Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas King Saud menemukan bahwa metode pengajaran yang disesuaikan dengan kekuatan memori visual dan auditif bisa meningkatkan akurasi pengucapan huruf hijaiyyah hingga 40% bagi mereka yang mengalami disleksia.
Pengalaman belajar yang penuh kesabaran ini, bila diiringi dengan metode yang ramah disleksia, menjadikan proses pembelajaran Al-Qur'an sebagai perjalanan yang lebih inklusif dan penuh makna.
Di balik semua tantangan, ada secercah harapan yang terukir dalam setiap ayat yang berhasil mereka baca. Para guru dan orang tua yang penuh dedikasi seperti obor yang menerangi jalan mereka, membimbing mereka bukan hanya untuk membaca, tetapi juga merasakan makna yang mendalam di balik setiap kata.
Bagi mereka yang memiliki disleksia, Al-Qur'an bukan hanya kitab suci; ia adalah cermin perjuangan dan pengingat bahwa cahaya ada di setiap huruf yang berhasil dipahami, meski perjalanan menuju pemahaman penuh mungkin lebih panjang dan berliku.
Disleksia bukanlah akhir dari harapan, tetapi sebuah jalan yang berbeda menuju tujuan yang sama. Seperti ayat yang mereka lafalkan dengan penuh perjuangan, setiap kata, setiap huruf, dan setiap upaya membawa mereka lebih dekat kepada Sang Pencipta.
Tantangan membaca huruf hijaiyyah bagi mereka yang memiliki disleksia bukan hanya tentang kesulitan teknis, tetapi juga tentang menemukan kekuatan di tengah keterbatasan, dan memahami bahwa setiap langkah, betapapun kecilnya, adalah bentuk ibadah yang penuh arti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H