[caption caption="Syeikh Ali Jaber bersikap tawadhu' minta arahan MUI"][/caption]Syeikh Ali Jaber bersikap tawadhu' minta arahan MUI
Seorang Dai yang cukup terkenal tempat tinggalnya di bilangan Rawamangun Jakarta Timur. Dia sering memberikan ceramahnya di berbagai acara di TV nasional. Namanya barangkali bagi kaum muslimin di tanah air tidak asing lagi, beliau adalah Syech Ali Jaber.
Orangnya tinggi besar masih relatif muda kelahiran Arab Saudi. Belum lama menjadi warga negara Indonesia. Belakangan ditengarai telah menyebarkan faham wahabi, sehingga membuat heboh kaum muslimin di tanah air, terkait ceramahnya yang merendahkan umat Islam Indonesia termasuk juga menyinggung-nyinggung soal-soal khilafiyah yang sangat sensitif dalam kaitannya kehidupan beragama, khususnya singgungannya terhadap kaum nahdliyin.
Pertama: Menuduh doa kaum muslimin Indonesia yang biasa dilakukan oleh kaum Nahdliyin adalah syirik. Karena menggantungkan diri menunggu harus ada kiai siapa, atau wali siapa, atau habib siapa, atau syeikh siapa, baru bisa diterima doanya.
Kedua: Dengan kata-katanya yang sangat tajam mengatakan bahwa pemahaman masyarakat Indonesia tentang qurban masih banyak yang salah. Ia menyalahkan cara-cara berkorban umat Islam Indonesia yang sudah dilaksanakan selama puluhan tahun tidak sesuai dengan petunjuk AlQur’an dan Hadits, karena hanya dengan petunjuk ulama-ulama di Tanah air.
Ketiga: Syech Ali melecehkan umat Islam di Indonesia sebagai Islam keturunan, yang asal tahu saja, terlalu jauh dari pemahaman seharusnya. Kaum muslimin Indonesia itu asal-asalan, asal denger, asal lihat, dan tidak punya dasar dalil yang kuat.
Dengan menuduh cara berdoa umat Islam Indonesia khususnya kaum nahdliyin adalah syirik, menyalahkan cara berkorban umat Islam di Indonesia tidak sesuai tuntunan, serta umkat islam Indonesia sebagai islam keturunan, sama artinya Ali Jaber telah melakukan penghinaan sesama saudara kaum muslimin.
Apalagi ada tuduhan sirik, hanya karena minta didoakan oleh ulama, Kiai, Guru, akhirnya umat Islam Indonesia dibuat terpecah belah. Doa bersama-sama dituduh sirik. Persis sekali SAJ gaya da’wahnya model da’wah kaum wahabi. Selain Wahabi Syirik!
Dengan sadar atau tidak, Ali Jaber telah menghina para ulama Indonesia, melecehkan para Kiai, Tuan Guru di Indonesia khususnya yang bermadhab Syafi’i, yang selama ini memberikan pencerahan soal-soal agama di Indonesia.
Akibat cara berda’wah SAJ, kaum muslimin di tanah air dibuat resah. Produk da’wahnya SAJ bukannya membuat kehidupan umat Islam di Indonesia menjadi kondusif malahan sebaliknya menjadi tidak produktif bahkan merusak kebersamaan dan kedamaian yang selama ratusan tahun sudah terbina dengan baik.
Sekilas tentang SAJ
pertama kali saya berkenalan dengan SAJ, karena secara kebetulan Syech Ali mengontrak rumah di wilayah RT tempat saya tinggal, atas pengakuannya beliau, kewarganegaraan Indonesia diperoleh atas kebaikan SBY. Saya bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan atas kebaikan SBY, tetapi ya sudahlah, itu nasib baik SAJ.
Dia sebenarnya tinggal di Lombok karena istrinya orang Lombok. Dan Syech Ali ini menjadi Imam besar Masjid Lombok. Dan pengakuannya mempunyai majelis Ta’lim terbesar di Lombok serta lembaga pendidikan dari Ibtidaiyah sampai Aliyah yang sedang dikelolanya diLombok.
Saya bertanya-tanya, keluarga ada di lombok, tugas sebagai Imam besar di Masjid besar Lombok, ada tugas mengelola pendidikan ada di Lombok, akan tetapi kehidupan beliau 99 % di Jakarta termasuk tugas da’wah bukan dilombok akan tetapi ada di Jakarta dan sekitarnya.
Yang saya kurang mengerti terhadap SAJ adalah, sebagai warga di tempat kami, tetapi sangat jarang Syech Ali melaksanakan shalat berjamaah di masjid di tempat kami tinggal, padahal jaraknya hanya terpaut 4 sampai 5 rumah saja dari tempat tinggal kontrakan beliau.
Selama hampir 3 tahun tinggal di wilayah kami, hanya 2 kali memberikan tauziah di Masjid tempat tinggal kami, pertama ketika perkenalan, dan kedua ketika ada acara penyambutan tamu dari Madinah, yaitu seorang anak usia 6 tahun yang hafidz Qur’an 30 juz dan penyambutan kehadiran tamu Imam Masjid Nabawi.
Yang lebih aneh lagi sebagai seorang Da’i yang tugasnya tentunya berda’wah, akan tetapi dalam berda’wah hanya ditempat-tempat tertentu yang hanya terkesan wah dan mewah......
Dalam ceramah-ceramahnya yang saya dengar, selalu mengagung-agungkan negara asalnya dalam kehidupan beragamanya, dan membandingkan kondisi Indonesia khususnya Jakarta yang tidak Islami sehingga sering dilanda musibah.
Da’wah tidak Efektif, dan saran buat SAJ
Da’wah memang kewajiban, apalagi sekelas SAJ, tetapi yang dijalankan SAJ tidak tepat sasaran, salah ruang dan waktu. Jika dia mau alangkah baiknya bila SAJ mengorbankan semua sumberdayanya untuk berda’wah di Papua itu dinilai jauh lebih baik jika dibandingkan berda’wah di Jakarta. Karena Jakarta sudah penuh dengan penda’wah.
Oleh sebab itu saya simpulkan cara berdawah SAJ yang diljalankan di Jakarta sangat tidak efektif, karena yang didawahi adalah umat islam Indonesia yang sudah mapan karena disana sudah ada guru, kiai, ulama yang mengajar dan memberi bimbingannya sesuai dengan mazhab ahlulsunnah waljamaah baik yang terafiliasi dalam oraganisasi NU maupun Muhammadiyah.
Bijaklah SAJ dan segera Minta Maaf.
Entah karena banyaknya jamaah pengajian yang protes atau ada yang melaporkan ke MUI akhirnya SAJ atas kemauannya sendiri mendatangi MUI untuk meminta maaf kepada masyarakat dengan tawadhu’ serta meminta bimbingan kepada para ulama dan Kiai. Disamping itu SAJ juga memohon arahan dalam cara-cara berda’wah di Indonesia.
Menjadi pelajaran berharga untuk Ali Jaber agar kedepan dalam memberikan ceramah-ceramah keagamaan tidak membuka soal-soal khilafiyah karena dapat menyebabkan terjadinya keresahan perpecahan serta menimbulkan suasana yang kurang harmonis dikalangan jamah khususnya kaum Nahdliyin.
Permohonan maaf Syaikh Ali yang disampaikan kepada MUI harus jelas untuk MUI atau untuk masyarakat Indonesia. Alangkah lebih baiknya diucapkan bukan didepan ulama MUI akan tetapi lebih jantan bila SAJ mengucapkannya di TV Nasional dan ditujukan untuk kaum muslimin seluruh Indonesia, dan tertulis juga di sejumlah media Islam di Tanah Air.
Terakhir buat SAJ, perlu diketahui bahwa para penda’wah di Indonesia dari jaman dulu para Wali yang terkenal dengan sebutan Wali Sembilan, sebelum beliau berdawah, beliau sudah kaya duluan, sehingga secuilpun tidak mau meminta upah, apalagi dengan cara-cara iming-iming jual doa masuk surga, jual doa keselamatan, atau sumbangan suka rela untuk membangun segala macam yayasan atau pesantren. Salam!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H