Sejak ISIS meningkatkan gerakan radikalnya, pada November lalu dengan menyebar aksinya ke Eropa dan mengeluarkan ancaman serangan ke berbagai wilayah lainnya di dunia, Islamophobia juga semakin meningkat.
September 2015, BBC.com menurunkan tulisan tengang peningkatan kejahatan karena Islamphobia di London. Sampai pertengahan tahun lalu, kasusnya mencapai 816 kejahatan karena Islamphobia. Jumlah ini meningkat 70 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara huffingtonpost.com pada Juni tahun 2015, juga menurunkan tulisan tentang peningkatan Islamphobia di Amerika Serikat.
Bagaimana dengan Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia ?
"Hingga hari ini, belum ada penelitian serius tentang ini," ujar Najib Burhani, peneliti LIPI yang banyak meneliti tentang Islam dan kelompok keagamaan marginal di Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Ketika ISIS mengklaim sebagai pelaku teror di Jakarta, pada tanggal 14 Januari lalu, dan media banyak mengungkap tentang tipikal pelaku, publik pun seperti terbawa phobia terhadap gerakan Islam.
Menurut Najib, manusia seringkali phobia terhadap sesuatu yg berbeda dengan dirinya, dan melihat kelompok lain sebagai ancaman. Ini terutama terjadi ketika dunia menjadi semakin terbuka dalam globalisasi.
Menurut Najib, banyak orang menganggap kedamaian itu hanya terjadi ketika masyarakat homogen. Itu sebabnya, banyak yang menolak sesuatu yang datang dari luar.
“Tidak harus melihat pada agama, beberapa ormas besar di negeri ini sepertinya ingin melancarkan peperangan terhadap budaya Arab. Bukankah ini satu bentuk dari Arabophobia? Sebagian dari kita sering menjelek-jelekkan orang Arab dan orang Barat. Menganggap orang Arab itu hobinya perang, bertikai, bermewah-mewah. Ini saya kira termasuk Arabophobia juga,” ujar Najib yang dalam banyak kesempatan menyampaikan thesis yang menarik tentang masyarakat.
“Masyarakat kita, dan masyarakat lain saat ini, sering berpikir "If they were not here, life would be perfect, society will be harmonious again" (Jika orang-orang yg berbeda itu tidak berada di sini, maka hidup ini akan menjadi sempurna. Masyarakat akan menjadi harmonis kembali. Padahal masyarakat itu pada dasarnya sudah terbagi-bagi. Kalaulah tidak karena agama, mereka terkotak-kotak karena faktor lain,” ujarnya.
Islam moderat
Peningkatan Islam phobia ini juga dirasakan oleh Muslim Indonesia. Itu sebabnya, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, sebagai organisasi keagamaan Islam terbesar di Indonesia bergerak untuk memperlihatkan wajah Islam yang rahmatan lil'alamin, Islam yang menjadi rahmat bagi umat manusia.
Terlepas dari muktamar NU dan Muhammadiyah yang dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan tahun lalu, kedua organisasi Islam ini dengan lebih intensif mempromosikan tentang Islam di Indonesia yang moderat.
Pada November lalu, NU pun meluncurkan film Rahmat Islam Nusantara (The Divine Grace of Islam Nusantara), sebagai pembelaan kepada dunia tentang Islam Nusantara yang moderat. Film yang berdurasi 90 menit tersebut, mengajak agar umat Islam tidak berpandangan kaku pada teks kitab suci, tapi perlu melihat sisi kemanusiannya Islam. Film ini juga mengajak agar umat Islam Indonesia dan dunia, untuk mengikuti jejak wali songo yang telah menyebarkan
Islam di pulau Jawa dengan cara damai. Dengan cara inilah, Islam bisa berasimilasi dengan budaya lokal.
Sementara Muhammadiyah.or.id menuliskan, Islam berkemajuan itu dilandasi nalar. Islam akan maju dan berpengaruh jika Islam hadir mewarnai peradaban. Secara konseptual, KH Mas Mansur mengatakan, untuk mencapai Islam yang berkemajuan, umat Islam harus maju dalam semua bidang.
Pandangan seperti ini, tentu amat berbeda dengan kekhawatiran kelompok Islamphobia dan tingkah laku Islam garis keras. Bagi kalangan Nahdliyin dan warga persyarikatan Muhamamdiyah, tentu mereka gundah dan sedih ketika dalam setiap aksi teror yang terjadi, maka yang sering dipersalahkan adalah keislaman para pelaku yang sebetulnya amat tidak Islami.
Tentu ini pekerjaan rumah yang tidak mudah, namun insya Allah akan bisa diselesaikan.
Imam Prihadiyoko - unpublish feature
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H