabatan milik Allah.” Apa pula urusan kita manusia ikut-ikut memikirkan dan mengatur-atur siapa yang mesti menjabat atau dengan cara apa dia dapat jabatannya, meski belakangan sang paman menggugat pengangkatan Ketua MK penggantinya. Tentu itupun kebetulan juga, murni kebetulan. orang toh boleh berubah pikiran.
Bagi anak-anak muda, majunya Gibran pada Pilpres 2024 ini bisa jadi pelajaran berharga, karena meski semula kurang diperhitungkan, dia terbukti bisa berhasil, mungkin secara kebetulan.
Nah, kebetulan ini saat yang tepat bagi kita sebagai bangsa untuk membulatkan tekad, meneguhkan keberanian, berdiri tegak sebagai pandu-pandu pembela kebetulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H