Telah diketahui bahwa umat Nabi Muhammad saw di dunia ini ada yang percaya dan taat, dan ada pula yang tidak percaya dan menentang, yang dikenal dengan sebutan “ummatud ijabah dan ummatud dakwah. Sehingga umat Nabi Muhammad saw sekarang ini tidak lagi diazab dengan azab yang membinasakan (azab isti’shal), yang ada adalah azab dalam pengertian musibah.
Mengapa demikian, hikmahnya umat-umat terdahulu dibinasakan oleh Allah swt karena akan dijadikan suri tauladan menjadi I’tibar bagi umat-umat yang akan datang. Sedangkan umat Nabi Muhammad saw adalah umat terakhir, jadi tidak ada umat yang menjadi I’tibar untuk umat berikutnya, oleh sebab itu umat Nabi Muhammad saw tidak lagi diazab dengan azabul isti’shal, tetapi dengan pengertian musibah saja.
Setelah kita mengetahui pengertian yang berkaitan dengan musibah, maka selanjutnya perlu mengetahui terlebih dahulu apa kira-kira fungsi dan hikmah musibah yang diturunkan Allah swt kepada kita. Sehingga dengan mengetahuinya akan menjadikan setiap kaum muslimin bertambah imannya, bertambah semangatnya dalam beribadah, tidak selalu dirundung kesedihan, keputus asaan, apalagi menjadi lalai bahkan sesat mencari alternatif-alternatif yang bertentangan dengan syari’at agama.
Ada beberapa hikmah dari Allah swt memberikan ma’na musibah kepada kita:
Pertama, sebagai penguji iman:”sebagai contoh, ketika umat Islam pada periode pertama, hjrah dari kota Mekah ke Medinah mereka mengaku sudah beriman, mereka diperintah Allah untuk berhijrah. Ditengah perjalanan mereka dihadang oleh orang-orang kafir yang hendak membunuhnya, bahkan sebagian dari mereka benar-benar terbunuh.
Mengalami hal yang demikian ini sebagian umat Islam ada yang menggerutu merasa kesal:” kani ini sudah beriman masih juga dibunuh oleh orang-orang kafir” seolah-olah mereka memprotes Allah swt, akhirnya turunlah surah al-Ankabut ayat 1-3:
”Alif Laam Miim” Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)mengatakan kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui prang-orang yang dusta”.
Kedua untuk meningkatkan derajat seseorang. Ada sebuah pertanyaan dari seorang sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqosh kepada Rasulullah saw” Wahai Rasulullah mana manusia yang paling pedih ujiannya di dunia? Rasulullah menjawab:” Yang paling pedih ujiannya di dunia adalah para Nabi kemudian para Salihin kemudian para ulama dan kemudian orang-orang yang mirip dengan ulama”. Ini artinya semakin tinggi kualitas dan keimanan seseorang semakin tinggi pula tingkat ujian hidupnya.
Kita lihat misalnya Nabi Adam as ketika masih pengantin baruharus dipisah oleh Allah, Nabi Yunus as harus dimakan ikan, jadi kalau hendak dipikirakan secara emosional mengapa Allah membiarkan Nabinya dimakan ikan. Kalau menurut hawa nafsu manusia mengapa tidak yang jahat saja dimakan oleh gendruwo, kenapa tidak si koruptor saja ditenggelamkan ke sungai, kenapa bukan Presiden Bush saja yang ketabrak obil dan seterusnya.
Nabi Musa as saat masih bayi dibuang ke sungai kemudian ditemukan oleh keluarga Fir’aun. Nabi Yusuf dijeburkan kedalam sumur, Nabi Muhammad mendapat terror, sehingga umat islam hijrah ke Habasyah sampai dua kali, Nabi Muhammad hijrah ke Thai’if dilempari batu sampai berdarah-darah.
Ada hadits (riwayat Ibnu Majah dan Imam Thabrani) yang menyatakan: “besarnya pahala tergantung besarnya ujian”. Artinya, semakin tinggi tingkat seseorang semakin dekat dengan Allah semakin tinggi ujiannya, ibarat pohon semakin tinggi maka semakin kencang angin yang menerpanya.