Ketika saya menjalankan program Dyslexia Keliling Nusantara, saya bertemu banyak anak dengan cerita yang sama. Mereka dianggap baik-baik saja oleh guru mereka, tetapi ketika saya berbicara langsung dengan mereka, saya melihat luka emosional yang dalam. "Kenapa aku tidak seperti mereka, Kak?" tanya seorang anak. Pertanyaan ini mengingatkan saya pada diri saya dulu, yang sering merasa terisolasi karena perbedaan yang tidak terlihat.
Penting bagi kita untuk mengubah cara pandang terhadap label seperti "low support needs." Dukungan bukan hanya tentang memfasilitasi kemampuan akademik, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan di mana anak-anak merasa dihargai, dipahami, dan diterima. Para ahli seperti Reid Lyon (2002) menekankan bahwa intervensi yang efektif untuk individu dengan disleksia harus mencakup aspek akademik, emosional, dan sosial.
Bagi saya, dukungan terbesar datang dari ayah saya, yang dengan sabar mengajari saya membaca walaupun saya sering frustrasi. Dukungan emosional seperti ini tidak tergantikan oleh apapun. Sekarang, sebagai pendidik, saya berusaha memberikan hal yang sama kepada anak-anak dengan disleksia. Mereka tidak hanya membutuhkan strategi belajar, tetapi juga dukungan penuh kasih yang menguatkan mental mereka.
Label "low support needs" tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan perjuangan tak terlihat. Kita harus berhenti melihat disleksia sebagai tantangan yang hanya terkait dengan kemampuan membaca atau menulis. Disleksia adalah tentang bagaimana individu memproses dunia secara berbeda---dan dalam perbedaan itu ada kekuatan yang luar biasa.
"Ketika kita melihat lebih dalam dari sekadar label, kita tidak hanya menemukan perjuangan, tetapi juga potensi yang luar biasa."
-- Imam Setiawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H