Mohon tunggu...
Imam Subkhan
Imam Subkhan Mohon Tunggu... Penulis - Author, public speaker, content creator

Aktif di dunia kehumasan atau public relations, pengelola lembaga pelatihan SDM pendidikan, dan aktif menulis di berbagai media, baik cetak maupun online. Sekarang rajin bikin konten-konten video, silakan kunjungi channel YouTube Imam Subkhan. Kreativitas dan inovasi dibutuhkan untuk menegakkan kebenaran yang membawa maslahat umat. Kritik dan saran silakan ke: imamsubkhan77@gmail.com atau whatsapp: 081548399001

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Hai Supporter, Berhenti Mengumpat Morata dan Mbappe Ya!

7 Juli 2021   15:05 Diperbarui: 7 Juli 2021   15:46 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Diolah dari internet

Lagi-lagi pemain muda bertalenta menjadi sorotan atas kegagalan tim yang dibela. Semuanya berasal dari kegagalan dalam mengeksekusi bola mati dari titik penalti. Jika sebelumnya ada Kylian Mbappe yang seharusnya bisa membawa Prancis meraih kemenangan, jika saja tendangan penaltinya tak dimentahkan oleh kiper Swiss, Yann Sommer, dalam drama adu penalti. Padahal jika berhasil melesakkan gol, bukan saja membawa timnya ke babak perempat final Euro 2020, dia pun bisa pecah telor, karena menjadi gol perdana dari beberapa pertandingan yang sudah dilakoni sebelumnya.

Pemain berusia 22 tahun ini hanya bisa meratapi, melihat tim negaranya kandas dan harus angkat koper terlebih dahulu. Padahal jika menilik penampilannya di lapangan selama Euro 2020, bintang bernomor punggung 10 ini cukup impresif. Hanya saja, tembakan-tembakan bolanya ke arah gawang lawan, belum bisa membuahkan meski sebiji gol pun. 

Singkat kata, impiannya untuk menjadi pahlawan negaranya di perhelatan pertandingan sepak bola paling bergengsi di daratan Eropa pun menjadi sirna. Bahkan bisa jadi, kegagalan ini akan terus menjadi perbincangan dan bukan tidak mungkin akan memengaruhi karier Mbappe ke depannya di tim nasional Prancis.     

Nyaris serupa dengan nasib Mbappe, kali ini dialami oleh bintang andalan tim nasional Spanyol, Alvaro Morata. 

Dia pun gagal menceploskan bola ke gawang musuh dari titik putih dalam babak yang berakhir adu penalti saat melawan Italia di babak semifinal Euro 2020. Padahal jika saja tendangan penaltinya berbuah gol, sejarah bisa jadi berbeda. 

Namun sedikit berbeda dengan Mbappe yang tak bikin gol sama sekali, Morata sebenarnya menjadi pahlawan penyelamat bagi timnya dalam menyamakan kedudukan, ketika tertinggal 0-1 dari Italia.

Persis di menit ke-80, penyerang Juventus berusia 28 tahun berhasil melesakkan gol ke gawang musuh, setelah masuk lapangan di menit ke-62 sebagai pemain pengganti. Dia seolah-olah menjawab keraguan sang pelatih, Luis Enrique yang lebih memasangnya sebagai pemain bangku cadangan. 

Gol di menit-menit akhir pertandingan itu benar-benar menjadi asa bagi tim Spanyol, setelah dibuat frustasi oleh kokohnya pertahanan Italia. Spanyol kemudian benar-benar menggila di babak perpanjangan waktu, hingga penguasaan bola 63 persen. Tetapi sampai peluit berakhir, kedudukan masih seimbang 1-1, dan harus diakhiri dengan drama adu penalti.

Morata di pertandingan malam itu, menampilkan dua sisi performa yang berbeda, menjadi penyelamat asa saat bikin gol di waktu aktif pertandingan, dan menjadi pesakitan saat adu penalti. 

Dan tentu publik Spanyol akan lebih mengingat hasil akhirnya, yaitu kekalahan Spanyol yang gagal melanjutkan ke babak final Euro 2020. Tendangannya terlalu lemah dan berhasil digagalkan kiper Italia, Gianluigi Donnarumma. Pemain ini pun sontak disebut-sebut menjadi biang kegagalan Tim Matador di laga ini. Dia kembali mengulang kegagalannya dalam menendang bola dari titik putih saat berhadapan dengan Slovakia sebelumnya di ajang yang sama.

Belajarlah Menghargai dari Setiap Tetes Keringat

Jujur saja, saya tak setuju dengan publik atau netizen, termasuk para suporter masing-masing negara yang dibela Morata dan Mbappe, dengan menjadikan kedua pemain ini sasaran umpatan dan cacian. 

Meskipun ada andil penyebab kekalahan tim, tetapi bukan satu-satunya penyebab kegagalan, karena masih banyak faktor yang berpengaruh ketika pertandingan sepak bola di lapangan berlangsung. Bahkan yang bikin tak habis pikir, para suporter sampai membawa persoalan ini ke keluarganya. 

Seperti diketahui sebelumnya, akibat tampil buruk di beberapa pertandingan Euro 2020, keluarga Morata mendapat ancaman bahkan disumpahi mati oleh para pendukung Spanyol. "Kok jadi ngeri begini dampaknya!"

Para suporter hanya melihat dari satu sisi saja, yaitu "kegagalan dan kekalahan". Mereka tak lagi bisa melihat dengan jernih semangat dan perjuangan para pemain di lapangan. 

Semua pemain tak terkecuali, telah bekerja maksimal, memeras keringat, dan berpikir keras untuk bisa mengalahkan lawan. Rasa lelah, tekanan mental, terkadang rasa sakit yang mendera karena benturan dengan para pemain lawan, tak lagi mereka hiraukan. Mereka harus jatuh bangun untuk bisa menguasai bola dan meraih kemenangan di setiap laga. 

Tekad dan harapan mereka sama, yaitu ingin membawa nama harum negaranya. Saya yakin, mereka tak ada yang ingin menjadi pecundang, atau menjadi musuh dalam selimut untuk negaranya sendiri.

Morata dan Mbappe sudah bekerja keras dengan dedikasi tinggi di setiap laga yang dilakoni. Kedua pemain ini sangat taat terhadap arahan pelatihnya. Mereka pun telah berlatih sepanjang waktu untuk mempersiapkan penampilan terbaiknya. Hanya saja ketika sudah berbicara hasil, maka sulit untuk bisa menjamin sebuah tim sepak bola selalu menang, dan pemain bintang selalu akan bikin gol dan rekor. 

Karena untuk bisa menang, bukan saja dibutuhkan kemampuan dan kehebatan para pemainnya, tetapi juga strategi bermain, kerja sama tim, instruksi tim pelatih, serta faktor "keberuntungan". Oleh karena itu, kegagalan sebuah tim tak bisa hanya fokus pada person ke person pemain, tetapi harus dilihat secara keseluruhan, termasuk tim manajemen, bahkan organisasi sepak bola yang memayunginya.

Saya kira, para suporter Spanyol harus meniru apa yang dilakukan oleh pelatihnya, Luis Enrique, seusai kekalahan timnya. Menurutnya, Morata telah menunjukkan performa yang luar biasa, jadi layak untuk dipuji dan dihargai. 

Morata tetap ingin mengambil tendangan penalti, padahal ada masalah otot yang dialami. Dan sekali lagi, jangan dibayangkan bahwa setiap pemain yang di lapangan mau dan berani untuk mengambil tendangan penalti. Banyak yang menghindari dan menolaknya, karena tak kuat mental. 

Tetapi Morata yang memiliki karakter kuat, mau mengambil penalti, meskipun risikonya gagal. Dan perlu diingat, Morata tetap bisa mengukir catatan positif pada laga ini, karena dia resmi menjadi pemain Spanyol dengan gol terbanyak di Piala Eropa, sebanyak 6 gol, menyalip catatan milik Fernando Torres dengan 5 gol.

Di akhir tulisan ini, mari kita sudahi untuk selalu menyalahkan orang per orang dari tim sepak bola yang telah kalah. Kesalahan dan kegagalan bisa terjadi oleh siapa saja dan di mana saja. Mari kita hargai setiap tetes keringat yang mengucur dari para pemain. Tak ada yang bisa menjamin tim favorit juara akan selalu meraih juara. 

Ingat, selalu ada campur tangan "Tuhan" di dalamnya, yang disebut "dewi fortuna". Semua pemain, bahkan para penonton pun percaya itu. Jika tak percaya, cobalah lihat ekspresi semua orang seisi stadion ketika drama adu penalti berlangsung.

Wajah dan tangan-tangan mereka sering menengadah ke langit, mulut tak berhenti berucap dan berdoa, berharap keajaiban terjadi. Mereka ingin Tuhan memihak dan memenangkannya. Tetapi yang pasti, Tuhan punya otoritas sendiri untuk menentukan tim yang menang dan yang akan kalah.

Kekecewaan dan kepedihan sudah pasti dialami oleh tim yang kalah. Hujan air mata sudah menjadi pemandangan biasa di lapangan hijau. Karena trofi dan gelar juara selalu menjadi daya pikat dan impian setiap pemain. Terpenting, kekalahan yang sekarang dialami, harus menjadi pelajaran berharga untuk lebih mempersiapkan diri ke depannya. Laga-laga yang lebih menantang sudah pasti menanti. "Jadi, pulanglah dengan kepala tegak para pemain yang hebat!"

Catatan Euro 2020 oleh Imam Subkhan, pengidola CR7, tinggal di Karanganyar, Jawa Tengah.

Ditulis tanggal 7 Juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun