Sebenarnya waktu itu, saya sudah ingin interupsi atau menyampaikan pendapat, namun sayang tak ada waktunya. Ditambah, posisi duduk saya di panggung yang hanya bisa jadi tontonan para peserta yang hadir. Persis seperti pemilihan kepala desa, para calon anggota BPD hanya pasif duduk ongkang-ongkang di pangung, hanya melihat dan menunggu proses penghitungan suara berlangsung. Seumur-umur, baru pertama kali mengikuti acara pemilihan kandidat yang modelnya seperti ini. Â
Memang saya masih menyisakan pertanyaan, mengapa kami yang calon anggota BPD tidak dilibatkan dalam sesi musyawarah para peserta? Lalu bagaimana, mereka bisa mengetahui kompetensi dari masing-masing calon? Jika calon yang hadir memang benar-benar perwakilan dusun atau RW setempat yang sudah diusulkan sebelumnya, mengapa dari daerah saya tidak ada yang diundang? Ibaratnya, saya calon anggota dewan tanpa konstituen. Apa mungkin?
Inilah yang kemudian yang saya sampaikan kepada ketua panitia setelah acara pemilihan berakhir. Beliau menjelaskan, bahwa sosialisasi tentang penjaringan anggota BPD sudah dilakukan sejak bulan Mei 2018. Tiap dusun diharapkan memiliki wakil-wakil yang representatif, yang pada hari pemilihan akan diundang. Distribusi undangan diserahkan sepenuhnya ke pihak kepala dusun dan perangkatnya.Â
Sementara saya baru mendapatkan informasi hanya dua pekan sebelumnya, dan undangan satu hari sebelum acara pemilihan. Dan peserta undangan dari dusun yang nantinya bakal memilih, saya juga tak tahu-menahu. Yah, tapi ya sudahlah, semua sudah berlangsung, dan saya sangat menerima hasilnya.
Perilaku Curang oleh Oknum Calon Anggota BPD Petahana
Eehh, tunggu dulu! Ternyata cerita ini belum berakhir, pagi harinya, saya mendapatkan pesan whatsapp dari ketua panitia, bahwa yang hadir di presensi, perwakilan dari RW saya adalah dua orang, atas nama inisial ST dan DL. Harusnya tiga orang yang diundang, tetapi satu tak hadir, dengan inisial SK.Â
Saya pun penasaran dengan orang-orang yang diundang ini, kenapa tidak ketua RW, ketua PKK, atau tokoh lain yang saya familier di daerah saya. Saya pun langsung ke rumah salah satu ketua RT. Dan benar saja, saya bertemu dengan orangnya langsung. Dan ternyata undangan itu dia dapatkan dari salah satu calon anggota BPD, dan ada pesan-pesan khusus, agar nanti memilihnya. "Ha ha ha....," saya tertawa lepas waktu mendengar cerita itu. "Ini dagelan namanya....! Ini yang dipengaruhi adalah orang di daerah konstituen saya, bagaimana jika di daerahnya sendiri, pasti lebih parah dalam menghasutnya...!"
Dan kejadian yang lebih memalukan lagi adalah, pada saat pemilihan orang ini mengaku telah menuliskan atau melingkari satu nama untuk calon anggota BPD. Tetapi dia lupa untuk melingkari nama calon yang kedua. Eeh tak tahunya, pas dibacakan oleh panitia, ternyata nama kedua sudah dilingkari dan disebutkan. "Hahhh...! Lalu siapa yang membantu melingkari nama calon yang kedua? Benar-benar tak masuk akal ini. Jangan-jangan ada hantunya ruangan balai desa ini?"
Sekali lagi, saya sedang tak mencari musuh dengan menulis ini. Ini murni untuk edukasi dan pembelajaran di masyarakat. Marilah kita bisa menerapkan hidup berdemokrasi secara sehat di level paling bawah. SEMOGA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H