Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Konsultan Anak berkebutuhan Khusus

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Tahap Bornout Pada Otak ADHD

27 Desember 2024   07:20 Diperbarui: 25 Desember 2024   19:24 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Christin Hume on Unsplash 

Tiga Tahap Burnout pada Otak ADHD (dan Strategi untuk Merebut Kembali Energi dan Fokus)

"Saya selesai! Saya benar-benar... muak dengan semuanya!"
Ada hari-hari ketika bahkan tugas kecil seperti memeriksa email terasa seperti mendaki gunung yang terjal.

Rasanya bukan sekadar lelah biasa ini adalah jenis kelelahan yang begitu mendalam hingga meresap ke dalam motivasi, fokus, bahkan rasa diri saya.

Apa yang saya gambarkan adalah burnout ADHD. Jika Anda memiliki ADHD, saya yakin Anda pernah mengalaminya juga. Gejalanya sering memperparah burnout yang normal, membuatnya terasa lebih sulit untuk diatasi.

Sejak diagnosis ADHD inattentive tahun lalu, saya belajar banyak tentang bagaimana otak saya bekerja---dan tidak bekerja. Salah satu pelajaran terbesar adalah bahwa burnout ADHD terjadi dalam tiga tahap:

1. Fase Hyperfocus High

Di tahap ini, hyperfocus mengambil alih. Saya akan bekerja pada proyek sampingan hingga pukul 2 pagi, meskipun tahu bahwa saya harus bekerja pada pukul 9 pagi.
Lonjakan dopamin terasa begitu memikat. Saya sering berkata pada diri sendiri, "Setidaknya saya produktif!" Namun, tubuh saya memprotes keesokan harinya.

Strategi:

  • Pasang batas waktu kerja yang ketat menggunakan timer atau alarm.
  • Istirahatkan mata dan tubuh setiap 25-30 menit dengan teknik Pomodoro.
  • Ingatkan diri bahwa "produktif" tidak berarti "menghancurkan diri."

2. Fase Kehabisan Energi

Setelah hyperfocus berakhir, kelelahan mulai terasa. Pikiran saya melambat, tugas-tugas sederhana terasa mustahil, dan saya merasa seolah-olah hidup berjalan dalam mode lambat.

Strategi:

  • Prioritaskan tidur berkualitas. ADHD sering mengganggu pola tidur, jadi gunakan rutinitas malam yang konsisten.
  • Ciptakan ruang untuk pemulihan aktif: jalan kaki, meditasi ringan, atau sekadar waktu untuk diri sendiri.
  • Jangan memaksakan diri ketika energi benar-benar habis. Beristirahat bukan kegagalan.

3. Fase "Siapa Saya?"

Di tahap terakhir, burnout menyerang identitas saya. Saya mulai merasa tidak cukup baik, mempertanyakan kemampuan saya, dan kehilangan kepercayaan pada diri sendiri.

Strategi:

  • Bicaralah dengan seseorang yang mendukung, seperti teman, mentor, atau terapis.
  • Tulis jurnal untuk merefleksikan apa yang Anda capai (meskipun kecil).
  • Sadari bahwa burnout tidak mendefinisikan nilai Anda sebagai individu.

Memahami pola ini membantu saya lebih menyayangi diri sendiri. ADHD burnout memang berat, tapi dengan mengenali tahapannya, kita bisa belajar untuk pulih dengan lebih cepat.

Karena hidup dengan ADHD bukan berarti menyerah pada ketidakmampuan, tapi tentang menemukan cara untuk bekerja selaras dengan otak kita.

"Jangan pernah lupa: Anda bukan kegagalan. Anda adalah pejuang yang terus bertahan, bahkan di tengah badai pikiran."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun