Wah, jam tidur saya sebenarnya masih belum cukup. Katanya, tidur yang sehat itu adalah sekira 8 jam sehari. Akan tetapi, gara-gara semalam habis menjalani musyawarah kerja dengan teman-teman LPPM Profesi, saya baru bisa tidur sejenak menjelang jam 5 lewat. Itupun tidur menggantung di titian ruangan. Beruntung, saya tidak celaka dan masih bisa bangun di jam pagi hari. Hehe... Sukses, tidur hanya satu jam... Tentunya, tidak lengkap rasanya jika tidak menikmati pantai yang mengelilingi PPLH Puntondo ini. Teluk Laikang, laut sepanjang pantai yang akan menjadi tujuan jalan-jalan saya. Beberapa teman lainnya, yang berhasil bangun pagi dan tidak ingin melewatkan kesempatan di pagi hari, sudah lebih dahulu kesana dan bernarsis-narsis ria. Sekali saja, tidak ada yang ingin melewatkan momen di pinggir pantai begitu saja.
[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Teman saya sedang asyik-asyiknya meneliti foto-foto hasil jepretannya. (Profesi)"][/caption]
Menemukan jalanan ke pinggir pantai cukup mudah. Saya yang baru bangun (dengan badan pegal bergulat di titian) dituntun oleh suara-suara riang teman-teman saya. Tidak butuh waktu lama, apalagi letaknya persis di belakang areal PPLH, saya bisa menemukan pinggiran laut itu yang hanya dibatasi oleh pagar-pagar kayu pekarangan Puntondo. Ditambah pula dengan suara-suara ombak kecil yang menghempas di pinggiran pantai.
[caption id="" align="alignleft" width="230" caption="Tanaman bakau yang masih kecil. (Profesi)"]
Sejauh mata memandang, pantai berpasir putih ini sungguh menenangkan. Semilir angin pagi benar-benar menjadi sebuah terapi. Air laut yang bening membuat mata bebas memandang tanaman-tanaman di bawahnya. Kepekatan air lautnya pun sangat berbeda dengan pantai-pantai pada umumnya. Menurut saya, kadar garam di laut ini tidak begitu tinggi. sekilas saja memandang airnya, nampak seperti air tawar biasa. Namun ketika saya mencoba sekadar mencicipinya, barulah terasa asin layaknya air laut pada umumnya. Pasir-pasir putihnya pun masih terlihat alami bercampur dengan pecahan-pecahan koral kecil atau kerang laut. Kaki telanjang yang berjalan di atasnya akan terasa tertusuk-tusuk oleh pecahan-pecahan koral itu. Tapi menyenangkan. Saya juga bisa melihat lubang-lubang (yang baru saya tahu) ternyata bekas-bekas galian kepiting. Binatang-binatang itu baru keluar di malam hari, katanya.
Sepanjang pantai, jejeran batu membatasi tiap dua-tiga meter dari pantai. Di sisi dalam, dedaunan-dedaunan yang berguguran dari pantai menggenang. Di sisi satunya lagi, disitulah didapati air laut yang bening. Perkiraan saya, jejeran batu itu sengaja dibuat agar sampah-sampah di pinggiran pantai tidak masuk mengotori laut Teluk Laikang. Maka wajar, laut-laut disini sangat bersih dari sampah. Oh ya, batu-batuan itu pula yang bisa jadi titian menikmati pemandangan di sekitar pantai itu, baik sekadar berfoto ria, maupun jalan-jalan sambil menikmati hilir-mudik perahu-perahu nelayan yang pulang dari melaut. Tak jarang (dan sudah jadi kebiasaan), saya melihat penampakan-penampakan teman-teman saya berpose ala fotomodel siap dijepret.
Di ujung perjalanan kecil saya, sekumpulan rerimbunan tanaman bakau di pinggir laut menjadi latar belakang yang menarik jika ingin berfoto. Bakau-bakau itu pula yang kemudian menjadi pembatas wilayah untuk keperluan snorkeling. Menjajal Snorkeling
Pernah bermain snorkeling? Sekalipun saya belum pernah. Saya hanya sering mendengarnya dari televisi-televisi dan beberapa media lainnya. Snorkeling berkaitan dengan menyaksikan keindahan bawah laut sambil menyelam dan sebagainya. Saya (pada mulanya) menganggap snorkeling itu mirip dengan diving. Namun pada kenyataannya berbeda. Keduanya memang sama-sama menikmati keindahan bawah laut. Bedanya, jika diving menikmatinya dengan menyelam memanfaatkan perlengkapan selam dan sejenisnya, maka snorkeling hanya sebatas mengapung di perairan memanfaatkan pelampung dan snorkel (sejenis kacamata renang dan pipa untuk bernapas) untuk menyaksikan penampakan bawah laut.
[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Siap-siap nyebur ke laut. (Profesi)"]
Kapal berhenti sekitar satu kilometer jauhnya dari bibir pantai. Kedalaman yang tepat, menurut petugasnya, untuk bersnorkeling. Kami harus bersiap untuk kedalaman dua meternya, termasuk saya yang sama sekali tidak pandai berenang. Tapi, rasa penasaran menjajal pengalaman baru itu seakan mendorong saya untuk tetap memberanikan diri. Wong, kita juga pakai pelampung kok.
[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Teman-teman sedang menikmati lautan dengan pelampung dan snorkel seadanya. (Profesi)"]