Guru kelas seringkali merasa bingung ketika berhadapan dengan siswa yang pencapaiannya rendah secara konsisten, seolah-olah disebabkan oleh kecerobohan atau kurangnya upaya.
Anak-anak ini dapat merasa sangat berbeda dari teman-teman sebayanya hanya karena mereka mungkin tidak dapat mengikuti instruksi sederhana yang tampak mudah bagi orang lain. Menyediakan lingkungan yang kondusif bagi semua siswa adalah tanggung jawab guru kelas.
Memahami tantangan yang mungkin dihadapi oleh anak disleksia di dalam kelas sangatlah penting untuk menghindari kesalahpahaman yang tidak perlu. Dalam lingkungan yang positif dan mendukung, anak disleksia akan merasakan keberhasilan dan harga diri.
Salah satu contoh kesulitan yang mungkin dihadapi anak disleksia adalah memori jangka pendek pendengaran yang buruk, yang membuat mereka kesulitan mengingat urutan suara dalam kata-kata yang diucapkan cukup lama untuk mencocokkannya dengan huruf-huruf dalam ejaan. Kadang-kadang, mereka bahkan tidak dapat mengingat daftar instruksi yang sangat singkat.
Memahami kesulitan ini dan dampaknya terhadap performa kelas memungkinkan guru untuk mengadopsi metode dan strategi pengajaran yang membantu anak disleksia berhasil dalam lingkungan belajar. Sangat penting untuk melihat setiap anak sebagai pribadi yang utuh, lengkap dengan kelebihan dan kekurangan mereka, dan mengajar sesuai dengan kebutuhan pendidikan mereka masing-masing.
Guru kelas yang menangani anak disleksia harus fleksibel dalam pendekatannya. Mereka harus berusaha menemukan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa, bukan mengharapkan semua siswa belajar dengan cara yang sama. Yang terpenting, harus ada pemahaman bahwa anak-anak ini mungkin memiliki banyak bakat dan keterampilan lain yang tidak terukur oleh kesulitan mereka dalam memperoleh keterampilan literasi. Mereka, seperti anak-anak lainnya, berkembang melalui tantangan dan kesuksesan.
Pengalaman saya dengan disleksia telah menjadi perjalanan panjang yang penuh tantangan, tetapi juga penuh dengan pembelajaran yang berharga. Ketika masih kecil, saya sering merasa tertinggal dan frustrasi ketika teman-teman sekelas saya dengan mudahnya memahami pelajaran, sementara saya harus berjuang keras untuk membaca satu kalimat saja.
Ada saat-saat ketika saya merasa tidak mampu, merasa kecil dan tidak berdaya di tengah dunia yang tampaknya bergerak terlalu cepat. Setiap kesalahan membaca terasa seperti pukulan telak, dan setiap komentar yang meremehkan menjadi beban tambahan di pundak saya. Tetapi di saat yang sama, disleksia mengajarkan saya arti kegigihan. Saya belajar bahwa tidak ada keberhasilan yang datang tanpa usaha, dan seringkali perjalanan yang sulitlah yang membuat kita lebih kuat.
Sebagai seorang guru, saya membawa semua pengalaman ini ke dalam kelas. Saya tahu bagaimana rasanya merasa tidak terlihat dan tidak dimengerti, dan itulah mengapa saya begitu bersemangat untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang merasa sendirian dalam kesulitannya.
Saya percaya bahwa setiap anak memiliki potensi yang luar biasa, dan tugas saya adalah menjadi lentera di dalam kegelapan mereka, membantu mereka menemukan cahaya mereka sendiri.
Saya tidak hanya ingin mereka melihat saya sebagai guru, tetapi juga sebagai seorang yang memahami, yang merasakan kesakitan mereka, dan yang berbagi dalam kegembiraan mereka saat mereka mencapai sesuatu yang baru.