Mohon tunggu...
Imam Rahmanto
Imam Rahmanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Coffee addict

Cappuccino-addict | Es Tontong-addict | Writing-addict | Freelance

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Snorkeling yuk!

11 Juni 2012   14:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:06 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sudah kebiasaan berenang nih. (Profesi)

Wah, jam tidur saya sebenarnya masih belum cukup. Katanya, tidur yang sehat itu adalah sekira 8 jam sehari. Akan tetapi, gara-gara semalam habis menjalani musyawarah kerja dengan teman-teman LPPM Profesi, saya baru bisa tidur sejenak menjelang jam 5 lewat. Itupun tidur menggantung di titian ruangan. Beruntung, saya tidak celaka dan masih bisa bangun di jam pagi hari. Hehe... Sukses, tidur hanya satu jam... Tentunya, tidak lengkap rasanya jika tidak menikmati pantai yang mengelilingi PPLH Puntondo ini. Teluk Laikang, laut sepanjang pantai yang akan menjadi tujuan jalan-jalan saya. Beberapa teman lainnya, yang berhasil bangun pagi dan tidak ingin melewatkan kesempatan di pagi hari, sudah lebih dahulu kesana dan bernarsis-narsis ria. Sekali saja, tidak ada yang ingin melewatkan momen di pinggir pantai begitu saja.

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Teman saya sedang asyik-asyiknya meneliti foto-foto hasil jepretannya. (Profesi)"][/caption]

Menemukan jalanan ke pinggir pantai cukup mudah. Saya yang baru bangun (dengan badan pegal bergulat di titian) dituntun oleh suara-suara riang teman-teman saya. Tidak butuh waktu lama, apalagi letaknya persis di belakang areal PPLH, saya bisa menemukan pinggiran laut itu yang hanya dibatasi oleh pagar-pagar kayu pekarangan Puntondo. Ditambah pula dengan suara-suara ombak kecil yang menghempas di pinggiran pantai.

[caption id="" align="alignleft" width="230" caption="Tanaman bakau yang masih kecil. (Profesi)"]

Tanaman bakau yang masih kecil.
Tanaman bakau yang masih kecil.
[/caption] Matahari tidak begitu terik ketika saya berjalan di sepanjang pantai itu. Pantai disini berbeda dengan pantai-pantai yang selama ini saya kunjungi yang memang menjadi tujuan wisata atau jalan-jalan. Karena lokasi pantai disini menjadi cagar pelestarian mangrove (tanaman bakau), maka area ini benar-benar dijaga. Tidak untuk keramaian. Wajar, suasana yang didapati, sunyi. Di beberapa titik, saya mendapati bibit-bibit tanaman bakau yang terlihat baru saja ditanam, yang hanya dibatasi oleh batuan-batuan kapur.

Sejauh mata memandang, pantai berpasir putih ini sungguh menenangkan. Semilir angin pagi benar-benar menjadi sebuah terapi. Air laut yang bening membuat mata bebas memandang tanaman-tanaman di bawahnya. Kepekatan air lautnya pun sangat berbeda dengan pantai-pantai pada umumnya. Menurut saya, kadar garam di laut ini tidak begitu tinggi. sekilas saja memandang airnya, nampak seperti air tawar biasa. Namun ketika saya mencoba sekadar mencicipinya, barulah terasa asin layaknya air laut pada umumnya. Pasir-pasir putihnya pun masih terlihat alami bercampur dengan pecahan-pecahan koral kecil atau kerang laut. Kaki telanjang yang berjalan di atasnya akan terasa tertusuk-tusuk oleh pecahan-pecahan koral itu. Tapi menyenangkan. Saya juga bisa melihat lubang-lubang (yang baru saya tahu) ternyata bekas-bekas galian kepiting. Binatang-binatang itu baru keluar di malam hari, katanya.

Sepanjang pantai, jejeran batu membatasi tiap dua-tiga meter dari pantai. Di sisi dalam, dedaunan-dedaunan yang berguguran dari pantai menggenang. Di sisi satunya lagi, disitulah didapati air laut yang bening. Perkiraan saya, jejeran batu itu sengaja dibuat agar sampah-sampah di pinggiran pantai tidak masuk mengotori laut Teluk Laikang. Maka wajar, laut-laut disini sangat bersih dari sampah. Oh ya, batu-batuan itu pula yang bisa jadi titian menikmati pemandangan di sekitar pantai itu, baik sekadar berfoto ria, maupun jalan-jalan sambil menikmati hilir-mudik perahu-perahu nelayan yang pulang dari melaut. Tak jarang (dan sudah jadi kebiasaan), saya melihat penampakan-penampakan teman-teman saya berpose ala fotomodel siap dijepret.

Di ujung perjalanan kecil saya, sekumpulan rerimbunan tanaman bakau di pinggir laut menjadi latar belakang yang menarik jika ingin berfoto. Bakau-bakau itu pula yang kemudian menjadi pembatas wilayah untuk keperluan snorkeling. Menjajal Snorkeling

Pernah bermain snorkeling? Sekalipun saya belum pernah. Saya hanya sering mendengarnya dari televisi-televisi dan beberapa media lainnya. Snorkeling berkaitan dengan menyaksikan keindahan bawah laut sambil menyelam dan sebagainya. Saya (pada mulanya) menganggap snorkeling itu mirip dengan diving. Namun pada kenyataannya berbeda. Keduanya memang sama-sama menikmati keindahan bawah laut. Bedanya, jika diving menikmatinya dengan menyelam memanfaatkan perlengkapan selam dan sejenisnya, maka snorkeling hanya sebatas mengapung di perairan memanfaatkan pelampung dan snorkel (sejenis kacamata renang dan pipa untuk bernapas) untuk menyaksikan penampakan bawah laut.

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Siap-siap nyebur ke laut. (Profesi)"]

Siap-siap nyebur ke laut. (Profesi)
Siap-siap nyebur ke laut. (Profesi)
[/caption] Nah, berkunjung di lokasi perkampungan nelayan ini, kami diberi kesempatan untuk menjajal snorkeling. Tentu saja, untuk menikmatinya tidaklah gratis. Banyaknya anggota kelompok LPPM Profesi mengharuskan kami dibagi ke dalam beberapa kelompok. Pasalnya, speedboat yang menjadi jalan satu-satunya ke lokasi snorkeling hanya bisa dimuat oleh 10-15 orang saja. Perlengkapan snorkeling yang tersedia pun hanya ada 10 unit. Jadilah kami harus menunggu beberapa antrian. Sore itu, cuaca sebenarnya menandakan akan hujan. Awan mendung menggumpal di langit sebelah barat. Matahari pun agak redup, seperti malu-malu memancarkan sinarnya. Namun, kami sudah kepalang tanggung ingin menikmati rasanya ber-snorkeling ria. Dan petugas yang mengantarkan kami tidak sedikitpun melarang perihal cuaca itu. Mereka sudah berpengalaman. Wuzz, deru mesin speedboat bercampur dengan celoteh riang kami. Rasa penasaran seakan mengantarkan kami tak henti-hentinya berbicara di atas kapal. Dengan lincahnya, kami berebut perlengkapan yang ada di atas kapal. Satu-tiga orang, malangnya, tidak kebagian perlengkapan. Ya sudah, nunggu giliran. Ombak-ombak yang menggulung seakan mengguncang kapal cepat kami. Naik turun, oleng kiri-kana, menambah sensasi "menantang" di atas kapal. Ditambah lagi, teriakan-teriakan kegirangan kami yang mewarnai setiap loncatan kapal di atas ombak. "Waow!! Woi!"

Kapal berhenti sekitar satu kilometer jauhnya dari bibir pantai. Kedalaman yang tepat, menurut petugasnya, untuk bersnorkeling. Kami harus bersiap untuk kedalaman dua meternya, termasuk saya yang sama sekali tidak pandai berenang. Tapi, rasa penasaran menjajal pengalaman baru itu seakan mendorong saya untuk tetap memberanikan diri. Wong, kita juga pakai pelampung kok.

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Teman-teman sedang menikmati lautan dengan pelampung dan snorkel seadanya. (Profesi)"]

Teman-teman sedang menikmati lautan dengan pelampung dan snorkel seadanya. (Profesi)
Teman-teman sedang menikmati lautan dengan pelampung dan snorkel seadanya. (Profesi)
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun