Halo semua sahabat dan kerabat, khususnya sesama diabetesi yang bersemangat! Salam hebat dan juga salam sehat!
Hiking atau berjalan kaki di alam terbuka adalah salah satu kegiatan yang cukup banyak peminatnya. Setiap akhir pekan, terutama setelah musim hujan berlalu, ada banyak orang yang melakukan kegiatan hiking. Sepatu gunung dan tas ransel di punggung menjadi ciri khas mereka. Keren...!
Kalau kamu masih berusia muda serta memiliki kondisi fisik yang sehat dan prima, maka serunya hiking bisa kamu nikmati dengan sangat puasnya. Pada awalnya kamu mungkin tidak begitu menyukainya, tapi dengan berjalannya waktu, kamu bisa jatuh cinta padanya. Hmmm….
Penderita diabetes mungkin enggan untuk hiking. Masih lebih enak berleha-leha di dalam rumah petak daripada bersusah-payah di jalan setapak. Mungkin begitu dia berpikir. Padahal, kalau saja dia tahu dan bisa rasakan manfaat dan nikmatnya hiking, mungkin dia akan melakukan hiking setiap kali ada kesempatan. Masa sih?
Kalau kamu mau tahu bagaimana hiking dapat memberikan manfaat kesehatan bagi penderita diabetes, yuk baca terus tulisan saya ini sampai tuntas.
Kangen hiking ke puncak gunung
Pada tanggal 15-17 Juni 2022 yang lalu, saya mengikuti perayaan ulang tahun yang ke-100 dari sebuah klub kepanduan yang bernama Master Guide.
Salah satu kegiatan perayaan yang dilakukan oleh klub, yang mempunyai program pelatihan kepemimpinan bagi anak-anak, para remaja dan orang-orang muda itu, adalah dengan mengadakan kegiatan hiking ke Gunung Arjuno-Welirang yang terletak di provinsi Jawa Timur.
Mereka ingin menjejakkan kaki mereka di puncak Gunung Arjuno (3.339 mdpl), puncak Gunung Kembar 1 (3.058 mdpl), dan puncak Gunung Welirang (3.156 mdpl). Jalur pendakian yang diambil adalah via Pos Sumber Brantas, Cangar, Batu.
Sebenarnya ada sedikit rasa khawatir di dalam hati saya. Apakah saya masih mampu mendaki sampai ke puncak gunung?
Pada tahun ini saya akan mencapai usia lansia, 60 tahun. “Usia gak bisa bohong!” Begitu sebuah kalimat bijak yang mengingatkan saya bahwa kekuatan fisik saya pasti sudah jauh menurun dibanding ketika saya masih berusia muda. Saya perlu sadar, waspada dan penuh perhitungan kalau saya akan melakukan aktivitas fisik di usia yang semakin menua.
Selain itu, sejak saya divonis sebagai seorang penderita diabetes pada bulan Februari 2021 yang lalu, saya tidak pernah lagi hiking dengan mendaki sampai ke puncak gunung. Saya hanya melakukan hiking yang ringan-ringan saja, di daerah pebukitan yang rute hiking-nya lebih banyak berupa jalan setapak yang relatif landai.
Tapi rasa kangen akan suasana gunung begitu menggoda dan membuat saya semakin penasaran. Saya kangen mendengar suara burung di hutan. Saya kangen mendengar suara angin yang dibarengi suara hujan. Saya kangen berdiri di puncak gunung yang dalam bayangan saya bagaikan sebuah istana dari suatu negeri di atas lautan awan.
Karena itu, ketika saya merasakan bahwa kondisi fisik saya cukup sehat, maka akhirnya saya memenuhi ajakan kawan-kawan saya untuk ikut hiking ke puncak Gunung Arjuno yang terkenal dengan nama puncak Ogal-Agil itu. Eng ing eng…!
“The mountains are calling, and I must go.” Itu kata-kata John Muir, seorang pecinta alam yang sangat tersohor dari Amerika Serikat. Saya kembali mengulangi kata-kata tersebut sebelum berangkat mengikuti kegiatan hiking kali ini.
Hiking menurunkan kadar gula darah
Kadar gula darah puasa pada penderita diabetes harus dijaga untuk tetap berada di kisaran 80-126 mg/dL. Begitu kata seorang dokter yang pernah memberi nasehat kepada saya tentang bagaimana kadar gula darah yang harus saya kelola di dalam tubuh saya.
Selama ini, sejak bulan Maret 2021 sampai sehari sebelum berangkat mengikuti hiking ke Gunung Arjuno, kadar gula darah puasa saya hampir selalu terkendali di kisaran 95-110 mg/dL.
Pernah juga sih sebanyak tiga kali kadar gula darah puasa saya mencapai lebih dari 120 mg/dL, tapi untungnya masih di bawah 126 mg/dL. Itu terjadi karena saya menyantap makanan yang mengandung karbohidrat tinggi pada tiga kesempatan istimewa, yakni: ketupat pada hari Lebaran, pizza pada hari ulang tahun saya, dan nasi pada hari pertama tahun baru. Alaaa …, mak…!
Berjalan kaki secara teratur dan mengatur pola makan yang seimbang adalah dua hal utama dari sebuah gaya hidup sehat ‘NEWSTART’ yang saya lakukan untuk mengendalikan kadar gula darah saya. Sejak bulan Maret 2021, saya tidak pernah lagi memakan obat penurun kadar gula darah.
Tadinya saya khawatir bahwa kadar gula darah saya akan tidak stabil kalau saya ikut hiking sampai ke puncak gunung. Saya khawatir kadar gula darah saya akan turun sampai di bawah batas normal kalau selama tiga hari hiking saya tetap mempertahankan pola makan saya sebagaimana yang sudah saya jalani selama ini.
Pola makan saya selama ini adalah memakan makanan yang rendah karbohidrat dan rendah juga indeks glikemiknya. Saya lebih banyak mengonsumsi biji-bijian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Selain itu saya melakukan puasa makan tapi tetap minum air putih pada setiap hari Senin dan hari Kamis.
Untuk keperluan hiking selama tiga hari itu, saya menyiapkan minuman air mineral sebanyak 6-liter. Saya juga menyiapkan makanan yang terdiri dari ubi, wortel, timun, buncis, kacang tanah yang sudah digiling, tempe yang sudah digoreng kering, cabe rawit (untuk menambah selera makan) dan gula merah (untuk jaga-jaga kalau saya mulai merasa pusing karena kadar gula darah turun drastis secara tiba-tiba). Selain itu, saya juga menikmati telur dan ikan yang dibawa oleh dua orang teman saya.
Dengan daftar makanan seperti itu, ternyata selama tiga hari hiking tersebut, saya tidak pernah mengalami ciri-ciri kadar gula darah rendah. Dilansir dari kesehatan.kontan.co, ciri-ciri di mana seseorang mengalami kadar gula darah rendah adalah: bingung, pusing, gemetar, kelaparan, sakit kepala, mudah marah, jantung berdebar, kulit pucat, lemah dan lesu, dan gelisah.
Tapi saya sempat juga memakan beberapa sendok nasi dan beberapa biskuit yang disediakan seorang kawan saya di hari terakhir hiking jelang turun ke basecamp. Padahal dua jenis makanan tersebut selalu saya jauhkan dari pola makan yang saya jalani selama ini.
Saya terkejut ketika kadar gula darah puasa saya pada hari Minggu pagi tanggal 19 Juni 2022 adalah 82 mg/dL. Ini adalah kadar gula darah puasa yang tidak pernah saya alami sebagai seorang penderita diabetes. Saya bertanya kepada diri sendiri, apa yang telah terjadi di dalam tubuh saya?
Saya pikir bahwa kadar gula puasa yang 82 mg/dL itu telah terjadi pada diri saya karena selama tiga hari berturut-turut saya melakukan aktivitas fisik yang sudah pasti jauh lebih berat dari biasanya.
Pada hari pertama, dari batas hutan menuju tempat camping di Lembah Lengkehan, saya berjalan kaki selama kurang lebih 5 jam. Pada hari kedua, dari Lembah Lengkehan menuju puncak Ogal-Agil Arjuno dan kembali lagi ke Lembah Lengkehan, saya berjalan kaki selama kurang lebih 7 jam. Pada hari ketiga, dari Lembah Lengkehan kembali ke batas hutan, saya berjalan kaki selama kurang lebih 4,5 jam.
Saya menyesal tidak membawa alat pengukur kadar gula darah. Kalau saja saya membawa alat pengukur kadar gula darah maka saya bisa mendapatkan data yang akurat tentang bagaimana kadar gula darah saya selama mengikuti kegiatan hiking tersebut.
Saya pikir bahwa mungkin saja kadar gula darah saya turun sampai di bawah 80 mg/dL pada saat kegiatan hiking tersebut. Tapi ternyata saya tidak merasakan satu pun dari ciri-ciri yang biasa terjadi ketika kadar gula darah turun drastis. Karena itu, saya pikir juga bahwa kadar gula darah saya selama tiga hari mengikuti kegiatan hiking itu tidak pernah jatuh sampai di bawah 70 mg/dL, kadar gula darah yang menjadi batas bawah kadar gula darah orang normal.
Rasa penasaran mendorong saya untuk mencari tahu lebih lanjut kenapa kadar gula darah puasa saya sampai turun ke level gula darah orang normal selama tiga hari hiking. Ada apa dengan hiking? Bagaimana hiking menurunkan kadar gula darah penderita diabetes?
Dilansir dari webmd.com, disebutkan bahwa ketika kamu melakukan aktivitas fisik yang moderat (tidak terlalu ringan dan tidak juga terlalu berat), itu membuat jantungmu berdetak lebih cepat dan bernapas lebih dalam.
Otot-ototmu mengonsumsi glukosa, gula yang ada di dalam aliran darahmu. Setelah beberapa waktu, itu akan menurunkan kadar gulamu. Itu juga membuat insulin di dalam tubuhmu bekerja lebih baik.
Hiking sebagai sebuah aktivitas fisik dapat menurunkan kadar gula darah. Itu sudah saya buktikan sendiri. Tapi, bukan itu saja manfaat hiking bagi kamu yang sehat dan bagi siapa saja yang menderita penyakit diabetes seperti saya.
Selain menolong dalam mengendalikan kadar gula darah, sebagaimana dilansir dari thediabetescouncil.com, hiking memberikan banyak manfaat kesehatan kepada penderita diabetes. Sepuluh manfaat di antaranya adalah:
- Menurunkan kadar kolesterol jahat dan menaikkan kadar kolesterol baik.
- Mengurangi peluang terjadinya stroke dan perkembangan penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah.
- Merangsang penguatan tulang dan memperlambat pengeroposan tulang.
- Meningkatkan stamina.
- Menghilangkan stres.
- Memperbaiki daya tahan paru.
- Memperbaiki kebugaran otot.
- Menurunkan risiko hipertensi.
- Menurunkan risiko kanker.
- Memperbaiki kualitas tidur.
Tapi memang kondisi tubuh setiap orang berbeda-beda. Karena itu, kamu perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum melakukan hiking ke puncak gunung.
Nah, akhirnya saya sudah sampai di bagian akhir dari tulisan saya. Mudah-mudahan kamu sudah mengerti apa manfaat hiking untuk kesehatan. Jadi, kapan nih kamu mau mencoba hiking? Mulai saja dengan hiking yang ringan-ringan dulu. Itu juga menyehatkan!
Oh, iya, satu lagi. Kalau kamu pikir bahwa tulisan ini akan bermanfaat juga bagi sahabat dan kerabatmu, silakan kirimkan tulisan ini kepada mereka agar mereka juga boleh mendapatkan manfaatnya.
Selamat menjalankan hidup sehat dan tetap semangat! Tuhan memberkati.
Bekasi, 26 Juni 2022
Si-Iman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H