[caption caption="Panglima Besar Jenderal Soedirman. (Foto: Istimewa)"][/caption]
HUT TNI yang ke 70 yang diselenggarakan di Dermaga Indah Kiat Cilegon Banten akan dihadiri Presiden Jokowidodo. Dalam acaara yang mengusung tema “Bersama Rakyat TNI Kuat, Hebat, Profesional, Siap Mewujudkan Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian. Temanya bagus, tetapi agar tema yang dikumadangkan dalam HUT TNI ke 70 itu dapat membawa hasil yang baik , harus diberikan semboyan TNI yang sudah terbukti ampuh selama perjuangan Indonesia sehingga dapat meraih kemerdekaannya.
Kita masih ingat semboyan TNI yang begitu menggelora “Merdeka atau Mati” Semboyan itu yang membawa Indonesia lepas dari penjajahan selama 350 tahun. Semboyan itu kini terus menyemangati bukan hanya untuk para anggota TNI akan tetapi pada hakekatnya berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia yang cinta tanah air, yang mencintai bangsa ini dari Sabang sampai Merauke, untuk mencapai negara yang merdeka sejahtera adil dan makmur.
Ajaran yang diberikan oleh cikal bakal pendiri TNI itu, bukan hanya teori tetapi langsung dipraktekan dan ditanamkan ke hati kepada pemuda pemudi Indonesia angkatan ’45, hasilnya sungguh luar biasa. Ajaran itu menanamkan setiap bentuk perjuangan untuk menegakan kebenaran termasuk dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah adalah jihad akbar, oleh sebab itu harus dilaksanakan dengan rasa ikhlas.
Dan selanjutnya perjuangan untuk mengusir penjajah adalah pengabdian yang dipersembahkan kepada tanah air Indonesia dan merupakan kewajiban bagi setiap individu, dan yang tidak kalah pentingnya adalah setiap perjuangan harus tanpa pamrih.
Dan hasilnya adalah sudah menjadi catatan sejarah yang sangat nyata bahwa para pemuda-pemudi pendiri bangsa ini hanya berbekal peralatan perang seadanya dapat menumpas dan mengalahkan penjajah yang jauh lebih sempurna peralatan perangnya.
Mereka berjihad tidak takut mati, tujuannya hanya fokus untuk Kemerdekaan, bukan untuk mencari pangkat atau jabatan apalagi keuntungan harta. Nah jika semangat perjuangan 1945 dapat diwariskan kepada generasi penerus yang sekarang , untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera berdasarkan keadilan maka secara nalar sehat seharusnya Indonesia sudah menjadi negara besar, menjadi negara yang paling makmur didunia.
Sayangnya dalam menghargai jasa para pahlawan ikut bersuka cita setiap memperingati HUT TNI hanya sebatas seremonial belaka, makna hakikatnya banyak dilupakan bahkan ditinggalkan, terbukti masih banyak yang korupsi. Setelah memegang jabatan dan pangkat tinggi, sifat serakah untuk memperkaya diri semakin menjadi. Makna “Merdeka atau Mati” hanya sebagai memori saja.
Bahkan sebagian ada yang lebih jahat lagi, pangkat dan jabatan banyak diperoleh dengan cara yang tidak halal, bermacam cara ditempuhnya menyuap, menyogok, dan setelah itu kewajiban sebagai abdi negara di lupakan, karena selalu disibukan dengan kepentingan pribadi dan keluarganya yaitu menumpuk kekayaan. Ajaran dan amanat pendiri TNI dan para Founding Fathers telah dibuang. Kebanyakan dari kita sudah lupa sejarah, para perwiranyapun sudah banyak meninggalkan sejarah TNI.
Padahal dalam sejarah usia TNI sama dengan usia Republik Indonesia yang telah mencapai 70 tahun. Dalam usia 70 tahun TNI sebagai bagian dari bangsa bangsa ini seharusnya sudah cukup untuk dewasa. Bahkan lebih dari dewasa, katakanlah sudah kakek-nenek. Yang kita lihat sekarang bukan lagi ada gelora “Hidup atau mati” Namun hari-hari berjalan kita sering disajikan TNI yang masih kanak-kanak bukan dewasa. Ada yang berantem, baik antar anggota sesama TNI maupun antara TNI dengan Polri.
70 tahun usia TNI masih belum tampak hasil-hasil optimal, walau bagaimanapun semua bangsa Indonesia tetap optimistis,TNI sesuai dengan tema yang ke 70 “Bersama Rakyat TNI Kuat, Hebat, Profesiona, Siap Mewujudkan Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian” insya Allah bakalan terwujud, memberikan sumbang sihnya kepada negara menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.
Caranya dengan menjaga persatuan dan kesatuan, dan kerja keras sekuat tenaga yang disemangati dengan semboyan “Merdeka atau Mati”. Maka slogan Pak Presiden Jokowi “ayo kerja, kerja, dan kerja”, menjadi sangat enteng, tidak akan menjadi beban apalagi menjadi masalah. Karena dari dulu masalah Indonesia adalah masalah kemauan untuk bekerja keras itu yang memble. Lebih banyak menggantungkan kepada alam, sikap nrimo ing pandum. Akhirnya ya itu negara yang subur, kaya , akan tetapi rakyatnya miskin.
Kalau begitu Indonesia memerlukan seorang pemimpin yang sanggup memotivasi rakyatnya agar mempunyai jiwa “Merdeka atau Mati”. Indonesia rindu punya sosok pemimpin sekelas para pendiri TNI, para pendiri negara yang berjuang tanpa pamrih untuk Indonesia. Hingga kini Indonesia dinilai belum memiliki sosok yang dipercaya atau memiliki postur yang kuat yang dapat disejajarkan dengan Bung Karno, Jenderal Soedirman, Hatta, Syahrir, Wahid Hasyim, Hasyim Azhari, dll.
Sebenarnya peluang Indonesia untuk melahirkan sosok seorang pemimpin yang dapat memotivasi Indonesia lahir menjadi bangsa besar yang sejahtera dan berkeadilan, terbuka lebar dan kemungkinannya sangat mudah dan gampang diperoleh:
pertama: karena jumlah penduduk Indonesia demikian besar yang terdiri dari beribu suku bangsa yang masing-masing memiliki budaya tinggi yang beraneka ragam.
Kedua, dalam sejarahnya kepemimpinan yang pernah lahir di Indonesia telah terbukti secara rerata berkelas dunia, artinya memang bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke terdiri dari individu-individu cerdas dan berkarakter baik.
Ketiga: Indonesia adalah negara kaya dan subur karena karunia Tuhan, artinya Indonesia seperti sudah menjadi suratan takdir akan menjadi negara besar.
Keempat: SDM Indonesia terbukti dapat bersaing dengan SDM dari negara-negara maju sekelas China atau Amerika, lihat saja kompetisi Science bidang matematik, fisika, astronomi dan lainnya Indonesia selalu menadapatkan emas.
Kelima: Indonesia mempunyai kultur gotong royong yang kuat, sebagai embrio lahirnya persatuan dan kesatuan yang kokoh sebagaimana yang tercermin dalam “Bhineka Tunggal Ika” dalam cengkeraman lambang negara burung Garuda Pancasila.
Keenam: Indonesia mempunyai nilai asli dan semangat “Merdeka atau Mati” yang lahir sejaman dengan lahirnya bangsa Nusantara, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Namun sekali lagi kita kelihatannya masih harus sabar, sabar lagi, sabar lagi, menunggu lahirnya seorang pemimpin yang dapat menyemangati “Merdeka atau Mati” seperti yang pernah digelorakan oleh para pendiri TNI sekelas Jenderal Sudirman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI