Mohon tunggu...
Iman Haris M
Iman Haris M Mohon Tunggu... Freelancer - Loper Koran

Semua penulis akan mati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Serba Salah Sekolah

8 November 2023   05:00 Diperbarui: 8 November 2023   05:52 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi putus sekolah (ARSIP KOMPAS/TOTO SIHONO)

Ijazah dan pembelajaran memang tak mesti selalu sejalan. Ibunya berharap Rian setidaknya bisa lebih lancar membaca, menulis dan berhitung. Akan tetapi, bagaimana masa depannya nanti jika ijazah SD pun tak punya? Apalagi Rian bukan anak pengusaha, artis atau pejabat yang punya banyak relasi.

Data siswa seolah menjadi permainan bagi sebagian orang. Terkadang, beberapa sekolah menahan data siswa sehingga tidak bisa pindah sekolah dengan berbagai alasan, terutama tunggakan biaya pendidikan. Sudah beberapa siswa PKBM di desa kami yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dengan alasan ini.

Prosedur input data juga seringkali menjadi hambatan, seperti yang dialami Rian. Kenyataan di lapangan menunjukkan, sekedar membebaskan siswa dari biaya SPP kadang tidak serta merta menjamin mereka terbebas dari ancaman putus sekolah.

Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka anak putus sekolah di tahun 2022 yang lalu. Merujuk pada hasil olah data Susenas oleh Bappenas, angka anak putus sekolah di Indonesia meningkat dari 3.939.869 anak pada tahun 2021 menjadi 4.087.288 anak pada tahun 2022.

Ada banyak faktor ekonomi, sosial dan kultural yang dapat menghambat anak-anak ini untuk dapat mengikuti persekolahan seperti anak-anak lainnya. 

Sebagian dari mereka harus menjaga adik-adiknya karena kedua orang tuanya bekerja, ikut menjaga warung, membantu orang tua, bekerja, bahkan pernikahan dini.

Pendidikan kesetaraan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang menjadi harapan terakhir mereka untuk melanjutkan pendidikan pun kini tak lagi bisa berbuat banyak. 

Upaya standarisasi proses pembelajaran dan prosedur administrasi pendataan yang terpusat seperti sekarang ini sampai batas tertentu memang diperlukan, tapi kehidupan orang-orang kecil tak selalu berjalan sesuai prosedur hidup menurut para ahli dan pengambil kebijakan.

Kisah Rian hanyalah satu dari sekian banyak cerita orang-orang kecil lainnya, anak-anak bangsa yang konon akan menjadi bonus demografi bagi Indonesia di masa depan. 

Sayangnya mereka tak punya banyak pilihan, masa depan mereka seringkali disandera berbagai kepentingan, manipulasi, standarisasi, prosedur dan laporan asal bapak senang.

Ah, kadang sekedar ingin sekolah saja serba salah …

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun