[caption id="attachment_378076" align="alignright" width="300" caption="Poster film Filosofi Kopi (Sumber: google.com)"][/caption]
Tak disangka, saya memperoleh kesempatan menonton penayangan perdana film Filosofi Kopi itu dari sebuah kuis twitter. Beberapa waktu lalu, Madama Radio menggelar kuis yang menjanjikan satu tiket gratis untuk film itu. Meskipun pada akhirnya saya tetap memperoleh 2 tiket nonton.
Promosi besar-besaran film ini memang cukup gencar dilakukan oleh manajemennya. Baik di twitter, maupun roadshow di beberapa kota, termasuk di Makassar. Bahkan, seminggu sebelumnya, saya diajak seorang teman menghadiri meet n greet-nya di salah satu kafe baru Makassar. Di kedai kopi sederhana yang diberi nama Kopiteori itu, Chico Jericho dan Rio Dewanto bercerita tentang film yang dibintanginya.
Sejujurnya, film Filosofi Kopi yang saya tonton benar-benar di luar ekspektasi. Skenarionya sungguh berbeda dari cerita yang ada di dalam buku Dewi “Dee” Lestari. Kalau di dalam cerpennya, Dee menggambarkan ceritanya agak sederhana dan “rendah hati”. Entah kenapa, saya justru melihat penggambaran cerita di film agak mewah dan “angkuh”.
“Bukannya semua adaptasi novel yang dijadikan film memang biasanya berbeda dari cerita aslinya?” tanggap seorang teman.
Sejauh pengalaman saya, film yang diadaptasi dari novel memang banyak mengalami pengubahan cerita disana-sini. Diantara novel karya Dee yang sudah difilmkan, nyaris semuanya mengalami pengubahan “ekspektasi” pembaca, kecuali Perahu Kertas. Menurut saya, film yang dibuat dua seri itu cukup mewakili isi dalam novelnya sendiri.
Nah, Filosofi Kopi-lah yang paling banyak mengalami pengubahan dan “pembelokan” dari sisi cerita. Kalau boleh, mungkin lebih tepat jika saya katakan “perombakan” cerita. Banyak improvisasi yang dilakukan di dalam film.
Sosok Perempuan Bernama El
Saya harus mengatakan, lagi-lagi perempuan dijadikan bahan “jualan” bagi penikmat seni.
[caption id="attachment_378075" align="aligncenter" width="591" caption="Julie Estelle. (Sumber: Filosofi Kopi Movie)"]
Salah satu yang paling jelas terlihat adalah adalah kehadiran tokoh perempuan bernama El (Julie Estelle), yang turut mempengaruhi jalan cerita Ben dan Jody dalam menemukan ramuan kopi terenak. Kalau bukan karena El, tentu saja Ben dan Jody tidak akan melakukan perjalanan ke sebuah desa menemukan ramuan kopi terenak, Kopi Tiwus.