guru yang dikenal karena ketelitian dan ketekunannya. Dia menghabiskan hidupnya untuk mendidik anak-anak yang hampir terlupakan oleh dunia di sebuah desa kecil yang terpencil. Ruang kelasnya kecil, terdiri dari bangunan tua yang dindingnya mulai retak, tetapi semangat Aisyah selalu berhasil menghidupkan suasana.
Aisyah adalah seorangHari itu hujan deras. Meskipun beberapa anak tidak hadir di sekolah, Aisyah tetap berdiri di depan papan tulis dan menunggu dengan sabar. Hanya tiga dari lima belas siswanya yang hadir. Rina, yang selalu duduk di barisan paling belakang, adalah salah satunya.
"Apa kalian tahu bahwa setiap tetes hujan adalah berkah?" tanya Aisyah dengan senyum hangat. Sama seperti kalian, yang selalu menjadi berkah bagi Ibu.
Rina dengan mata berbinar menatap gurunya. Ia menyadari bahwa Aisyah mengajarkan tidak hanya pelajaran, tetapi juga cinta dan harapan. Di balik senyum itu, bagaimanapun, ada rahasia yang selalu disimpan Aisyah.
Malam itu, Aisyah mengalami sakit dadanya di rumah kecil yang ia tempati seorang diri. Dia mengalami kelelahan fisik beberapa bulan terakhir, tetapi ia tetap menolak untuk berhenti mengajar. Dia percaya bahwa anak-anak adalah alasan hidupnya.
Anak-anak mulai gelisah suatu pagi ketika Aisyah tidak hadir di sekolah. Mereka mempertanyakan ke mana guru mereka yang selalu tiba lebih awal. Akhirnya, kepala desa memutuskan untuk pergi ke rumah Aisyah.
Mereka menemukan Aisyah terbaring lemah di atas ranjangnya di tempat itu. Meskipun dia tersengal, matanya berbinar ketika dia melihat anak-anak datang berkerumun di depan pintu.
Rina bertanya dengan suara gemetar, "Bu Aisyah, kenapa tidak bilang kalau Ibu sakit?"
"Ibu tidak ingin kalian khawatir. Tugas Ibu adalah memastikan kalian tetap belajar, tetap bermimpi, meski dunia ini kadang terasa berat," kata Aisyah, sambil tersenyum.
Anak-anak itu mulai menangis. Mereka menyadari bahwa gurunya yang penuh kasih sayang ini telah mengalami kesulitan yang lebih besar daripada yang mereka ketahui.
"Jangan pernah berhenti belajar, ya. Kalian adalah harapan," kata Aisyah dengan suara pelan. kalian memiliki kendali atas masa depan yang lebih baik. Ingatlah bahwa ilmu adalah cahaya, dan Anda adalah lentera yang akan menerangi jalan dunia.
Kata-kata itu adalah pesan terakhir yang diberikan Aisyah. Tak lama kemudian, ia meninggalkan mereka dengan senyum di wajahnya.
Anak-anak dan seluruh warga desa mengalami luka yang mendalam karena kepergian Aisyah. Dia tetap gigih dan berani. Mereka memutuskan untuk memperbarui sekolah yang sudah tua itu dan menamainya "Sekolah Lentera Aisyah" untuk menghormati dedikasinya.
Setiap kali hujan turun, anak-anak akan memandang langit dan mengingat kata-kata Aisyah. Mereka tahu, lentera yang ia nyalakan di hati mereka akan terus bersinar, bahkan dalam gelap sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H