Mohon tunggu...
Imam Muhayat
Imam Muhayat Mohon Tunggu... Dosen - Karakter - Kompetensi - literasi

menyelam jauh ke dasar kedalaman jejak anak pulau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendampingan Pasca Gempa di Pidie Jaya, Aceh

21 Oktober 2018   06:05 Diperbarui: 21 Oktober 2018   07:19 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bapak Noval paham betul wilayah ini. Saat konflik Aceh daerah ini merupakan basis kekuatan GAM, yang memang berdasarkan kontur tanah dan hutan yang lebat memudahkan persembunyian layaknya konflik yang terjadi. 

Bapak Noval termasuk orang yang dapat ngemong dari kedua belah pihak. Sehingga ia tidak merasa menjadi musuh kedua belah pihak. Tentu kami semua bisa banyak belajar dari sosok beliau ini sebagai pengusaha dan tokoh masyarakat dan bagaimana ia dapat menempatkan diri agar dapat melaksanakan tugasnya tetap saja mempunyai peluang untuk keberlangsungan kehidupan dalam keseharian bagi keluarga dan masyarakatnya dengan baik.

Melihat dan merasakan gerak alamiah secara langsung di wilayah Pidie Jaya, terasa ada getaran magis langkah-langkah para pejuang kemanusiaan di wilayah ini. Dulu, jauh sebelum penandatanganan MoU damai konflik Aceh di Swedia banyak catatan harianku mengulas tentang konflik di wilayah ini sebatas informasi dan imajinasi yang terkemas dari berita media cetak dan elektronik. 

Dengan menyaksikan wilayah ini secara langsung terasa lebih mendekatkan hasil analisis saya kala itu dan dari serpihan-serpihan cerita kala itu memberikan petunjuk langsung betapa kedamaian Aceh mesti terus dipelihara dan dipertahankan selamanya agar dapat memberikan pencapaian secara nyata impian cita-cita masyarakat Aceh yang baik dan berkeadaban tinggi sebagaimana yang telah mereka capai dari generasi ke generasi. 

Cita-cita itu sebagaimana dikisahkan oleh seorang penulis Aceh bernama Teuku Abdullah Sulaiman yang dikenal dengan nama penanya T.A Sakti. Ia lahir di Gampong Becue, Kecamatan Skti, Kabupaten Pidie dan pernah memperoleh Bintang Budaya Parama Dharma yang disematkan Presiden Megawati di Istana Negara, Jakarta. Berikut ini karyanya (terjemahan dari Bahasa Aceh):

"Aceh ini wahai Teungku/Tiap pelosok harapkan damai/Masyarakat yang beragam suku/Semua dibantu sejahtera bersama/masyarakat yang hidup di dalam negeri/Tamsil lebah ramai sekali/Laki perempuan suami isteri/Anak ribuan dalam rumah tangga/Semua ada kerja jika dikaji/Kecuali yang uzur yang sudah renta/Kecuali anak-anak yang belum baliq/Itulah mereka yang bekerja/" ( L.K. Ara: 2014, 75).

Dari pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Aceh berasal dari berbagai ragam suku dan latarbelakang yang mendambakan masyarakat damai penuh kesejahteraan. Suatu suku bangsa yang dapat melindungi semua komponen bangsa baik bagi anak-anak dan orang-orang yang tidak berdaya, dalam kehidupan yang diridhai Allah SWT. Begitulah masyarakat Aceh dengan segudang harapan dan cita-cita pencapaian yang dilaksanakan secara tulus dan penuh perjuangan yang tak pernah surut lapuk dimakan arus zaman yang silih berganti itu.

Sepanjang perjalanan terasa betul dampak gempa bumi Aceh. Di sana-sini banyak rumah penduduk dan fasilitas umum meninggalkan sisi-sisa reruntuhan yang masih banyak berserakan. Tenda-tenda penampungan pengungsian masih berdiri dan penghuninya mengadakan kegiatan seadanya di tempat penampungan tersebut. 

Tempat yang kami kunjungi  berdasarkan pemaparan Bapak Noval berada di ujung bukit. Sebelum melanjutkan perjalanan rombongan istirahat sejenak di warung kopi sekadar menghilangkan kepenatan. Di tempat tersebut banyak orang-orang yang duduk memakai atribut partai Aceh. Kami disambut hangat oleh mereka. Saat saya mengajak komunikasi dengan memuji peci khas yang dipakai mereka,  malah dibagikan peci tersebut kepada semua rombongan.  

Rombongan dikawal mobil berlabel partai Aceh. Belakangan kami ketahui mereka adalah para tokoh GAM saat masih terjadi konflik. Selama 3, 5 jam perjalanan, kami sampai di tempat tujuan disambut hangat tokoh masyarakat, pimpinan desa, bapak sekda Pidie Jaya. Acara dimulai dan berakhir dengan penandatanganan MoU antara Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Badung dengan tokoh masyarakat untuk membangun masjid di Jimjim, Bandar Baru, Pidie Jaya. Dari program kerja tersebut, alhamdulillah masjid berdiri megah pada akhir 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun