"Vocal Stimming dan ADHD: Suara yang Berbicara Lebih dari Kata"
Ada momen dalam hidup saya, ketika saya diam di tengah keramaian tetapi suara di dalam kepala saya tidak pernah berhenti. Kadang, suara itu keluar tanpa saya sadari gumaman, dengungan, atau repetisi kata tertentu. Orang di sekitar saya mungkin bingung, bahkan merasa terganggu.Â
Mereka tidak tahu, ini bukan sekadar kebiasaan, ini adalah cara otak saya menenangkan diri. Fenomena ini dikenal sebagai vocal stimming. Sebagai seseorang dengan ADHD dan disleksia, saya ingin mengajak Anda memahami bahwa apa yang terlihat "aneh" bagi sebagian orang, sebenarnya memiliki cerita dan makna yang mendalam.
Apa Itu Vocal Stimming?
Stimming (self-stimulatory behavior) merujuk pada perilaku berulang yang dilakukan seseorang untuk mengatur emosi, fokus, atau menghadapi rangsangan sensorik yang berlebihan. Dalam ADHD, vocal stimming sering muncul dalam bentuk suara seperti:
- Gumaman
- Mengulang kata atau frase tertentu
- Bernyanyi tanpa melodi jelas
- Bersuara seperti berdengung
Menurut Dr. Georgia De Gangi, seorang ahli perkembangan dan terapi sensorik, vocal stimming adalah salah satu cara otak mengatasi kelebihan atau kekurangan rangsangan. Otak dengan ADHD sering kali "sibuk" memproses banyak informasi secara bersamaan, sehingga perilaku ini membantu menciptakan rasa kontrol.
Penelitian dari Dr. Edward Hallowell, ahli ADHD ternama, menunjukkan bahwa perilaku stimming, termasuk vocal stimming, adalah hasil dari upaya otak untuk menjaga keseimbangan neurotransmitter, seperti dopamin dan norepinefrin, yang sering kali tidak stabil pada individu dengan ADHD. Stimming bukanlah gangguan atau kelemahan; ini adalah adaptasi alami tubuh untuk merespons stres atau kebutuhan sensorik.
Dr. Temple Grandin, seorang ahli autisme dan penulis, menambahkan bahwa perilaku ini sering disalahpahami oleh masyarakat. "Apa yang tampak seperti gangguan sebenarnya adalah upaya manusia untuk menemukan kedamaian di tengah kekacauan internal," tulisnya.
Sebagai individu dengan ADHD dan disleksia, saya sering menggunakan vocal stimming sebagai cara untuk fokus. Ketika membaca menjadi tantangan besar huruf seolah menari di atas halaman---saya mulai bergumam tanpa sadar. Suara-suara itu, meski tidak bermakna, membantu otak saya mengalirkan energi yang berlebih ke dalam saluran yang lebih produktif.
Namun, tidak semua orang memahaminya. Saya pernah ditegur guru karena dianggap tidak sopan. Teman-teman menertawakan gumaman saya, menyebutnya "kebiasaan aneh." Padahal, bagi saya, suara itu adalah penyelamat sebuah mekanisme untuk bertahan di dunia yang sering terasa terlalu ramai dan menuntut.
Vocal stimming tidak selalu perlu dihentikan. Dalam beberapa kasus, ini adalah bentuk komunikasi tubuh yang paling jujur. Sebagai pendidik dan orang tua, kita perlu belajar melihat perilaku ini bukan sebagai hambatan, tetapi sebagai jendela menuju dunia internal seseorang.
Tips untuk Mendukung Anak dengan Vocal Stimming:
- Kenali Penyebabnya: Apakah ini muncul karena stres, kebosanan, atau kelebihan rangsangan sensorik?
- Berikan Ruang Aman: Izinkan anak untuk mengekspresikan dirinya di tempat yang nyaman tanpa rasa malu.
- Jangan Langsung Menghentikan: Cobalah mengalihkan jika perilaku ini mengganggu, tetapi jangan langsung melarang. Misalnya, tawarkan aktivitas fisik atau musik sebagai alternatif.
- Pahami dan Terima: Jangan menghakimi. Ingat, perilaku ini adalah cara mereka menenangkan diri.
Vocal Stimming: Sebuah Kekuatan Tersembunyi
Sebagai orang dewasa yang kini menjadi pendidik untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, saya sering berkata kepada mereka:
"Kamu tidak aneh, kamu istimewa. Suaramu adalah bagian dari ceritamu, dan cerita itu layak untuk didengar."
Banyak anak dengan ADHD atau autisme yang merasa dihakimi karena perilaku stimming mereka. Sebagai seseorang yang pernah berada di posisi mereka, saya ingin mengingatkan bahwa suara-suara itu bukan kelemahan, melainkan cara unik tubuh berbicara.
Mengapa Kita Harus Peduli?
Vocal stimming adalah cerminan dari dunia internal seseorang. Jika kita mendekati fenomena ini dengan rasa ingin tahu, bukan penghakiman, kita dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan individu ADHD dan memahami cara mereka memproses dunia.
"Kehidupan tidak selalu harus tenang untuk menjadi bermakna. Kadang, suara-suara kecil yang kita abaikan justru adalah harmoni dari jiwa yang berjuang."
Melalui pengalaman saya, saya belajar bahwa tidak ada yang benar-benar salah dalam menjadi "berbeda." Yang salah adalah dunia yang menolak untuk memahami. Mari kita ubah perspektif itu. Suara adalah ekspresi, bukan gangguan. Let's listen, not judge.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H