"Sudah saatnya Pemilu sebagai pesta demokrasi lima tahunan disambut rakyat dgn gembira dan sukacita," tulis Sigit Widodo pada akun X-nya (8/11/2023)
Dia juga menambahkan, "Sudah bukan zamannya lagi Pemilu disambut dgn keresahan, apalagi perpecahan hanya karena beda pilihan. Yuk move on, berpolitik dgn santun dan santuy."
Membaca cuitan Ketua DPP PSI--Sigit Widodo--di atas, seakan membaca parafrase pidato Jendral Soeharto lebih dari 40 tahun yang lalu.
"Pemilu harus dirasakan sebagai pesta poranya demokrasi, sebagai penggunaan hak demokrasi yang bertanggung jawab dan sama sekali tidak berubah menjadi sesuatu yang menegangkan dan mencekam," terang Soeharto menjelang Pemilu 1982.
Depolitisasi melalui politik massa mengambang (floating mass) merupakan tahapan penting dari proses rezimentasi otoritarianisme Orde Baru.
Menurut Made Supriatma (2019), "Bagi para ideolog Orde Baru, rakyat adalah massa mengambang. Massa ini tidak punya ideologi atau keyakinan, tidak punya imajinasi tentang masa depan."
Rasanya, persepsi akan masyarakat--khususnya anak muda--seperti ini juga yang dimiliki para politisi hari ini, tidak terkecuali para politisi muda.
Memajang anak muda di jejeran timses, cawapres dan pendukung itu perlu untuk menampilkan imaji kemurnian perjuangan, ketulusan dan harapan; tanpa perlu bicara terobosan gagasan, cukup keberlanjutan.
Karena itu, menurut mereka, masyarakat tidak perlu bersusah payah ikut berpikir atau berdebat mengenai mekanisme seleksi para calon pemimpin mereka.
Dengan cara berpikir seperti itu, wajar para pendukung capres-cawapres ini lebih banyak mengkomunikasikan kegemoyan dan joged calon presiden ketimbang terobosan gagasan ataupun etika dan moralitas yang melatari pencalonan mereka.
Bagi para politisi itu para pemilih muda hanya dipandang sebagai generasi yang polos tanpa pandangan dan kepentingan politik, cukup asik-asik aja dan serahkan semua urusan kepada penguasa.