Jika seorang suami mengetahui dengan jelas bahwa istrinya melakukan perbuatan zina setelah menikah dengannya,dan telah jelas pula baginya bahwa istrinya tidak bertaubat dari perbuatannya tersebut, maka ia tidak boleh mempertahankan istrinya tersebut.
Bahkan sikapnya untuk mempertahankan istrinya setelah tampak yang demikian teranggap sebagai dayatsah (kerendahan dan hilangnya kecemburuan)yang pantang dilakukan oleh orang yang memiliki kehormatan.
سُئِلَ شيخ الإسلام ابن تيمية رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى عَمَّنْ طَلَعَ إلَى بَيْتِهِ ، وَوَجَدَ عِنْدَ امْرَأَتِهِ رَجُلًا أَجْنَبِيًّا فَوَفَّاهَا حَقَّهَا وَطَلَّقَهَا ؛ ثُمَّ رَجَعَ وَصَالَحَهَا وَسَمِعَ أَنَّهَا وُجِدَتْ بِجَنْبِ أَجْنَبِيٍّ ؟
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang seseorang yang menengok rumahnya dan ternyata ia dapati di dalamnya ada seorang pria ajnabi di sisi istrinya, lalu ia pun menunaikan hak istrinya dan menceraikannya, kemudian kembali rujuk dan berdamai dengannya akan tetapi ia mendengar bahwa istrinya ada di sisi pria ajnabi?
فَأَجَابَ :
" فِي الْحَدِيثِ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَمَّا خَلَقَ الْجَنَّةَ قَالَ : وَعِزَّتِي وَجَلَالِي لَا يَدْخُلُك بَخِيلٌ وَلَا كَذَّابٌ وَلَا دَيُّوثٌ } " وَالدَّيُّوثُ " الَّذِي لَا غَيْرَةَ لَهُ . وَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : { إنَّ الْمُؤْمِنَ يَغَارُ وَإِنَّ اللَّهَ يَغَارُ وَغَيْرَةُ اللَّهِ أَنْ يَأْتِيَ الْعَبْدُ مَا حُرِّمَ عَلَيْهِ } وَقَدّ قَالَ تَعَالَى : { الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ } . وَلِهَذَا كَانَ الصَّحِيحُ مِنْ قَوْلَيْ الْعُلَمَاءِ : أَنَّ الزَّانِيَةَ لَا يَجُوزُ تَزَوُّجُهَا إلَّا بَعْدَ التَّوْبَةِ ، وَكَذَلِكَ إذَا كَانَتْ الْمَرْأَةُ تَزْنِي لَمْ يَكُنْ لَهُ أَنْ يُمْسِكَهَا عَلَى تِلْكَ الْحَالِ بَلْ يُفَارِقُهَا وَإِلَّا كَانَ دَيُّوثًا " . انتهى . " مجموع الفتاوى (32/141) .
Beliau menjawab:
"Disebutkan dalam hadits bahwasanya beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: 'Sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى berfirman tatkala menciptakan surga: 'Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, tidak akan memasukimu seorang yang bakhil, dan pendusta dan tidak juga dayus. " Dayus adalah orang yang tidak memiliki kecemburuan.
Disebutkan dalam Shahih Bukhari bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, 'Sesungguhnya seorang mukmin itu cemburu dan sesungguhnya Allah pun cemburu dan kecemburuan Allah adalah tatkala seorang hamba mendatangi apa yang telah diharamkan untuknya. " dan Allah telah berfirman: {Laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang beriman.} (QS. An-Nur: 3)
Karena itu, yang benar di antara 2 pendapat ulama adalah bahwa wanita pezina tidak boleh dinikahi kecuali setelah bertaubat. Demikian pula jika seorang istri berzina, tidak boleh si suami mempertahankannya dalam keadaannya seperti itu, bahkan seharusnya ia menceraikannya. Jika tidak, maka ia seorang dayus. " (Majmu' Al-Fatawa: 32/141)
وَسُئِلَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ رَحِمَهُ اللَّهُ أيضا عَمَّنْ كَانَ لَهُ أَمَةٌ يَطَؤُهَا ، وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّ غَيْرَهُ يَطَؤُهَا وَلَا يُحْصِنُهَا ؟ فَأَجَابَ :