Mohon tunggu...
Imam Prihadiyoko
Imam Prihadiyoko Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis

hobi travel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Klampok: Pulang

18 November 2024   06:00 Diperbarui: 18 November 2024   07:47 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Memang sengaja Joy, melarikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Selain ingin cepat sampai, ia berdoa agar perjalanannya tidak diihentikan oleh petugas. Ia sudah berbekal surat keterangan dari seorang polisi, teman baiknya sejak masih kecil, yang saat ini bertugas di Jakarta.

Bersyukur, selepas azan subuh, kendaraannya sudah memasuki wilayah Semarang, dan ia pun merapatkan kendaraanya di rest area terdekat. Si merah marun pun, langsung nangkring di depan masjid yang ada di tempat peristirahatan itu. Masjid yang biasanya cukup ramai oleh jamaah itu, kini tampak sepi. Selain dirinya, hanya ada tiga orang lain yang hadir di masjid itu.

Merekapun seperti terburu-buru menyelesaikan sholatnya dan segera kembali ke kendaraannya. Maklum, Pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini, memang telah menimbulkan ketakutan bagi semua orang. Apalagi, laporan kematian tentang orang yang terserang Covid-19 pun terus bertambah setiap harinya.

Joy pun tidak kalah khawatirnya dengan ketiga orang yang sudah menyelesaikan sholat subuh itu. Namun, dia merasa tidak harus terburu-buru, juga tidak dilama-lamakan. Tidak sampai lima menit kemudian, dia sudah duduk dikursi sopir si marun. Tiba-tiba rasa kantuk menyerang, dan Joy pun memilih menyandarkan badannya. Mungkin istirahat sejenak, akan menyegarkan kembali badan dan konsentrasinya. Selain, memang cukup berbahaya jika mengendarai mobil dalam keadaan mengantuk.

Joy pun teringat, lima tahun lalu saat mengendarai mobil dalam keadaan ngantuk, di jalan yang menghubungkan Solo-Yogyakarta. Kondisi gerimis, membuat udara dingin kian menusuk. Saat itu, ia habis mengikuti perhelatan Muktamar Nahdlatul Ulama di Solo. Kebetulan, ia mendapatkan order untuk menyiapkan makanan bagi peserta Muktamar. Seusai penyelenggaraan itu, Joy segera pulang, tanpa beristirahat lebih dulu. Ia ingin segera tiba di Jakarta, karena sudah ada janji untuk memberikan pelatihan kuliner bagi UMKM di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Jadilah ia nekad berjalan pulang sendirian, meski kondisi tubuh terasa lelah. Perjalanan baru sekitar tiga puluh menit, ia dikagetkan dengan benturan suara keras. Mobilnya terhenti. Beberapa detik kemudian, ia sempat tidak tahu apa yang terjadi. Rupanya, ia sempat tertidur tadi, sehingga tidak tahu kalau mobilnya sudah menabrak drum besi bekas minyak goreng berisi bongkahan batu. Drum itu diletakkan di tengah jalan, sebagai pemberitahuan kalau di sampingnya ada warga yang sedang menggelar hajatan. Namun, dalam cuaca gelap malam, hujan yang masih gerimis sejak sore, ditambah kondisi badan yang memang perlu diistirahatkan, membuat drum besar itu jadi tidak terlihat.

Walah, mobilnya masih menyala, namun tidak bisa bergerak maju. Rupanya, ban depan sebelah kirinya, sudah nangkring diatas drum yang terguling. Ia pun turun dan sangat kaget ketika melihat apa yang terjadi. Ban mobilnya miring ke luar sejajar dengan drum yang terguling itu. Sementara itu, as mobilnya sepertinya patah. Satu yang segera terpikir dikepalanya, menelpon Wandi, bengkel langganannya di Solo. Hampir satu jam kemudian, Wandi baru tiba di lokasi, dan ia langsung menderek mobil Joy untuk dibawa ke bengkelnya yang ada di daerah Klaten. Setiba di bengkel, ia pun minta Wandi mengantarkan ke hotel terdekat, dan memutuskan untuk istirahat, sebelum melanjutkan perjalanannya. Apalagi, mobilnya pun tidak bisa dipergunakan.

Entah berapa lama matanya terpejam, dan konsentrasinya menghilang. Tiba-tiba dia merasa ada orang yang mengguncang-guncang tubuhnya, kemudian seperti berbisik memanggil namanya. Badannya tak bisa digerakkan, lemas, dan kaku sekaligus. Hanya kepala dan bola matanya yang liar menatap sekeliling, dan hidungnya kembang kempis karena mencium harumnya bunga melati yang amat dikenali.

Aroma bunga yang dulu sewaktu kecil, setiap pagi wanginya tercium dari kamar tidurnya. Karena, persis di depan jendela kamarnya, ditanami bunga melati. Bunga itu, seingatnya tidak pernah berhenti berkembang. Keharumannya selalu menerobos lubang jendela dan memasuki kamar dengan lembut. Apalagi ketika angin pagi berhembus pelan, ikut membawa embun pagi dan semerbak melati yang menyegarkan.

Disaat hampir tertidur pulas, matanya pun sudah terkatup, dan pendengarannya mulai sayup-sayup melemah, serta nafasnya sudah mulai teratur, serta kesadarannya pun mulai menghilang, ia merasakan lagi kehangatan yang menerpa wajahnya. Panggilan halus, atau lebih tepatnya sebuah bisikan lembut memanggil-manggil namanya, terdengar lagi semakin jelas.

Kali ini, karena badannya terasa tidak bisa digerakkan, maka ia hanya bisa fokus pada pendengarannya saja. Joy merasa sangat mengenali suara yang memanggilnya itu, namun ia tidak tahu persis siapa, ataukah ia sudah melupakan seseorang yang pernah dekat dengannya dalam kehidupan sebelumnya, ataukah itu hanya suara yang mirip dengan suara seseorang yang pernah dikenalnya. Entahlah, satu hal yang jelas, ketika kesadarannya mulai pulih, dan rasa hangat menerpa wajahnya, serta badannya bisa digerakkan dengan bebas, suara itu pun menghilang. Ia sempat celingukan ke kiri dan ke kanan, mencari-cari sesuatu yang tak tahu apa seperti apa wujud barang yang dicarinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun