Mohon tunggu...
IMAM MUDIN
IMAM MUDIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon (UINSSC)

Ciptakan Karya Manfaat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diah, Cahaya yang Tak Pernah Padam

15 Desember 2024   17:25 Diperbarui: 15 Desember 2024   17:25 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diah duduk di bangku taman dan menatap langit jingga keemasan saat senja. Di tangannya, sebuah buku catatan yang penuh dengan coretan mimpi-mimpi yang ia tulis dengan semangat sebelumnya. Namun, pada akhirnya, halaman-halaman itu hanya menjadi saksi tanpa kata-kata dari perjuangannya melawan rasa ragu.

"Kenapa aku selalu merasa tidak cukup baik?" gumamnya pelan, seolah-olah angin yang membawa suara itu telah pergi.

Rina, teman lama yang sudah lama tidak ia temui, berjalan menghampirinya dari jarak jauh. Wajah Rina yang ramah membuat dia sedikit tenang, meskipun dia masih terkejut.

"Kamu tidak berubah, Diah. Selalu suka tempat tenang seperti ini," kata Rina sambil tersenyum hangat.

"Aku hanya butuh waktu untuk berpikir," tersenyum Diah.

"Masih suka menulis mimpi?" Rina bertanya sambil menatap buku catatan Diah yang terbuka.

"Entah kenapa, akhir-akhir ini aku merasa semua yang aku lakukan sia-sia," jawab Diah pelan. Saya melakukan banyak upaya, tetapi selalu merasa tidak cukup. Dunia bergerak maju, tetapi aku? Rasanya tidak bergerak.

Rina terdiam sejenak sebelum menepuk bahu Diah dengan lembut, bertanya, "Diah, kamu ingat nggak waktu dulu kita masih sekolah?" Kamu yang selalu bilang ke aku bahwa mimpi itu bukan tentang seberapa cepat kita mencapainya, tetapi tentang bagaimana kita percaya pada diri kita sendiri melewati jalan yang panjang.

Diah tidak berkata apa-apa, matanya sedikit berkaca-kaca.

"Kamu tahu nggak?" tanya Rina. "Karena itu, aku berani mengejar mimpiku." Setiap langkah kecil itu penting, seperti yang Anda katakan. Sekarang aku di sini, melihat Anda ragu-ragu. Padahal, Diah yang saya kenal tidak pernah menyerah.

Setelah menarik napas dalam-dalam, Diah merasakan kata-kata Rina menusuk hatinya dengan kehangatan---bukan dengan luka, tetapi dengan kehangatan yang menghidupkan kembali percikan kecil yang hampir padam.

"Kamu tidak sendirian," kata Rina dengan suara lembut. Jika Anda lelah, berhenti sejenak. Walau bagaimanapun, jangan pernah berhenti bermimpi. Dunia ini penuh dengan tantangan, tetapi cahaya dalam diri Anda akan mendorong Anda untuk terus maju. Percayalah, Diah, kamu memiliki kekuatan yang lebih besar dari yang kamu pikirkan.

Air matanya mulai mengalir, dan Diah tersenyum kecil. Namun, bukan air mata kesedihan yang mengalir kali ini, tetapi rasa lega. Ia merasa seperti dia kembali ke masa lalunya.

Setelah Rina kembali ke rumah malam itu, Diah membuka buku catatan. Ia mulai menulis lagi dengan tangan gemetar. Ini bukan hanya impian; itu adalah keyakinan bahwa ia mampu.

"Ingatlah, kamu adalah cahaya yang tak pernah padam," tulisnya untuk Diah.

Selain itu, meskipun langkah Diah mungkin belum sempurna sejak hari itu, ia yakin ia akan tetap berjalan. Ia yakin dapat menghadapi dunia dengan cahaya yang ia bawa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun