"Saya Bukan Calon Boneka"
 Saya sebenarnya sungkan dan malas untuk menulis artikel ini. Karena sejak awal, saya juga tak tertarik untuk menjadi perangkat desa atau anggota lembaga penyelenggara pemerintah desa lainnya.Â
Saya menjadi pengurus RW dan Ketua RT saja, karena "dipaksa" oleh warga, meskipun pada akhirnya saya menikmati dan berusaha sungguh-sungguh untuk melayani warga.
Saya menulis ini semata-mata untuk edukasi atau pembelajaran bagi masyarakat, karena melihat ketimpangan dan kejanggalan yang semestinya tidak berlangsung di hadapan saya.Â
Bagi saya pribadi, yang pada akhirnya tidak terpilih menjadi anggota Badan Permusyawatan Desa (BPD) Jaten, Karanganyar, sungguh saya tak mempermasalahkannya. Hanya saja, naluri dan daya kritis saya seketika muncul manakala melihat proses pemilihan BPD, yang notabene sebagai wujud pelaksanaan demokrasi di level terendah, yakni tingkat desa, tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Saya pun langsung mencari referensi dan rujukan, yaitu aturan hukum yang mengatur tentang BPD, termasuk tata cara pemilihannya. Akhirnya saya dapatkan juga, yaitu berupa Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Karanganyar Nomor 13 Tahun 2016, sebagai pembaharuan dari Perda sebelumnya, yaitu Nomor 14 Tahun 2015, tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.Â
Memang seharusnya ada aturan di bawahnya yang mengatur secara lebih rinci dan teknis, yang merupakan turunan dari Perda tersebut, yaitu berupa Peraturan Bupati Karanganyar. Namun sayangnya, saya tak mendapatkannya. Tetapi Perda ini cukup bisa menjelaskan tentang apa itu BPD dan bagaimana mekanisme pemilihannya.
Kemudian, pasal demi pasal saya baca, terutama pasal-pasal yang mengatur tentang pembentukan BPD. Nah, setelah saya memelajari tentang pembentukan BPD, mulai dari persyaratan, pembentukan panitia pengisian anggota BPD, mekanisme pengisian anggota BPD, dan seterusnya, ternyata saya merasakan ada ketimpangan dan permasalahan di lapangan. Termasuk kesalahan yang disengaja (faktor orang), yang melibatkan salah satu atau beberapa oknum calon anggota BPD.
Sekali lagi, saya menulis ini, tidak bermaksud untuk berupaya membatalkan hasil penetapan anggota BPD yang baru. Sama sekali tidak. Niatan saya hanya untuk edukasi atau pembelajaran di masyarakat. Karena BPD menurut saya adalah lembaga wakil rakyat terendah, atau sebagai parlemen di tingkat desa, yang seharusnya diisi oleh orang-orang yang representatif, artinya benar-benar mewakili daerahnya, serta memiliki skill atau kemampuan dan integritas yang baik. Sehingga bisa menjadi partner atau mitra sekaligus pengawas yang baik bagi kinerja kepala desa.
Sebagaimana disebutkan di dalam Perda, bahwa Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat dengan BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.