"Seseorang sering ter-kaget2 karena tidak terbiasa memperkiran apa yg terjadi (melakukan simulasi) dan/atau sistem disekellingnya ABS (Asal Bapak Senang).. Gampang kaget deh," tulis Rizal Ramli di timeline-nya menanggapi pertanyaan salah satu netizen.
Jokowi seakan-akan bermimpi akan memimpin dua periode untuk melanjutkan kegagalan pembangunan infrastruktur dan menyebutkan periode kedua adalah revolusi karakter dan pembenahan SDM. Padahal dalam beberapa postingan netizen, kita semua mahfum, bahwa keminiman pemahaman rezim atas persolan bangsa jadi pintu masuk para oportunis untuk meng-golkan kepentingan kroni mereka. Prilaku ABS (asal bapak senang) menjadi tontonan publik. Gak kaget antara satu menteri dan menteri lainnya pada eker-ekeran (jawa: berantem).Â
Hanya satu topik saja para menteri dari rezim ini anteng dan sepakat, tidak memperlihatkan friksi dan dinamika adu argumentasi ke hadapan publik, yakni remisi untuk Robert Tantular. Membayangkan seorang bandit yang mencoleng duit rakyat trilyunan rupiah dapat remisi 77 bulan atau 6.5 tahunan. Wow!
Apa tega kita men-cap rezim ini rezim maling?
Penulis memilih untuk menyebutkan rezim ini adalah produk 'media darling' yang gagal. Mengutip pendapat Arbi Sanit beberapa tahun lalu pasca pelantikannya menyebutkan sosok presiden ketujuh ini hanyalah presiden kebetulan. Bukan betul-betul presiden. Bahkan Arbi Sanit memprediksi akan terjadi kekacauan hukum dan pemerintahan karena dipimpin oleh presiden terlemah dalam sejarah Indonesia. Modal besar rezim ini adalah keberhasilan konsultan asing yang memoles citranya dan kesuksesan media mainstream membombardir publik dengan fake news.Â
Jadi abaikan saja sihir-sihir media yang sudah terkooptasi dan beralih menggunakan nalar dan fakta-fakta yang berserakan didepan mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H