Tiga Tahap Burnout pada Otak ADHD (dan Strategi untuk Merebut Kembali Energi dan Fokus)
"Saya selesai! Saya benar-benar... muak dengan semuanya!"
Ada hari-hari ketika bahkan tugas kecil seperti memeriksa email terasa seperti mendaki gunung yang terjal.
Rasanya bukan sekadar lelah biasa ini adalah jenis kelelahan yang begitu mendalam hingga meresap ke dalam motivasi, fokus, bahkan rasa diri saya.
Apa yang saya gambarkan adalah burnout ADHD. Jika Anda memiliki ADHD, saya yakin Anda pernah mengalaminya juga. Gejalanya sering memperparah burnout yang normal, membuatnya terasa lebih sulit untuk diatasi.
Sejak diagnosis ADHD inattentive tahun lalu, saya belajar banyak tentang bagaimana otak saya bekerja---dan tidak bekerja. Salah satu pelajaran terbesar adalah bahwa burnout ADHD terjadi dalam tiga tahap:
1. Fase Hyperfocus High
Di tahap ini, hyperfocus mengambil alih. Saya akan bekerja pada proyek sampingan hingga pukul 2 pagi, meskipun tahu bahwa saya harus bekerja pada pukul 9 pagi.
Lonjakan dopamin terasa begitu memikat. Saya sering berkata pada diri sendiri, "Setidaknya saya produktif!" Namun, tubuh saya memprotes keesokan harinya.
Strategi:
- Pasang batas waktu kerja yang ketat menggunakan timer atau alarm.
- Istirahatkan mata dan tubuh setiap 25-30 menit dengan teknik Pomodoro.
- Ingatkan diri bahwa "produktif" tidak berarti "menghancurkan diri."
2. Fase Kehabisan Energi
Setelah hyperfocus berakhir, kelelahan mulai terasa. Pikiran saya melambat, tugas-tugas sederhana terasa mustahil, dan saya merasa seolah-olah hidup berjalan dalam mode lambat.