Mohon tunggu...
Iman Agung Silalahi
Iman Agung Silalahi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar hidup sehat holistik

Selalu merasakan sebuah kebahagiaan tersendiri saat mitra kerja atau sahabat berhasil menemukan inspirasi dan keyakinan diri untuk mencapai apa yang diimpikannya. Tertarik menjadi pembelajar hidup sehat holistik sejak Februari 2021 setelah resmi menyandang status penderita diabetes tipe 2.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saya Tidak Mau Menyerah Melawan Diabetes

24 Maret 2021   08:04 Diperbarui: 24 Maret 2021   08:29 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo teman-teman sesama diabetesi.

International Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa ada 463 juta orang dewasa di dunia yang menderita penyakit diabetes pada tahun 2020. Indonesia menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan pasien diabetes tertinggi. Diperkirakan bahwa ada lebih dari 10,8 juta penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2020. Jumlah ini tentu akan terus bertambah dari tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di Indonesia akan meningkat secara signifikan menjadi sekitar 16,7 juta orang pada tahun 2045.

Menurut saya, kalau saja setiap orang tahu bagaimana buruknya dampak dan akibat penyakit diabetes bagi diri penderita dan keluarganya, kalau saja setiap orang sadar dan waspada lebih awal terhadap setiap gejala penyakit diabetes, maka saya yakin bahwa angka kenaikan jumlah penderita diabetes akan dapat ditekan.

Masalahnya, kebanyakan orang yang sudah berada dalam status pra-diabetes masih menganggap remeh setiap gejala diabetes. Mereka masih terus mempertahankan pola hidup yang buruk bagi kesehatan. Mereka masih terus memanjakan selera makan. Mereka masih sangat kurang dalam melakukan gerak badan. Mereka tidak waspada terhadap datangnya serangan penyakit diabetes. Padahal, menurut kalangan medis, diabetes adalah juga salah satu penyakit yang mendapat julukan sebagai 'the silent killer' - pembunuh secara diam-diam.

Itulah yang terjadi pada diri saya juga. Sejak tahun 2015, atau selama lebih dari 5 tahun berturut-turut, saya sudah disarankan oleh dokter untuk waspada terhadap diabetes. Setiap tahun dokter selalu mengatakan bahwa saya sudah berada pada status pra-diabetes.

Pada saat peringatan Hari Diabetes Sedunia bulan Nopember 2020 yang lalu, dr. Pradan Soewondo, Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Endokrin Metabolik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan bahwa diperkirakan ada 27 juta orang yang sudah berada pada status pra-diabetes di Indonesia pada tahun 2017 yang lalu. Ini berarti bahwa saya adalah salah seorang di antaranya.

Tapi saat itu saya masih berpikir bahwa tidak akan ada masalah dengan kadar glukosa puasa saya yang selalu berada di atas 150 mg/dL. Saya masih berharap agar gejala-gejala yang saya rasakan akan hilang dengan sendirinya. Bahkan, saya masih sempat meyakin diri sendiri bahwa saya akan kuat. Padahal secara perlahan namun pasti, manisnya gula di dalam darah saya sedang menggerogoti kekuatan tubuh saya.

Saya bukanlah seorang dokter. Saya juga bukanlah seorang ahli gizi. Tapi walaupun demikian, saya ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang apa yang saya ketahui dan alami sehubungan dengan penyakit diabetes ini. Semoga teman-teman diabetesi akan seperti saya juga, seorang penderita diabetes tipe 2, yang tidak mau menyerah terhadap 'si manis' ini.

Proses terjadinya diabetes

Diabetes Melitus atau diabetes adalah suatu penyakit metabolik yang dikenal juga dengan nama penyakit 'kencing manis'. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa puasa sampai melebihi 100 mg/dL dan nilai HbA1C (hemoglobin A1C yang berikatan dengan glukosa selama tiga bulan terakhir) mencapai 6,5% atau lebih.

Secara umum dikenal ada dua jenis utama diabetes:

1. Diabetes tipe 1, yakni diabetes yang terjadi karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas sehingga mengakibatkan produksi insulin sangat menurun. Kondisi ini diduga berkaitan dengan faktor genetik dan serangan infeksi virus terntentu.

2. Diabetes tipe 2, yakni diabetes yang terjadi akibat resistensi insulin atau karena sel-sel tubuh menjadi kebal atau tidak responsif terhadap insulin. Beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diabetes tipe 2 adalah: gaya hidup kurang aktif, obesitas dan pertambahan usia.

Untuk mengerti proses terjadinya diabetes, maka kita perlu mengetahui tentang apa itu glukosa dan bagaimana glukosa diproses di dalam tubuh.

Glukosa adalah salah satu jenis gula yang berperan sebagai sumber energi bagi sel-sel tubuh untuk beraktifitas. Tanpa glukosa maka jantung dan sistem peredaran darah, otak dan sistem saraf, ginjal dan sistem eksresi, paru-paru dan sistem pernapasan, dan semua organ dan sistem lainnya yang ada di dalam tubuh tidak akan memiliki energi untuk menjalankan peran dan fungsinya.

Ada dua sumber utama glukosa bagi tubuh kita. Pertama, yang berasal dari gizi makanan dalam bentuk karbohidrat, protein dan lemak. Kedua, yang berasal dari cadagan energi dalam bentuk glikogen yang tersimpan di dalam hati dan otot.

Ada dua hormon di dalam tubuh kita yang berperan dalam mengatur kadar glukosa darah untuk tetap berada dalam kisaran normal. Hormon insulin berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah. Sedangkan hormon glukagon berperan dalam menaikkan kadar glukosa darah. Kedua hormon itu dihasilkan di dalam pankreas.

Ketika kadar glukosa darah menurun, misalnya karena asupan energi yang berkurang akibat puasa atau karena pengeluaran energi yang bertambah akibat aktifitas olahraga, maka jumlah insulin yang dihasilkan oleh pankreas akan menurun juga. Pada saat ini pankreas akan mengeluarkan glukagon untuk membantu hati dalam memecahkan glikogen menjadi glukosa. Dengan demikian kadar glukosa akan meningkat kembali.

Ketika kadar glukosa darah meningkat, maka jumlah insulin yang dihasilkan pankreas akan meningkat juga. Insulin itu membantu sel-sel hati dan otot untuk menyerap glukosa dan menyimpannya dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi.

Tetapi ketika kapasitas penyimpanan energi cadangan dalam sel-sel tubuh sudah semakin penuh, sementara surplus asupan energi masih terus berlangsung, dan pada saat yang sama pankreas masih terus memproduksi insulin, maka terjadilah apa yang dinamakan resistensi insulin. Sel-sel tubuh tidak dapat menyerap glukosa lagi sebagaimana mestinya. Akibatnya, kadar glukosa darah akan tetap semakin tinggi.

Gejala-gejala diabetes

Tadinya saya menganggap sebagai hal yang biasa saja ketika saya mulai merasakan pandangan mata yang mulai kabur, perasaan mudah lelah, fungsi ereksi yang mulai menurun. Ah, itu karena faktor umur doang. Padahal, semua itu adalah gejala-gejala diabetes juga.

Saya juga sempat heran dan bingung waktu itu ketika saya mengalami beberapa fenomena yang kemudian saya ketahui sebagai gejala-gejala diabetes juga. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Berat badan turun secara drastis tanpa diketahui sebab pastinya. Saya heran  kenapa berat badan saya turun secara drastis dari 92 kg ke 84 kg dalam tempo satu tahun. Padahal saya tidak melakukan peningkatan aktifitas olahraga. Padahal juga saya masih tetap suka makan dan ngemil. Kenapa bisa begitu? Saya tidak tahu. Ini gejala diabetes yang aneh tapi nyata, bukan?

2. Banyak minum tapi tetap sering merasa haus. Saya juga heran dengan gejala diabetes yang satu ini. Kenapa saya merasa sering merasa haus walau sudah dan sering minum banyak? Tapi akhirnya saya anggap itu hal yang biasa saja karena saya berpikir bahwa tubuh saya memang cenderung mudah berkeringat.

3. Sering buang air kecil, termasuk di malam hari. Nah ini gejala diabetes yang bikin saya sengsara. Bayangkan, saya gak kuat untuk menahan kencing kalau saya naik kereta api 'commuter' dari stasiun Manggarai ke Bogor. Saya harus turun dulu di salah satu stasiun di sekitar Depok untuk mengosongkan kantung kencing, lalu naik kereta api berikutnya untuk tiba di Bogor. Ngerepotin banget gak tuh?

4. Rasa kebas pada jari kaki. Tadinya gejala diabetes ini saya anggap enteng juga. Saya pikir rasa kebas itu karena saya menggunakan kaus kaki yang kesempitan. Tetapi kemudian saya sangat terkejut dan merasa sangat tidak nyaman dengan rasa kebas yang saya rasakan. Rasa kebas itu disertai rasa kesemutan dan panas terbakar yang hebat. Itu tejadi sejak mulai bulan Februari 2021 yang lalu. Apa yang terjadi dengan kaki saya?

Pengobatan diabetes

Dokter meresepkan metphormin dan glibenclamide untuk dimakan selama 14 hari. "Habiskan, lalu nanti kontrol lagi." Saya divonis menderita diabetes tipe 2.

Terbayang oleh saya tentang berbagai komplikasi yang akan terjadi karena diabetes yang juga disebut sebagai 'the mother of diseases' ini. Saya akan makan obat setiap hari di sisa hidup saya. Kaki saya bisa diamputasi. Mata saya bisa buta. Ginjal saya bisa rusak. Saya bisa terkena 'stroke'. Saya bisa terkena penyakit jantung.

Saya terdiam dalam hening dan sunyinya malam. Saya menarik napas dalam-dalam. Mencoba mengerti kehendak Sang Khalik semesta alam. "Jangan biarkan api semangatmu padam."

Satu demi satu wajah-wajah ketiga anak kami melintas dalam benak saya. Wajah polos putri sulung saya. Wajah jenaka anak lelaki saya. Wajah ayu putri bungsu saya. Demi mereka semua, api semangatku harus terus menyala. Saya tidak mau menyerah!

Tapi bagaimana saya harus melawan penyakit diabetes ini? Apa yang harus saya lakukan agar kadar glukosa darah saya terkendali?

Saya patuhi saran dokter untuk tetap berolahraga minimal 30 menit setiap hari. Saya patuhi resep dokter untuk memakan metphormin dan glibenclamide setiap hari selama 14 hari. Tapi hasilnya membuat saya kecewa di dalam hati.

Kadar glukosa darah puasa saya memang turun dari 174 mg/dL ke 134 mg/dL. Tapi hasil itu masih jauh dari yang diharapkan. Kadar glukosa darah puasa harus di bawah 100 mg/dL. Artinya? Saya berpikir bahwa dokter mungkin saja menambah dosis dan bahkan jenis obatnya. Duh, ngerinya.

Saya merasa ngeri bila ingat efek samping obat-obat diabetes itu. Saya mengalami siksaan sembelit yang luar biasa. Mungkin orang lain tidak mengalami sembelit sebagai efek samping pengobatan yang demikian. Tapi saya ingat almarhum ayah saya pun mengalami efek samping yang sama ketika memakan obat itu. Saya tidak tahan dengan efek samping yang demikian. Tapi apa solusi atau alternatif lain untuk terhindar dari siksaan sembelit itu?

'Intermittent fasting' atau diet puasa

Ini adalah sebuah metode yang mengatur periode waktu untuk makan dan puasa dengan tujuan menurunkan dan menstabilkan kadar gula darah. Ada banyak variasi pola untuk melakukan 'intermittent fasting' atau diet puasa. Tapi dua di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pola pembatasan waktu. Ini adalah 'intermittent fasting' harian dengan memakai format 16/8. Artinya, dalam setiap harinya seseorang akan berpuasa atau stop makan selama 16 jam dan menyisakan waktu 8 jam untuk makan. Contohnya, seseorang akan makan siang jam 12 siang, lalu makan malam jam 8 malam. Setelah itu akan berpuasa atau stop makan, kecuali minum, mulai dari jam 8 malam sampai jam 12 siang keesokan harinya.

2. Pola jendela 5:2. Ini adalah 'intermittent fasting' mingguan dengan mengikuti format 5:2. Artinya, dalam setiap minggunya seseorang akan memilih dua hari untuk berpuasa atau stop makan, kecuali minum. Sementara pada lima hari lainnya diperbolehkan untuk makan tiga kali sehari sesuai kebiasaannya.

Sambil tetap berolahraga teratur minimum 30 menit sehari, saya mencoba 'intermittent fasting' dengan pola jendela 5:2. Saya memilih setiap hari Senin dan hari Kamis untuk saya berpuasa. Sementara pada lima hari yang lain dalam seminggu itu, saya makan tiga kali sehari tapi dengan menu minim kandungan karbohidrat.

Hasil sementara pengelolaan kadar glukosa darah dengan metode 'intermittent fasting' ternyata cukup menjanjikan. Pada hari ke-10 kadar glukosa darah saya turun drastis dari 134 mg/dL ke 90 mg/dL. Lalu pada hari ke-15 kadar glukosa darah saya kembali turun sedikit ke 85 mg/dL. Walau masih perlu evaluasi lanjutan, tapi saya sangat senang dengan hasil sementara dari pengaruh 'intermittent fasting' ini terhadap kondisi diabetes saya. Pertama, kadar glukosa puasa kembali ke kisaran normal. Kedua, tidak ada lagi penderitaan siksaan sembelit yang saya rasakan. Ketiga, berat badan saya ternyata turun dari 80 kg ke 78 kg. Puji Tuhan.

Mengelola kadar glukosa darah, bagi seorang diabetesi, adalah bagaikan sebuah perjalanan. Sebuah perjalanan di sisa umur kehidupan, yang penuh dengan hambatan dan tantagan, yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tetapi di mana ada kemauan, maka di situ pasti ada jalan.

Jangan menyerah terhadap diabetes. Sedini mungkin kita cegah komplikasi diabetes. Yuk, kita kelola kadar glukosa darah kita. Yuk, kita jalankan pola hidup yang lebih sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun