Mohon tunggu...
Iman SadewaRukka
Iman SadewaRukka Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Advokasi dan pejuang agraria dan lingkungan

Temukan benih kemuliaan itu, sejatinya ada dalam dirimu"

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menanti Kebijakan Banjir Pemimpin Baru Kota Makassar

21 Desember 2024   14:02 Diperbarui: 21 Desember 2024   14:02 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama puluhan tahun banjir menjadi momok yang menakutkan di Kota Makassar pada setiap datangnya musim hujan. Selama puluhan tahun pula, tak ada satupun pemimpin mampu menjinakkannya. Beragam wacana konsep dan rencana strategis berulangkali dibuat dan dirumuskan, janji-janji dan komitmen untuk menangani dan menyelesaikan persoalan banjir tidak hanya sebatas retorika termasuk saat kampanye, namun realisasinya masih setengah hati.

Kota Makassar dengan berbagai stigma ancaman banjir adalah hal yang tidak asing. Bahkan beberapa catatan soal banjir menunjukkan tingkat yang mengkhawatirkan. Pada Desember 2021 lalu, hujan deras mengguyur Kota Makassar dan sekitarnya selama tiga hari menyebabkan banjir setinggi 1 meter di berbagai wilayah (Dikutip Kompas Regional, 07/12/2021) 

Lalu kemudian pada Februari 2023, kombinasi hujan lebat dan pasang air laut menggenangi 12 kecamatan, memaksa hampir 2.000 jiwa mengungsi. Awal 2024, banjir kembali melanda, terutama di Kecamatan Manggala dan Biringkanaya, dengan ketinggian air mencapai 100 cm di beberapa lokasi (ANTARA 18/01/2024). 

Fenomena Banjir di Kota Makassar adalah merupakan konsekwensi logis hasil dari terjadinya interaksi kompleks antara faktor alam, seperti curah hujan tinggi dan pasang air laut, dengan intervensi manusia yang tidak terkelola, seperti alih fungsi lahan, urbanisasi yang tidak terkontroll, dan manajemen drainase kota yang buruk.

Babagai publikasi pada saat kampanye Pilkada, isu ini kerap menjadi sorotan. Hampir semua paslon berbicara tentang pentingnya penanganan risiko banjir. Beberapa bahkan menawarkan program mitigasi yang terdengar menjanjikan---dari revitalisasi drainase hingga penerapan teknologi cerdas untuk prediksi banjir. Namun, bagi warga yang selama bertahun-tahun bergulat dengan genangan air, janji ini hanya berarti jika diwujudkan dalam tindakan nyata.

Banjir di Kota Makassar bukan hanya masalah lingkungan, namun juga terkait faktor sosial dan ekonomi. Terjadinya genangan air akibat banjir setiap tahun melumpuhkan aktivitas warga, merusak properti, dan bahkan mengancam jiwa dan nyawa, mencerminkan lemahnya kebijakan erencanaan tata kota yang berorientasi pada keberlanjutan. Dalam konteks ini, program kebijakan mitigasi banjir dalam kampanye janji politik adalah ujian komitmen pemimpin terpilih untuk bisa konsisten memprioritaskan kesejahteraan masyarakat di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Sangat disayangkan fakta yang terjadi malah sebaliknya. Saat ini kebijakan pengelolaan banjir lebih sering dilakukan pada pendekatan dengan fokus pada solusi struktural, seperti normalisasi sungai atau pembangunan waduk atau tanggul, tanpa menyentuh akar persoalan penyebab utama terjadinya banjir, antara lain buruknya pengelolaan tata ruang dan kurangnya edukasi publik tentang kesadaran lingkungan. Tindakan reklamasi pantai yang terus dilakukan tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap risiko banjir yang terjadi.  Wilayah resapan air  dan kawasan rawa faktanya banyak dialih fungsikan menjadi permukiman atau pusat perniagaan komersial, tanpa memperhatikan etika dan estetika lingkungan sehingga hilangnya keseimbangan ekosistem.

Kebijakan yang Harus Diambil

Pemimpin baru Kota Makassar idealnya harus memahami bahwa kebijakan mengatasi persoalan banjir yang rumit dan kompleks dalam solusi jangka pendek tidaklah cukup. Diperlukan langkah dan strategi komprehensif jangka panjang dan keberlanjutan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Salah satunya yang sangat penting adalah melakukan revitalisasi sistem drainase kota, yang mana secara teknis dapat mengendalikan kelebihan air agar tidak terjadi banjir, mengeringkan bagian wilayah kota, terjadinya kerusakan jalan. Selain itu, penguatan lintas sektoral dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) Tallo dan Jeneponto perlu disenergikan untuk meningkatkan daya serap air serta meminimalkan sedimentasi. Membangun kesadaran masyarakat melalui kampanye dan edukasi akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, dengan tidak membuang sampah disembarang tempat dan tetap mendukung program penghijauan kota.

Kemudian tak kalah pentingnya, penerapan sistem peringatan dini berbasis kecerdasan buatan (AI), dengan sistem teknologi prediksi dan respons cepat ini, resiko banjir yang terjadi dapat  dibantu diminimalisir. Disamping itu, pengawasan harus diperketat  dalam pengendalian tata ruang untuk sehingga alih fungsi lahan dapat dicegah secara dini yang mana ini dapat memperburuk risiko banjir. Perpaduan kebijakan ini bisa menjadi solusi sementara, tetapi juga sehingga ke depannya Kota Makassar tangguh dan tanggap terhadap bencana yang terjadi di masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun