Mohon tunggu...
Lukman Hamarong
Lukman Hamarong Mohon Tunggu... Administrasi - Sangat sulit menjadikan aku seperti kamu, karena aku adalah aku, kamu ya kamu

Mengalir seperti air

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyatukan Penyuluh Lewat Kemah Bhakti

24 Agustus 2016   20:11 Diperbarui: 24 Agustus 2016   20:15 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak jalan menuju Roma. Pepatah lama itu seakan membuka cakrawala berpikir kita bahwa dalam meraih cita-cita atau mewujudkan mimpi menjadi nyata, banyak cara dan banyak opsi yang membentang luas di hadapan kita.

Tinggal bagaimana kita mengelaborasi segala potensi, opsi dan cara agar mimpi dan cita-cita bergerak selaras dan seirama agar proses ke arah sana melahirkan notasi indah yang membuat kita bisa berjuang dengan semangat dan senyum yang sama. Ibarat lagu  Mars Penyuluhan Pertanian, semua bernyanyi dengan irama dan semangat yang sama. Bergerak bersama untuk kerja yang nyata, seperti lirik Mars Penyuluh berikut ini, “Penyuluh Pertanian Indonesia beriman dan bertaqwa di dalam kerja.”

Agustus adalah bulan perjuangan karena ada semangat kemerdekaan yang membingkai bulan kedelapan di tahun masehi tersebut. Saat gerbang Agustus kian dekat, masyarakat bergerak merayakan hari kemerdekaan Indonesia, dan pekik merdeka terdengar di mana-mana. Bahkan di sudut-sudut desa, di lorong-lorong setapak, pekik itu semakin terdengar kian berkobar, seolah-olah di depan kita berdiri kaum penjajah dengan senjatanya. Semangat patriotisme dari anak bangsa itulah selaksa cerita dari beberapa penggalan episode epik yang merupakan representasi perjuangan para pahlawan kemerdekaan. Itulah gambaran betapa masyarakat yang hidup di era pasca kemerdekaan begitu bergelora ketika hari kemerdekaan tiba.

Di lapisan yang lain, satu elemen penting dari bangsa ini mengisi kemerdekaan dengan cara yang berbeda. Meski tujuan dan semangat awalnya adalah mengikat tali silaturahmi agar selalu kuat dan kokoh, tetapi semangat kemerdekaan untuk selalu bersama tanpa ada sekat, tanpa ada perpecahan, sangat kental dalam pelaksanaan Kemah Bhakti Penyuluh yang baru saja usai dihelat Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP3) pada 1 – 5 Agustus di Lapangan Desa Sassa Kecamatan Sabbang Kabupten Luwu Utara. Briliant...! Satu kata saja sudah cukup mewakili deskripsi dini dari kegiatan historis tersebut. Sepenggal cerita dari balik tirai kemah bakti penyuluh menggiring kita betapa persatuan dan silaturahmi antarpejuang pangan itu sangat urgen.  

Adalah sejarah indah ketika sesuatu yang baru pertama kali dihelat tetapi ending dari pelaksanaannya terlihat sukses. Sukses itu ketika respon positif mampu menenggelamkan respon negatif, dan kegiatan yang melibatkan 250 peserta (215 Penyuluh Pertanian, dan sisanya adalah panitia), mendapat respon yang luar biasa dari berbagai pihak. Itu artinya, Kemah Bakti sudah menjadi rahmat bagi semua karena dinilai berhasil. Ukuran sukses memang tidak selalu berafiliasi dengan metode perbandingan, tetapi setidaknya kita berhak mengklaim kesuksesan dengan melihat pandangan dan penilaian orang lain.

Lengkungan senyum yang menghiasi wajah para pelakon kemah bakti adalah gambaran betapa kemah bakti sangat ampuh menyatukan perbedaan karakter antarpenyuluh. Penyuluh Pertanian adalah profesi yang tidak mengenal tempat bekerja secara formal. Ibaratnya dia berkantor di dunia, atapnya langit, lantainya bumi, AC-nya udara yang bertiup tiada henti menembus ruang dan waktu.

Kerjanya mobile, dinamis, dan penuh disiplin, meski sering dicap malas. Padahal tak sedikit yang tahu kerja penyuluh itu di lapangan, bukan di kantor. Dan keliru juga ketika penyuluh itu selalu berada di kantor karena petani sebagai mitra penyuluh tidak berada di kantor melainkan di sawah, di jalan-jalan tani, di saung tani dengan bersimbah peluh. 

Media penyuluhan pun tidak satu tapi banyak. Penyuluh pun harus menguasai semuanya, sehingga tak salah ketika penyuluh itu adalah profesi dengan sejuta julukan. Di pesta pernikahan ada penyuluhan, di warkop ada penyuluhan, di rumah ada penyuluhan, di jalanan ada penyuluhan, dan di mana-mana ada penyuluhan.

Sepanjang kita berbicara tentang pertanian yang baik, di mana pun tempatnya, apa pun medianya, Anda telah melakukan kegiatan penyuluhan. Kondisi itu yang mengharuskan seorang penyuluh adaptif di segala ruang dan waktu. Adaptasi yang masif membuat penyuluh beragam warna kulit, berbeda karakter dan isi kepala. Dan kegiatan kemah bakti hadir untuk menyatukan perbedaan itu, sehingga komunitas pejuang pangan tetap eksis sampai bumi ini berhenti berputar.

Kemah Bakti Penyuluh pun seperti panggung perayaan HUT Ke-71 Republik Indonesia. Meski pengklasifikasiannya dibagi ke dalam tiga zonasi inti, yakni bedah pekarangan, gelar teknologi dan donor darah, tetapi kegiatan bernuansa hiburan rakyat seperti lomba Mars Penyuluh Pertanian, lomba Asah Terampil, lomba lari karung, lomba tarik tambang, lomba lari 100 meter, dan lomba Rangking 1, tetap mendapat atensi yang berlebih dari masyarakat setempat. Euforia kemerdekaan RI mulai terasa di awal Agustus, dan yang membuka gerbang kemerdekaan HUT ke-71 RI adalah para penyuluh pertanian. Patut berbangga karena dukungan moril mulai mengalir dan BKP3 mendapat apresiasi yang tinggi.

Kemah Bakti Penyuluh yang mendapat dukungan absolut dari banyak pihak seakan memberikan konfirmasi kesuksesan. Kehadiran Anggota DPR-RI Luthfi Andi Mutty dan beberapa Anggota DPRD Lutra mungkin sebagai bentuk dukungan dari lembaga legislatif. Kehadiran Bupati dan Wakil Bupati adalah bentuk dukungan nyata dari lembaga eksekutif, dan keterlibatan penuh dari masyarakat Desa Sassa sebagai tuan rumah adalah bentuk penerimaan massal dari kegiatan yang untuk pertama kalinya digelar di Tana Luwu tersebut, mungkin juga di Sulawesi Selatan. Luthfi berpesan, “Hanya ada dua cara agar penyuluh lebih pintar dari petani yang akan disuluh. Apa itu? Anda harus tidak pernah berhenti belajar, dan tidak pernah berhenti membaca.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun