Mohon tunggu...
Imam Subkhan
Imam Subkhan Mohon Tunggu... Penulis - Author, public speaker, content creator

Aktif di dunia kehumasan atau public relations, pengelola lembaga pelatihan SDM pendidikan, dan aktif menulis di berbagai media, baik cetak maupun online. Sekarang rajin bikin konten-konten video, silakan kunjungi channel YouTube Imam Subkhan. Kreativitas dan inovasi dibutuhkan untuk menegakkan kebenaran yang membawa maslahat umat. Kritik dan saran silakan ke: imamsubkhan77@gmail.com atau whatsapp: 081548399001

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seri Motivasi Hidup: Kopi Pagi, Masalah, dan Langkah Pertama

1 Desember 2020   11:34 Diperbarui: 1 Desember 2020   12:06 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejenak saya membaca koran pagi ini sembari ditemani secangkir kopi manis. Sebenarnya saya tak terlalu penyuka kopi, tetapi pagi ini, rasa-rasanya hasrat saya untuk menikmati sesuatu yang panas atau minimal hangat begitu membuncah. Ditambah cuaca pagi yang dingin, sementara mentari masih enggan untuk menampakkan diri. 

Biasanya bagi perokok berat, pagi hari menjadi momentum paling pas dan nikmat untuk menyeruput kopi pahit ditemani asap rokok yang keluar masuk dari mulut. Jika sudah seperti ini, seolah-olah hidup tak ada masalah, tak ada beban, tak ada aral, semua mulus-mulus saja dan berakhir bahagia.  

Ya begitulah hidup. Benar kata orang bijak, bahwa hidup memang harus dinikmati. Termasuk masalah yang sedang kita hadapi. Masalah muncul sebenarnya manakala kita pikirkan. Tetapi jika kita tak memikirkannya, masalah itu seolah-olah lenyap dari diri kita. Pertanyaannya, apakah kita tak usah memikirkan masalah yang membuat hidup kita menjadi terbebani?

Mungkin yang tepat adalah kita tak usah berpikir tentang masalah atau problem itu sendiri, tetapi yang kita pikirkan adalah jalan penyelesaiannya. Karena pengertian masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Artinya, yang perlu kita pikirkan secara serius adalah solusi atau cara mengatasinya. 

Dan itu hanya bisa terwujud, manakala kita sudah memulai langkah pertama untuk mengatasi masalah tersebut. Langkah aksi pertama kita itulah yang menentukan langkah-langkah berikutnya untuk merampungkan semua persoalan yang sedang kita hadapi.

Ada lagi pepatah bijak yang lain, kita tak boleh lari dari masalah. Masalah sekecil dan seberat apa pun harus kita hadapi. Tuhan Maha Tahu tentang porsi masalah buat kita. Tuhan maha bijak juga bahwa kita mampu untuk menghadapi dan menyelesaikannya. Tuhan tidak membebani seseorang dengan sesuatu yang tak sanggup untuk memikulnya. 

Tuhan selalu memberikan jalan dan solusi buat kita. Meskipun jalan Tuhan tersebut harus kita pancing dengan usaha dan ikhtiar kita, yaitu langkah pertama. Ibarat orang menulis, kita harus berani menulis paragraf pertama, kalimat pertama, kata pertama, dan huruf pertama. Tanpa paragraf pertama, mustahil akan lahir paragraf kedua, ketiga, dan seterusnya.

Seperti Air Mengalir?

Ada juga pepatah yang seolah-olah bijak, yaitu hidup seperti air mengalir, maka kita nikmati dan ikuti ke mana arus air itu menuju. Kita jangan menentang derasnya air yang mengalir, kita ikuti saja, maka kita akan selamat. Benarkah demikian? Pertanyaannya, apakah aliran air tersebut selalu menuju pada sesuatu yang baik. 

Bukankah air akan secara random menuju ke tempat-tempat yang lebih rendah selama ada akses menuju ke sana? Muara air tak selalu pantai yang indah, airnya bening, udaranya bersih, dan pemandangan yang menakjubkan. Adakalanya air berakhir di comberan yang kotor dan menjijikkan.

Dari ilustrasi ini, apakah kita akan tetap memegang prinsip seperti air mengalir? Dan kita siap terbawa arus ke mana pun air bermuara? Berarti hidup kita tengah berjudi dan berspekulasi. 

Di atas arus air, kita berharap air akan membawa kita ke tempat yang menyenangkan. Padahal disadari atau tidak, di tengah-tengah perjalanan pun, kita sudah disuguhkan dengan hantaman batu-batu terjal, onak dan duri, bahkan jurang, yang sewaktu-waktu bisa menghempaskan kita. Tentu kita tidak mau bukan?

Lalu, apakah kita harus selalu melawan dan menentang arus air? Haruskah kita bertelanjang dada menahan kekuatan air yang terkadang dahsyat itu? Bukankah itu justru akan membahayakan keselamatan kita? Lalu bagaimana kita menyikapinya?

Rencana dan Langkah Pertama

Menurut saya, terpenting hidup kita memiliki rencana, memiliki cita-cita, dan memiliki impian. Kebahagiaan itu perlu direncanakan. Kesuksesan itu perlu perencanaan yang matang. Keberhasilan itu perlu kesiapan yang terukur. Seperti halnya ketika kita ingin pergi ke puncak gunung. Kita sudah membayangkan bagaimana perjalanan yang akan kita tempuh. 

Bagaimana medannya, cuacanya, waktu tempuhnya, dan gangguan-gangguan yang akan mengancam. Tentu kita akan menyiapkan sebaik mungkin dengan perbekalan yang akan kita bawa. Harapannya, bekal yang kita siapkan jauh-jauh hari bisa mengatasi semua rintangan yang dihadapi.

Oleh karena itu, perencanaan yang kita buat untuk hidup kita, ibaratnya kita sedang menaruh mahkota menara di suatu ketinggian dan kita sedang meniti satu per satu tangga yang menuju ke sana. Perencanaan hidup yang kita buat inilah yang akhirnya memunculkan strategi-strategi untuk mencapainya. 

Dalam strategi inilah, apakah kita akan ikut air mengalir atau justru menerjang derasnya air. Semua bisa kita tempuh selama mendekatkan kita pada menara tujuan yang kita raih. Dan air mengalir ini saya gambarkan sebagai takdir Tuhan. Tuhan bisa saja membawa kita ke muara pantai yang indah dan menyenangkan, tetapi Tuhan bisa juga membawa kita ke comberan yang kotor, berbau dan menjijikkan.

Sebagaimana keyakinan kita, Tuhan telah menuliskan atau menakdirkan kita untuk menjadi apa, seperti apa, dan bagaimana. Bahkan Tuhan telah menggariskan hidup kita, apakah bahagia atau susah, kaya atau miskin, sukses atau gagal, dan untung atau celaka. Hanya saja, kita tak pernah tahu akan takdir Tuhan. 

Kita tak tahu sedikit pun tentang persisnya seperti apa masa depan kita. Kita tak bisa memastikan apakah cita-cita kita bakal terwujud atau tidak. Dan kita juga tak pernah tahu seperti apa akhir hidup kita kelak. Jangankan cita-cita kita yang masih panjang, satu hari esok yang akan kita alami pun, kita tak pernah tahu.

Tugas kita adalah membuat rencana, memilih strategi, dan melakukan langkah pertama. Di perjalanan hidup, kita akan dihadapkan pada persimpangan dan jalan bercabang. 

Kita harus bisa memilih. Dan pilihan kita adalah jalan yang menuju pada rencana dan tujuan kita. Ketika derasnya arus air mengarahkan kita pada jurang, tentu dengan sekuat tenaga kita melawan dan menerjang arus, agar kita bisa selamat. Pegangan yang menjadi tumpuan kita saat melawan arus, adalah bekal yang sudah kita siapkan untuk memulai langkah pertama dalam perjalanan panjang kita.

Melawan Takdir Tuhan?

Jika kita sudah berusaha sekuat tenaga untuk menahan dan melawan derasnya air, tetapi toh pada akhirnya kita hanyut dan tenggelam, maka itu sudah menjadi takdir Tuhan. Saat kita sedang berpegangan pada akar atau tongkat untuk menerjang arus air, kita tidak sedang melawan takdir Tuhan. 

Sesuatu yang telah terjadi pada waktu kemarin dan saat ini, itulah yang dinamakan takdir. Sementara masa depan belum menjadi takdir kita. Justru saat ini, momentum yang tepat untuk menyiapkan bekal sebaik-baiknya. Membuat rencana dan strategi yang lebih cermat dan matang.

Sebagai contoh, tak usah bicara cita-cita yang panjang, cukup apa yang sedang kita jalani saat ini. Jika kita mahasiswa yang ingin segera lulus kuliah, maka rajinlah untuk setiap hari menengok dan mengerjakan skripsi, tesis, atau disertasi. 

Jika kita mahasiswa yang biaya sendiri, paksakan untuk bisa menyisihkan uang setiap saat, agar pada saat registrasi, dana telah kita pegang. Jika kita yang sedang bekerja dan ingin menjadi pucuk pimpinan, mulailah bekerja keras, pasang target, pegang kepercayaan orang, tanggung jawab, dan bangun relasi. Jika kita pelajar yang ingin masuk perguruan tinggi favorit tanpa biaya, belajarlah sungguh-sungguh, kurangi bermain yang tanpa makna, dan selalu cari tahu peluang beasiswa universitas.

Jika kita orang tua yang ingin anaknya menjadi orang hebat kelak, asuh dan didik sebaik-baiknya, sempatkan waktu dan tenaga untuk anak-anak kita. Jika kita suami atau istri yang ingin rumah tangganya aman dan damai, maka belajarlah menjadi pasangan yang jujur dan setia. Jika kita di usia 40 atau 50 tahun ingin memiliki rumah yang besar, mobil yang mewah, dan harta berlimpah, maka mulailah berdagang, berwirausaha, berbisnis, meriset pasar, mencari kolega, dan mendapatkan modal usaha. Juga apabila kita umat beragama yang menginginkan surga, maka rajinlah beribadah, berbuat baik kepada sesama, dan berdoa.

Termasuk saat ini, jika kita ingin terhindar dari virus Covid-19, maka patuhi protokol kesehatan, seperti selalu memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, hindari kerumunan, dan menjaga jarak.

Kuncinya, senangi dan cintai pekerjaan yang sedang kita jalani, buat rencana, pilih strategi, bekerja keras, semangat, pantang putus asa, dan selalu awali dengan langkah pertama. Selebihnya kita pasrahkan kepada Tuhan, dan berdoa agar kita selalu dipertemukan dengan takdir terbaik-Nya. SEMOGA!

Imam Subkhan, Penulis tinggal di Karanganyar Jawa Tengah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun