Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Badroti Haiti & Budi Gunawan Pasangan Kembar Siam Anti Pemberantasan Korupsi

23 April 2015   09:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa Polri melantik seorang pejabat Wakapolri Budi Gunawan main petak umpet tidak ingin diketahui oleh masyarakat luas, sepertinya menyimpan sesuatu yang bersifat rahasia. Dengan cara diam-diam pelaksanaan pelantikan secara tertutup akan banyak menimbulkan prasangka-prasangka negatif terhadap BG khususnya institusi Polri, apalagi yang bersangkutan sebelumnya telah terindikasi melakukan tindak pidana korupsi pencucian uang,yang disangkakan oleh KPK.

Bagaimana akan membina Polri menjadi lembaga penegakan hukum yang profesional pemberantasan korupsi, bila Polrinya dipimpin oleh pemimpin yang tidak bersih. Apa hasilnya menyapu rumah dengan sapu yang kotor sampai kapanpun tidak akan bersih malah bertambah kotor.

Sebelumnya banyak kalangan yang memberikan masukan kepada Polri dan Wanjakti, termasuk masukan kepada Presiden agar sedapat mungkin menghindari nama Budi Gunawan sebagai kandidat Wakapolri. Alasan yang dikemukakan mereka adalah seorang BG telah menimbulkan polemik pro dan kontra dengan kata lain BG adalah bermasalah.

Apapun alasannya jika memilih BG menjadi Wakapolri sama saja memilih orang yang bermasalah. Bentuk spekulasi yang lain datang dari masyarakat adalah pelantikan BG sebagai Wakapolri tidak sepengetahuan Presiden Jokowidodo, atau tanpa ijin Presiden.

Dengan cara demikian sama saja Presiden diberitahu dengan cara ditodong, sehingga kali ini Prsiden Jokowidodo telah dijegal oleh kelakuan Polri yang ketiga kali.

Pertama Polri tidak menggubris seruan Presiden agar tidak mengkriminalisasi Ketua KPK dan jajaran pegawai-pegainya, kedua Polri tidak mengkriminalisasi para Pendukung dan Simpatisan KPK, dan barusan yang ketiga dilakukan Polri adalah mengangkat BG menjadi Walapolri tanpa terlebih dulu konsultasi dengan Presiden Jokowidodo.

Dengan demikian pelantikan BG secara terang-terangan telah melecehkan Presiden. Citra masyarakat terhadap Polri sepertinya sudah terlanjur buruk, sulit sekali kali ini masyarakat mempercayai Polri sebagai lembaga yang bersih dari KKN.

Masyarakat selama ini disuguhi pemandangan yang memuakan. Terakhir pelimpahan kasus BG dari KPK kepada Kejaksaan Agung, dan berujung penyerahan kasusnya kepada Polri, alangkah dengan terang benderang Polri menyuguhi kebohongan publik tentang penegakan hukum di tubuh Polri itu sendiri.

Seharusnya Polri, Wanjakti menjadi lembaga yang pertama menghormati keputusan presiden pertama kalinya Jokowi menolak BG menjadi Kapolri karena alasan sangat prinsip yakni yang bersangkutan telah lama diindikasikan pelaku tindak pidana korupsi.

Dialah BG salah satu Jenderal polisi pemilik rekening gendut, sampai puluhan bahkan ratusan miliar rupiah yang masih dalam proses penyelidikan. Penolakan Jokowi mengindikasikan BG tidak layak menjadi pejabat negara karena tidak bersih dari korupsi.

Logikanya bukan hanya penolakan pengangkatannya menjadi Kapolri tetapi pada prinsipnya termasuk penolakan pengangkatannya menjadi Wakapolri.

Jika melihat gaya bicara dan kepemimpinan Presiden Jokowi sangat kentara sekali Presiden sangat setengah hati menerima pilihan Kapolri dan Wanjakti terkait Budi Gunawan. Karena secara prinsip sangat bertentangan dengan filosofi kepemimpinan Jokowi yakni akan membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa di semua lini Birokrasi, pemerintahan , kepolisihan dan Militer.

Sejak awalnya antara Presiden dengan para pendukung BG yang berasal dari partai politik telah menimbulkan polemik dan perang pernyataan. Presiden seperti dikeroyok oleh bayak kepentingan baik yang datang dari partai pengusung seperti PDIP, Nasdem, maupun yang berasal dari partai yang tergabung dalam koalisi Merah Putih seperti Gerindra, PKS, dan lainnya.

Tekanan politik yang menerpa diri Jokowi kala itu begitu kuatnya, sampai-sampai Jokowi memerlukan orang-orang yang lebih senior dan berpengalaman dalam menengahi banyak konflik kepentingan. Jokowi mengangkat secara resmi Wantimpres yang angota-angotanya terdiri dari para politisi senior dan akademisi.

Diantara mereka adalah Prof Sri Adiningsih, Abdul Malik Fajar, Hasyim Muzadi, Jan Darmadi, M. Yusuf Kartanegara, Rusdi Kirana, Sidarto Danusubroto, Subagyo Hadi Siswoyo, dan Suharso Monoarta. Mereka berugas untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden.

Akan tetapi masukan dari Wantimpres dinilai masih berbau kepentingan politik dan keberpihakan terhadap kelompok atau partai politik tertentu, maka Presiden Jokowi mengangakat lagi Tim 9 yang orang-orangnya dijamin netral tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan partai politik tertentu.

Mereka adalah, KH Safi’i Ma’arif, Prof Jimly Asshiddiqie, Bambang Widodo Umar, Prof Hikmahanto Juwana, Erry Riyana, Tumpak Hatorongan, Komjen Oegroseno, Jenderal Sutanto, dan Imam B Prasodjo. Mereka mulai bekerja demi memberikan masukan kepada Presiden Joko Widodo demi menuntaskan perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Mereka juga bertugas memberi masukan kepada Presiden Jokowi untuk pembenahan hubungan antar lembaga hukum negara ke depan.

Tim ini bekerja sangat profesional, sehingga Presiden Jokowi lebih sering mendengarkan saran dan nasehatnya, bahkan mengalahkan saran dan nasehat yang datang dari Wantimpres yang sering menimbulkan polemik baru sehubungan keputusan yang dibuat tidak seragam satu orang dengan orang lainnya bahkan lebih sering bertolak belakang.

Kali ini tugas baru menanti untuk tim 9 yang diketuai oleh KH Safi’i Ma’arif untuk ikut memberikan masukan dan nasehat kepada Presiden, terutama yang berhubungan dengan kenekadan Wanjakti dan Kapolri Badrodi Haiti mengangkat Budi Gunawan menjadi Wakapolri

Dikhawatirkan kerja besar Jokowi yang menjadi agenda utama yaitu tentang pemberantasan Korupsi akan terhambat. Tim 9 diminta untuk ikut mengawal setiap pergerakan Budi Gunawan dan Badrodin Haiti dalam memimpin Polri.

Agar Polri tidak menjadi duri dalam daging dalam semangat pemberantasan korupsi, Badroti Haiti dan Budi Gunawan jangan sampai menjadi pasangan kembar siam anti pemberantasan korupsi, harus dikawal terus oleh semua lapisan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun