Autisme dan ADHD adalah dua kondisi neurodevelopmental yang paling umum terjadi, dan dampaknya tidak hanya berhenti di masa kanak-kanak, tetapi juga berlanjut hingga dewasa. Dalam beberapa dekade terakhir, kesadaran tentang kedua kondisi ini telah meningkat drastis.Â
Namun, peningkatan kesadaran ini justru menimbulkan kebingungan, terutama dalam membedakan ciri khas masing-masing kondisi. Apakah mungkin overdiagnosis autisme ikut menyumbang pada kebingungan ini?
Salah satu tantangan terbesar dalam membedakan autisme (ASD) dan ADHD adalah tingginya tingkat co-occurrence atau kemunculan bersama di antara keduanya.Â
Menurut penelitian terbaru, sekitar 20-30% anak dengan ADHD juga memenuhi kriteria diagnosis autisme. Sebaliknya, tingkat ADHD pada individu dengan autisme mencapai 30-80%.Â
Artinya, kebanyakan individu dengan autisme juga memiliki ADHD. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum, menunjukkan hubungan erat di antara kedua kondisi ini.
Kedua kondisi ini memiliki dasar genetik yang kuat. Studi menunjukkan bahwa heritabilitas autisme dan ADHD mencapai 70-80%. Artinya, variasi genetik berperan besar dalam menentukan risiko seseorang mengembangkan kedua kondisi ini.Â
Bahkan, terdapat ratusan hingga ribuan gen yang masing-masing memberikan kontribusi kecil terhadap peluang seseorang mengalami autisme atau ADHD.
Mengapa Diagnosis Sering Tumpang Tindih?
Beberapa gejala autisme dan ADHD memang terlihat mirip di permukaan. Misalnya, individu dengan ADHD mungkin kesulitan memusatkan perhatian atau mengelola emosi, sementara individu dengan autisme mungkin menghadapi tantangan dalam berkomunikasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan. Namun, ada perbedaan mendasar yang sering kali diabaikan:
1. Pemrosesan Informasi
Pada ADHD, tantangan utama sering kali terkait dengan regulasi perhatian dan impulsivitas. Mereka mungkin merasa "otaknya terlalu sibuk" untuk fokus.