“Sudah berapa buku kah yang saya baca dalam sehari?”
Bukan. Seminggu? Oh, tidak. Sebulan? Hm…atau mungkin setahun? Sungguh memalukan ketika kita hidup dalam dunia akademik dan lingkungannya, sementara dalam setahun kita hanya menamatkan buku yang tidak mencapai jumlah belasan. Kita lebih senang terhipnotis tayangan-tayangan televisi yang cenderung merusak moral generasi muda. Mari berhitung sendiri, ketika kecil (hingga dewasa), ada berapa jam dalam sehari kita bisa menghabiskan waktu di depan layar kaca?
[caption id="attachment_358531" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: myquoteshome.com"]
Saya mencoba menantang diri sendiri. Jejaring sosial yang keren itu menjadi tempat “belajar” bagi orang-orang yang senang membaca. Termasuk dengan menyediakan “program-tantangan” bagi para pemilik akunnya.
“2014 Reading Chalenge. Imam has read 35 books toward his goal of 50 books.” Saya dan siapa saja bisa mengatur total buku yang hendak dibaca dalam setahun. Terserah, buku apa saja. Setiap buku yang telah dibaca dalam keseharian, akan ditandai pada jejaring sosial tersebut. Serunya lagi, kita bisa menandai sudah sejauh mana halaman buku yang sementara dibaca. Oiya, ada banyak fasilitas-baca di Goodreads. Termasuk menandai judul-judul buku yang ingin-dibaca.
Meskipun saya tak punya banyak koleksi buku, namun saya punya banyak “koleksi” teman. Biasanya, saya meminjam buku dari mereka. Pun kalau kehabisan stock, di kota Anging Mammiri ini masih punya banyak persediaan buku di beberapa perpustakaannya. Tidak hanya itu. Di kota seribu daeng ini juga punya beberapa perpustakaan keren yang diprakarsai oleh orang-orang maupun komunitas kreatif di Makassar. Sebut saja katakerja, Kedai Buku Jenny, Kampung Buku, dan beberapa kafe yang menyediakan buku sebagai alternatif bacaan. I like it! Lapak-lapak baca semacam itulah yang semestinya diperbanyak di kota yang katanya sedang menggiatkan gerakan gemar membaca ini.
Apa kita pernah sadar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang gemar membaca?
“Anda tidak perlu harus membakar buku untuk memusnahkan budaya suatu bangsa. Hanya dengan membuat mereka berhenti membaca tentang sejarah bangsanya saja.” --RayBradbury
Mungkin 10 buku dalam setahun sudah menjadi rekor paling banyak bagi sebagian orang. Namun, sadarkah kita bahwa kebiasaan membaca di negara-negara maju jauh lebih tinggi? Di Jepang, orang-orang membaca bahkan sambil berdiri.
Menurut Yoshiko Shimbun, sebuah harian nasional Jepang terbitan Tokyo, kebiasaan membaca di Jepang diawali dari sekolah. Para guru mewajibkan siswanya untuk membaca selama 10 menit sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kebijakan ini telah berlangsung secara behaviouristik, membentuk perilaku kegemaran membaca pada masyarakat Jepang.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Tengok saja pemberitaan yang lebih banyak menohok bahwa bangsa kita ternyata sangat kurang dalam budaya baca! Dan semakin mengesalkan melihat betapa diri sendiri masih tergolong ke dalamnya. Sebagai generasi muda yang masih punya banyak letupan semangat, sudah seyogyanya membangun budaya baca sedari sekarang. Kapan pun. Dimana pun. Apa pun.
Nah, sekarang, berapa buku kah yang telah kamu baca tahun ini?
***
Baru-baru ini saya mendapatkan voucher belanja Gramedia senilai 200ribu. Yah, dihadiahkan oleh komunitas Blogger Anging Mammiri karena berhasil menyabet nominasi dalam lomba yang digelar bertepatan dengan hari Blogger Nasional lalu, 27 Oktober. Terima kasih. Lihat postingan disini.