Di tengah pesatnya rotasi pengembangan teknologi digitalisasi, dunia di ramaikan dengan para pesohor jenius bin ahli “tekno” yang berlomba-lomba bahkan sampai beberapa berambisi keangkasa, sudah bukan rahasia khusus lagi bagi para pionir transformasi teknologi yang membludak, juga tak di pungkiri pula telah bermunculan inovasi teknologi yang massif serba otomasi, koneksi, dan komputasi. Dimana berguna sebagai instrumen pendukung kemudahan kinerja manusia seantero bumi. Dari mulai menjalar di bidang transportasi, pendidikan, informasi, konstruksi, agrikultur, arsitektur, Artificial Intelligencia, komunikasi, bisnis, dst.
Dari segi militer misalnya,. Pemerintahan Nicolas Maduro di Venezuela, baru-baru ini sedang mewacanakan pembentukan dewan ilmiah dan teknologi militer demi membangun sistem persenjataannya.
Di samping itu nama-nama anyar yang menghiasi perusahaan teknologi digitalisasi dan para investor global dengan skill tingkat dewa dalam spektrumnya tersendiri seperti Bill Gates, Mark Zuckerberg, Jeff Bezos, Steve Jobs, Jack Ma, Warren Buffett, Mukesh Ambani, George Soros, Lary Page, Larry Ellison, Bernard Arnault, Carlos Slim Helú, sampai yang termutakhir perihal dobrakan inovasinya yakni Elon Musk, walaupun dalam peracikan saya tak terlalu menyasar tentang Don Musk ini, setidaknya beliau bisa jadi jembatan saya kepada pelaku yang saya maksudkan nantinya.
Jadi, pribadi Don Musk ini yang tergolong ngotot dalam hal teknologi, dan punya terobosan yang katanya “ramah lingkungan” Melalui Perusahaan raksasanya Spacex di bidang spesialis menjelajah keluar bumi, SolarCity sebagai pengganti bensin konvensional, lalu yang menjadi andalannya ialah Tesla Motors, perangsang kenikmatan golongan manusia kelas kakap dengan kendaraan mobil tanpa supir alias automatis di sokong dengan penggerak tenaga listrik.
Dilansir dari otosia.com sudah barang tentu mobil Tesla tipe X 75D A/T yang harganya terbilang wow, di bandrol dengan kisaran paling rendah senilai US$200 ribu atau setara Rp2,8 miliar per unitnya.
Tapi taukah kita jauh sebelum CEO Musk ini mempunyai ketiga perusahaan pamungkas itu, ia sebenarnya telah merintis berbagai perusahaan seperti Zip2, X.com lalu PayPal. Namun yang menarik dalam perusahaan terakhir saya sebutkan itu, menjadi awal mula dari rasa penasaran saya secara mendalam.
Yah,. PayPal perusahaan yang bermula dari starup bergerak di bidang jasa pembayaran via elektronik dan secara implisit menggiring khalayak ramai untuk meninggalkan transaksi dalam bentuk “kuno” seperti cash, kantor pos maupun cek. sekaligus juga menawarkan jasa kemudahan kepada situs-situs E-Commerce.
PayPal Di luncurkan sejak tahun 1999 ini, sebelum akhir hayatnya di ambil alih oleh Ebay di tahun 2002 dengan jumlah pembelian $ 1,5 miliar. Ternyata meluncurkan arah pikiran saya pada kolega bisnis dari Don Musk ini, walaupun beliau bukan sebagai pendiri dari PayPal, tetapi ia juga berjibaku dalam ihwal pendiriannya.
Lantas bertambah lagi kerasa ingin tahuan saya, ketika PayPal bukan didirikan oleh Don Musk, lalu siapa seseorang di balik pimpinan CEO PayPal ini sebenarnya?,. Luke Nosek, Ken Howery, Max Levchin, Yu Pan yakni nama-nama yang ikut andil dalam mendirikan PayPal, tetapi hemat saya seseorang yang memaksa perhatian dalam topik ini menuju kepada sosok otak maupun aktor utamanya yang pantas menyandang gelar ‘Technolibertarians’., Ya dialah Peter Thile.
Bagi kebanyakan orang mungkin lebih tertuju pada kemewahan Elon Musk perihal misi menggapai luar angkasanya yang di tawarkan untuk kehidupan masa depan. Tetapi saya menghimbau bahwa jangan meninggalkan peran seorang “filsuf” dalam tataran teknologi ini, di mana letak daya kemampuannya bisa di katakan cukup kompleks jika di sandingkan dengan para ahli teknologi kekinian lainnya.