Karena padatnya kegiatan yang harus saya lakukan pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014 rasa lelah tak terelakkan. Kemudian, pada jam 04.25 tanggal 19 Oktober 2014 Minggu pagi, saya sudah bangun, bersiap-siap untuk mengisi suatu acara yang sudah dihubungai sebelumnya, yaitu, agar saya dapat mengisi sebuah kajian subuh di salah satu Mushola di Bali.
Saya datang dan waktu subuh jatuh pada 04.37 Wita, Masuk mushola dan langsung mengikuti shalat subuh berjamaah. Selesai Imam menunaikan shalatnya kemudian saya berdiri di depan untuk mengisi acara kajian tersebut.
Acara tersebut dihadiri oleh jamaah sholat subuh sekitar delapan puluh jamaah. Prediksi itu berdasarkan kalkulasi jamaah yang mengisi shaf dalam mushola itu sudah dapat diperkirakan dengan jelas. Kegiatan itu sudah terbiasa berlangsung yang dimulai 1,5 tahun yang lalu. Setiap Minggu pagi kegiatan selalu terlaksana dengan baik.
Sejak dari rumah saya sudah persiapkan tema makalah dan berikut power point yang bisa diakses dengan monitor LCD. Â Karena suatu hal, terkait dengan LCD kurang berfungsi dengan baik, akhirnya makalah dan power point yang sudah saya persiapkan tidak bisa ditayangkan pada jamaah subuh. Acara saya isi tanpa menyentuh laptop yang sudah saya persiapkan. Saya mengisinya secara ekspresif seperti ceramah-ceramah sebagaimana yang biasa saya lakukan.
Sehari sebelumnya, yaitu pada hari Jumat, kebetulah saya dapat mengikuti shalat Jumat di Mushola itu juga. Pada akhir khutbah Jumat, sang khotib menyertai doanya sebagaimana yang biasa dilakukan oleh khotib Jumat. Namun, yang terasa lain bagi saya doa yang khusus diperuntukan bagi Indonesia, apalagi momentumnya menjelang akhir dan menyongsong kepemimpinan baru saat ini.
Usai shalat Jumat saya duduk melingkar dengan para jamaah yang tergolong semuanya telah saya kenal dengan baik. Suasana seperti itu berakhir pukul 14. 15 Wita. Pembicaraan biasa saja, tetapi juga tidak lepas menyinggung gegap gempitanya hajatan bangsa Indonesia yang sebentar lagi digantikan oleh kepemimpinan baru Bapak Jokowi - JK.
Hal yang menarik dalam pembicaraan tersebut juga, ternyata banyak di antara mereka  mengkhawatirkan dengan berbagai kemungkinan yang terjadi di balik alih kepemimpinan tersebut. Belum lagi dengan adanya Kirab Geredeg. Dengan kirab tersebut dikhawatirkan, karena berbagai kekecewaan sebelumnya yang belum sepenuhnya terobati atau barangkali ada orang yang sengaja memancing di air keruh membuat ulah yang tidak diinginkan bersama. Sehingga dapat menodai acara yang dinantikan bangsa Indonesia itu oleh ulah orang yang tidak bertanggung jawab.
Ditengah-tengah kajian yang saya lakukan, sedikit menyinggung kepemimpinan. Kepemimpinan yang baik adalah seorang pemimpin dapat mendorong, mengarahkan, mewujudkan, mengontrol dengan baik suatu tujuan yang ingin dicapai. Minimal dengan ke-empat pola motivatif itu dapat menstabilkan jalannya roda kepemimpinan melaju pada rel yang benar.
Kekmudian saya juga menekankan bahwa begitu baiknya pemimpin tanpa diikuti oleh orang yang dipimpin tentu tujuan tersebut tidak akan berhasil. Karena itu, dalam proses kepemimpinan yang berlangsung tidak lepas sinergisme antara pemimpin dengan orang, masyarakat yang dipimpinanya.
Saya menggambarkan kemandirian kepemimpinan pada saat melaksanakan ibadah haji. Seseorang yang melaksanakan ibadah haji bukan tidak ada yang memimpin. Buktinya ada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), ada ketua regu, ada ketua rombongan, ada ketua Kloter, ada pemimpin Daker (Daerah Kerja) yang ada di Saudi Arabia, dll. Semua fungsi tersebut telah bekerja dan berkoordinasi dengan benar. Tetapi setelah terjun di lapangan, tentu tidak akan lebih sukses dan benar-benar mencapai tujuan haji yang mabrur tanpa diikuti dengan kemandirian total. Apabila hanya mengandalkan fungsi pucuk pimpinan maka semuanya tidak akan berjalan dengan baik. Namun bukan berarti tidak sangat berarti pemimpin, karena pemimpin yang baik akan selalu membukakan jalan yang lapang bagi orang-orang yang sedang dipimpin.
Waktu yang saya manfaatkan dalam mengisi acara tersebut tidak terasa memasuki satu jam berlalu. Nampak matahari sudah mulai beranjak dari Ufuk Timur. Dan saya mengakhiri acara tersebut dengan doa yang pada akhir doa khusus diperuntukkan bagai Bangsa dan Negara Indonesia agar memperolah predikat "Baldatul Thoyyibatun Warabbun Gafur" Negeri yang penuh kemakmuran yang penuh ampunan dan ridaNya.
Selesai acara tersebut sudah seperti biasanya ada makanan kecil untuk sekadar mengisi perut yang masih kosong pada pagi hari. Pada sela-sela rehat itulah saya ditembak orang yang tidak saya kenal sebelumnya, agar saya dapat mengisi acara perkumpulan jamaah haji-nya angkatan 2010 pada pukul 10.00 Wita 19 Oktober 2014 -- beberapa jam lagi, di suatu tempat yang saya sendiri belum mengetahuinya. Saya meminta nomor kontaknya, "insyaallah saya datang." Saya yakinkan.
Sebagaimana janji yang saya ikrarkan barusan, saya bergegas menuju tempat yang ditunjukkan. Dengan niat bismillah melaju pada pukul 09. 30 dan dapat mencapai tempat yang saya maksud  pukul 09 45. Masih lima belas menit ternyata belum ada yang datang dan saya bisa ngobrol dengan orang yang saya maksud dengan leluasa. Ternyata beliau pensiunan dari Angkasa Pura Bali.
Acara berlangsung dengan hidmat dan sekali lagi ingin saya sampaikan bahwa maksud pun tidak jauh dari beberapa jam sebelumnya yaitu memohon kepadaNya kita semua diberikan kekuatan untuk dapat mengabdi kepadaNya penuh ridaNya. Bangsa Indonesia yang sedang melepaskan putra terbaiknya, Bapak SBY-Budiono dan kini meraih putra terbaiknya Bapak Jokowi-JKÂ agar selalu dalam rahmatNya dimudahkan seluruh langkah-langkahnya, sukses memimpin dalam realitas kebhinnekaan Indonesia. Wallahu a'lam. Imam Muhayat, Bali, 19 Oktober 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H