Mohon tunggu...
Imam Prihadiyoko
Imam Prihadiyoko Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis

hobi travel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Klampok: Wajah Prajnaparamita (7)

23 November 2024   06:00 Diperbarui: 10 Desember 2024   20:44 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ups.... tidak sampai satu jam kemudian, perjalanan darat dengan menggunakan mobil, Joy sudah bisa memarkir kendaraan kesayangannya itu, persis di depan rumah masa kecilnya. Rumah dengan bangunan limas khas Jawa itu, bagian bawahnya sudah di plester, tampak tembok melingkar setinggi satu meter mengelilingi rumah itu. 

Di bagian atasnya, dibuat dinding dari kayu yang disusun sirap. Sementara di bagian dalamnya, dinding dilapis triplek, kemudian di cat warna biru muda. Warna yang mulai memudar itu, tampak bersih, meski disana-sini memang memperlihatkan kusam dan kecoklatan. Warna ini memperlihatkan tanda-tanda ketuannya.

Pernah satu kali Joy dan saudara lainnya ingin merombak rumah itu dijadikan berdinding tembok. Namun setelah bermusyawarah, semuanya sepakat untuk merawat rumah itu apa adanya. Mereka kemudian hanya melakukan perbaikan di bagian yang rusak dan membutuhkan perbaikan minor saja. Biasanya, ada genting yang pecah atau merosot, dan menyebabkan kebocoran. Karena kebocoran itu, menyebabkan air melubangi plafon yang dibuat dari triplek. Perbaikan lain yang pernah dilakukan, adalah mengganti kusen pintu yang bagian bawahnya growong karena dimakan rayap. Perbaikan dilakukan dengan mengganti bagian bawah yang dirusak rayap, tanpa mengganti keseluruhan kusen.

Semua saudara Joy, menginginkan agar rumah masa kecil itu, bentuk bahkan warnanya tetap dipertahankan, sebagai kenang-kenangan masa lalu yang bisa dilihat. Model jendela kaca yang bisa dibuka ke depan, dan kaca patri warna-warni di bagian bawahnya, menjadikan rumah itu semakin terasa antik dan unik. Dari kaca warna-warni di bagian bawah daun jendela itu, akan membiaskan cahaya matahari yang masuk dan menembus kaca. Hasil pembiasan cahaya yang bisa menerobos masuk itu, memendarkan cahaya yang amat menarik di bagian dalam rumah. Cahayanya memberi kesan anggun, dan terasa seperti punya daya tarik magis yang entah apa pengaruhnya. Yang jelas, Joy sangat menyukai warna-warna yang menembus dan membias halus dan berhenti di dinding triplek yang ada di dalam rumah, setelah sebelumnya memenuhi ruangan tamu dan sebagian ruang makan yang berdampingan dengan ruang tamu.

Sementara itu, genting kodok yang menjadi atap, dibagian paling atas itu, memang menjadi kekhasan yang memperlihatkan masa kejayaan semasa orangtuanya masih hidup. Genting sederhana itu, pada waktu dipasangkan untuk mengganti genting biasa yang ada sebelumnya, menjadi yang pertama di kampung itu. Kemudian diikuti pak Jono, lurah setempat yang sekarang juga sudah meninggal. Rumahnya ditempati Sari, anak keduanya yang sudah menikah dengan Partono, teman sekelas Joy sewaktu SMA. Partono memangberasal dari desa sebelah, namun sebagai teman sekolah, dia sering main di kampung ini. Entah apa pekerjaannya sekarang, dan dimana keberadaan mas Iwan, kakak Sari sekarang, hampir tidak ada yang mengetahuinya.

Iwan ini, salah satu sahabat Joy sejak kecil. Mereka biasanya selalu bermain bersama. Hampir setiap hari, mereka menjadi motor bagi kelompok kecil yang berjumlah 6 orang. Sementara di lapangan sepak bola yang lokasinya berada di sebelah kanan jalan masuk desa, sekarang sudah tidak ada lagi. Dulu di lapangan itu, menjadi tempat favorit mereka bermain bola. Hampir setiap hari bermain sepak bola dengan menggunakan bola plastik. Bola yang mereka beli secara patungan dengan teman-teman yang biasa berkumpul bersama di pasar desa itu, menjadi bola kebanggaan karena dibeli dari uang jajan mereka selama sebulan. Selain sepak bola, di lapangan ini mereka biasa bermain layang-layang.

Warga desa juga sering memanfaatkan lapangan ini, untuk berbagai kegiatan bersama, seperti peringatan tujuh belasan, atau peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Biasanya, dibangun panggung pertunjukkan dengan ada tenda besar di bagian atasnya. Di panggung ini, para tokoh desa senang sekali berpidato bergantian. Pementasan wayang kulit semalam suntuk. Sementara Joy sendiri, tidak terlalu tertarik dengan apa yang disampaikan kecuali saat ada pengumuman pemenang berbagai perlombaan yang digelar dan diikutinya.

Joy dan teman-teman masa kecilnya, hanya senang menyaksikan penampilan musik yang pemainnya diundang dari Kecamatan Gondanglegi. Permainan mereka sungguh luar biasa. Kelompoknya komplit, karena mereka membawa empat orang artis penyanyi yang kulitnya putih atau kuning langsat bersih, wajahnya selalu tersenyum menyapa penonton dengan ramah seolah-olah sudah mengenal baik warga kampung itu. 

Keramahan mereka membuat wajahnya makin bercahaya, rambut ikal mayang, ada yang lurus panjang sebahu, ada juga yang berambut pendek memperlihatkan lehernya yang jenjang dan menggunakan pakaian yang amat ketat. Penilaian ini, karena memang warga setempat hampir tidak ada yang pernah menggunakan baju dengan sangat ketat semacam itu. Ada juga yang menggunakan rok pendek, hingga memperlihatkan paha mereka, dan tanpa risih mereka bergoyang, berjoget mengikuti irama lagu yang dimainkan dengan lincah oleh lima orang pemain musik.

Penampilan musik di panggung itu, biasanya berlangsung selama seminggu. Selain penampilan musik dari Kecamatan Gondanglegi, ada juga artis lokal kampung mereka, yang ikut bernyanyi bersama penyanyi yang diundang itu. Namun, suaranya seringkali membuat penonton tertawa, karena memang terasa fals dan nggak begitu pas dengan lagu yang mereka dengar dari kaset, ataupun dengarkan dari radio.

Sehari sebelumnya, Joy memang ingin menyegarkan badannya, dengan memilih menginap di salah satu hotel di pusat Kota Malang, kota kelahirannya, dan tidak langsung menginap di rumah itu. Rasanya penat sekali, selah mengendarai mobil sendirian, sejak berangkat dari Jakarta. Ia ingin berendam air hangat, atau mandi di bawah shower yang memancar dengan kencang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun