Mohon tunggu...
Imam Basori
Imam Basori Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen

Senior Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Artis dan Politik

22 November 2018   10:11 Diperbarui: 16 Agustus 2022   09:15 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini menjadi fenomena karena kesuksesan menjadi anggota DPR atau kepala daerah tertentu sangat menggiurkan. Ketenaran dan kewibawaan sebagai pemimpin mempunyai nilai tersendiri dikalangan artis. Hal ini menjadi perhatian banyak orang, padahal di luar negeri, hal ini menjadi lumrah seorang artis mencalonkan dirinya sebagai politisi. Fenomena ini terjadi karena di Indonesia telah merasuk budaya pop (pop culture) dan politik praktis.

Keterlibatan para selebritis berkecimpung di dunia politik tentu saja menimbulkan pro dan kontra.  Fenomena ini menjadi perdebatan dari dahulu hingga sekarang. Bagi masyarakat yang pro tentu saja menganggap hal ini sebagai hak asasi manusia dan sah-sah saja bagi para artis untuk mencalonkan dirinya sebagai anggota legislatif dan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.  Berbeda halnya bagi kalangan yang kontra atau kelompok yang menentang tentu saja menolak karena menganggap bahwa para selebritis cenderung mengandalkan penampilan fisik dibandingkan wawasan dan keahlian dalam kemampuan berpolitik.

Pandangan tentang keterlibatan selebritis dalam kancah perpolitikan merupakan suatu kebebasan yang menjadi bagian haknya sebagai warga negara. John Stuart Mill, mengemukakan bahwa suatu konsepsi kebebasan menyertakan gagasan-gagasan pengembangan diri dan peningkatan kemampuan diri.  Maka keterlibatan seorang selebritis dalam bursa pencalonan menjadi pemimpin daerah merupakan suatu peningkatan eksistensi diri dan proses pengembangan diri dalam peningkatan kualitas hidupnya. Pandangan miring yang hinggap di atas nama pencalonan seorang selebritis merupakan suatu bumbu politik.

Istilah Celebrity politic  atau yang lebih kita kenal sebagai selebritis politik telah menjadi bagian dalam dunia perpolitikan di dunia khususnya di Indonesia.  Dari tahun ketahun dunia pemilihan umum diramaikan oleh wajah-wajah populer artis. Bagi kalangan para artis sosialisasi menjadi hal yang tidak terlalu berat. Dengan modal popularitas yang mereka miliki sosialisasi dalam era pemilihan Kepala Daerah atau pemilihan untuk wakil legislatif.  Cara kampanye yang digunakan para politisi di Indonesia adalah dengan berbasis media, baik media televisi, internet dan spanduk. Hal ini sudah mempengaruhi budaya kampanye di Indonesia.  Kampanye dengan melalui media internet dilakukan dengan bantuan jejaring sosial seperti facebook, twitter, instgram dan bloger dinilai lebih efektif bagi pemilih muda. Sistem pemilihan langsung menuntut para calon pemimpin ini ekstra kerja keras dalam mensosialisasikan dan mempromisikan dirinya dengan tujuan agar terpilih nantinya.  Para politisi berlomba-lomba membuat iklan untuk ditayangkan di televisi dengan menggambarkan diri mereka sebagai orang yang peduli akan sesamanya.

Ketenaran dan polpularitas sangat mempengaruhi besar kecilnya suara yang akan diperoleh. Hal ini disebabkan oleh sistem pemilihan umum yang berlangsung di Indonesia yang lebih mementingkan popularitas dibandingkan visi dan misi dari seorang calon kandidat.  Diperparah lagi dengan minimnya peran serta masyarakat dan kurang pahamnya mereka tentang calon kandidat, kemampuan dan pengalaman dibidang pembangunan masyarakat menjadi hal yang tidak penting bagi masyarakat umum. 

Kecenderungan para selebritis terjun dalam panggung perpolitikan menimbulkan selentingan bahwa para selebritis hanya ikut-ikutan karena melihat teman sejawatnya yang terjun dalam panggung politik sukses dan menduduki jabatan terpenting. Melibatkan artis sinetron atau public figure dalam mensosialisasi partai politik tertentu dinilai sangat efektif. Hal ini merupakan strategi partai politik untuk mengeksistensikan partai. Dalam sosialisasi politik terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi partai, yaitu : kapital, popularitas tokoh, mesin partai politik dan marketing politik.  Ada yang berpendapat bahwa perekrutan atris sebagai kader sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh partai politik. Tetapi pendapat lain bahwa artislah yang memanfaatkan partai politik untuk menjadikan sumber pendapatan baru bagi para selebritis.  Ada sebuah artikel yang berjudul "Celebrity Politicians : Popular Culture and Political Representation"yang ditulis oleh John Street. 

Pada dasarnya menjadi hak selebritis untuk mengandalkan penampilan fisik dan kepopulerannya untuk masuk ke dunia politik. Namun menurut street, selebritis yang memasuki dunia politik belum tentu layak dalam profesi barunya sebagai politisi.  Menurut street istilah "selebritis politik" tidak dapat digeneralisasikan karena terdapat dua pemahaman tentang hal tersebut. Pemahaman yang pertama bahwa "selebritis politik" yang sepenuhnya menggunakan sisi keartisannya, dan pemahaman yang kedua bahwa "selebritis politik" yang sepenuhnya meninggalkan sisi keartisannya dalam arti ia sepenuhnya menekuni aktivitas sebagai aktivis politik yang menyuarakan perdamaian dan kritis dalam menilai kebijakan.

Partai politik mempunyai fungsi sebagai sarana perekrutan politik. Dalam fenomena ini partai politik memanfaatkan fungsinya sebagai tempat perekrutan para selebritis yang ingin menggunakan haknya untuk ikut serta dalam dunia perpolitikan.  Mekanisme yang terjadi dalam hal ini adalah partai politik mencari dan mengajak orang yang dinilai berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Maka akan memperluas partisipasi politik. Partai politik menarik dari golongan selebritis dan golongan muda untuk dididik menjadi kader untuk masa yang akan datang serta menjaga eksistensi partai politik tertentu.

Pro dan kontra dalam keterlibatan selebritis dalam panggung perpolitikan di dalam masyarakat akan terus berlangsung jika budaya popular yang kita anut telah terlepas dari diri kita.  Bahwa pada dasarnya mereka bisa memperoleh pengaruh karena kekayaan, popularitas, daya tarik, pengetahuan, keyakinan atau karena kualitas tertentu yang dikagumi oleh orang-orang lain.  Jadi kekuasaan seseorang dalam hal ini selebritis lebih berpeluang dalam memperoleh tahta kekuasaan yang lebih besar karena mereka memiliki popularitas serta didukung oleh budaya masyarakat kita yang menganut budaya pop.  Ketenaran seorang selebritis memberikan konstribusi yang besar dalam pembentukan karier dalam dunia perpolitikan khususnya di Indonesia. Bagaimana interaksinya dengan para awak media infotainment memberikan kontribusi pandangan bagi masyarakat tentang kepribadian selebritis yang bersangkutan. 

Menurut pandangan Denzin, kultur dalam makna dan bentuk interaksionalnya, menjadi ajang perjuangan politik. Pencitraan yang dilakukan oleh selebritis dalam membangun citra yang baik merupakan bagian dari bentuk politiknya yang tidak selalu berbentuk utuh politik parlementer. Budaya perpolitikan di Indonesia mempunyai ciri perpolitikan yang sama dengan negara berkembang lainnya. Dimana menilai seseorang tentang bagaimana dapat memiliki kekuasaaan didasarkan pada faktor-faktor berikut : kekayaan, memiliki kapasitas intelektual, integritas moral, kharisma, keturunan dan proses politik & sosial. 

Pada dasarnya seseorang berpolitik untuk mengatur dengan mengkolektifkan kepentingan bersama agar mencapai kehidupan yang lebih baik. Perpolitikan disuatu negara menyangkut pada kekuasaan. Kekuasaan menurut Weber merupakan kemungkinan seseorang untuk memaksakan orang lain untuk berperilaku sesuai kehendaknya.  Kemungkinan orang memiliki kekuasaan di Indonesia lebih banyak berdasarkan faktor kekayaan. Maka ada istilah "siapa yang kuat dialah yang dapat". Realitas perpolitikan di Indonesia mempunyai banyak kepentingan dan terkesan berebut tahta kekuasaaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun