Mohon tunggu...
Imam Basori
Imam Basori Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen

Senior Lecturer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Artis dan Politik

22 November 2018   10:11 Diperbarui: 16 Agustus 2022   09:15 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fenomena selebritis politik sebenarnya telah terjadi dibeberapa negara di dunia. Peran pekerja seni memberikan warna yang lain dalam perpolitikan. Panggung perpolitikan semakin ramai dan seolah-olah tak terbendung lagi. Misalnya, pemilihan umum pada tahun 2019 yang lalu,  dari Partai Amanat Nasional merupakan partai terbanyak yang menjadi incaran para selebritis sebagai jalan untuk  bergabung pada dunia politik.

Misalnya saja, Eko Patrio dan Desy Ratnasari, Vina Melinda berangkat melalui dapil Jawa Timur. Adapun Derry Drajat dapil Jawa Barat, Ikang Fauzi dapil Banten, serta banyak lain artis yang mencalonkan diri di daerah pemilihan lainnya.  Sedangkan si "Oneng", Rieke Dyah Pitaloka melaju melalui PDIP, Ahmad Dani Prasetya dan Mulan Jameela melaju melalui Partai Gerindra, dan masih banyak lagi.

Bahkan pada Pemilukada serentak tahun 2018 lalu ada beberapa orang artis yang berhasil menduduki Kepala Daerah baik di tingkat propinsi maupun ditingkat Kab./Kota. Sebut saja Hengky Kurniawan.  Artis kelahiran Blitar Jawa Timur ini yang pada mulanya akan mengikuti Pilkada Kab. Kediri melalui PAN (Partai Amanat Nasional), namun karena tidak mendapat dukungan maka Hengky melaju menjadi Cawabup Bandung Barat dan akhirnya berhasil. Di Jawa Timur juga demikian. Tim Khofifah Indar Parawansa yang pada akhirnya menggandeng Emil Elistianto Dardak sebagai Cawagub juga berhasil memenangi kontestasi politik, dan tinggal menunggu pelantikan menjadi orang nomor satu di Jawa Timur. 

Walaupun Emil Dardak bukanlah seorang Artis, namun beliau adalah suami dari Arumi Bachsin yang  seorang artis juga. Namun demikian sudah didahului oleh seniornya yakni Sigid Purnomo Syamsuddin Said "Pasha Ungu" sebagai Wakil Walikota Palu, Sulawesi Tenggara yang merupakan kader Partai Amanat Nasional (PAN).

Hal tersebut menunjukkan bahwa keikutsertaan selebritis dalam perpolitikan merupakan bentuk partisipasi politik  aktif, karena para selebritis tersebut menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam organisasi politik.  Dari segi dukungan, selebritis mengeruk dukungan terbanyak karena popularitas yang mereka miliki serta untuk eksistensi partai politik yang menaungi mereka. Seperti yang telah diketahui bersama dalam sosialisasi politik terdapat faktor eksistensi politik salah satunya popularitas tokoh partai. Hal inilah yang teraplikasi dalam wajah perpolitikan di Indonesia.

Keterpilihan dan perolehan suara para selebritis dalam panggung perpolitikan memang tidak bisa dielakkan.  Kebanyakan dari pemilihan umum yang telah diselenggarakan suara kaum penghijrah (selebritis politik) ini mendapatkan suara tertinggi dibandingkan tokoh-tokoh politik lain yang cenderung sudah lama dalam hal panggung perpolitikan.  Politik praktis ini tentu saja menghasilkan interpretasi tertentu bahwa menggunakan artis sebagai calon legislatif atau calon kepala daerah lebih efektif. Hal tersebut menguntungkan kedua belah pihak antara partai politik dan para selebritis. Keuntungan yang didapatkan partai politik maka eksistensinya dibidang politik makin terlihat. Keuntungan bagi selebritis politik maka ia akan mendapatkan jabatan sebagai pemimpin.

Frank Lindenfeld menemukan bahwa faktor utama yang mendorong orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Maka, dalam kehidupan berpolitik kemapanan ekonomi sangat perlu karena dengan adanya kemapanan ekonomi, jika tidak orang tersebut akan merasa apatis. Pada umumnya orang-orang yang berada di gedung parlemen termasuk para selebritis berasal dari kalangan atas yang mampu membiayai segala keperluan dalam perpolitikannya, meliputi dana kampanye.

Pandangan masyarakat mengenai kehidupan dan hibar-bingar dunia para artis sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap mereka. Persepsi ini yang membuat masyarakat merasa kontra ketika ada selebritis yang mencalonkan diri sebagai pemimpin daerah atau sebagai calon legislatif. Latar belakang dunia keartisan memang jauh dari dunia perpolitikan. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat karena jika selebritis tersebut terpilih memimpin daerah maka kinerjanya tidak sesuai dengan orang yang mempunyai latar belakang ilmu kenegaraan. 

Bahkan disisi lain ada politisi dari kalangan selebritis yang berhasil sebagai pemimpin daerah dan kinerjanya sebagai anggota legislatif. Kejujuran, kekritisan,  rasa bertanggung jawab dan mementingkan tujuan bersama atas nama rakyat, sadar akan amanat dari rakyat yang memilihnya menjadi salah satu kunci kesuksesannya. Dalam hal ini, keterlibatan selebritis dalam kancah perpolitikan tentu saja tidak menyalahi aturan karena hak asasi manusia telah tercantum dalam Undang-Undang dasar 1945 dan tersebar dalam beberapa pasal terutama pasal 27-31.  Maka hak asasi manusia meliputi hak atas kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan beragama, hak atas penghidupan yang layak, hak atas kebebasan berserikat, hak atas pengajaran.

Realitas Selebritis dalam Sistem Politik di Indonesia

Realitas budaya politik di Indonesia ini tentang fenomena selebritis politik dan politisasi selebritis belakangan ini menjadi perbincangan hangat. Banyaknya para selebritis ikut andil dalam bursa pencalonan diri sebagai kepala daerah dan calon legislatif. Latar belakang profesi para artis yang menjabat sebagai kepala daerah atau anggota DPR bermacam-macam, mulai dari ragam profesi sebagai artis sinetron, bintang iklan dan pelawak. 

Hal ini menjadi fenomena karena kesuksesan menjadi anggota DPR atau kepala daerah tertentu sangat menggiurkan. Ketenaran dan kewibawaan sebagai pemimpin mempunyai nilai tersendiri dikalangan artis. Hal ini menjadi perhatian banyak orang, padahal di luar negeri, hal ini menjadi lumrah seorang artis mencalonkan dirinya sebagai politisi. Fenomena ini terjadi karena di Indonesia telah merasuk budaya pop (pop culture) dan politik praktis.

Keterlibatan para selebritis berkecimpung di dunia politik tentu saja menimbulkan pro dan kontra.  Fenomena ini menjadi perdebatan dari dahulu hingga sekarang. Bagi masyarakat yang pro tentu saja menganggap hal ini sebagai hak asasi manusia dan sah-sah saja bagi para artis untuk mencalonkan dirinya sebagai anggota legislatif dan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.  Berbeda halnya bagi kalangan yang kontra atau kelompok yang menentang tentu saja menolak karena menganggap bahwa para selebritis cenderung mengandalkan penampilan fisik dibandingkan wawasan dan keahlian dalam kemampuan berpolitik.

Pandangan tentang keterlibatan selebritis dalam kancah perpolitikan merupakan suatu kebebasan yang menjadi bagian haknya sebagai warga negara. John Stuart Mill, mengemukakan bahwa suatu konsepsi kebebasan menyertakan gagasan-gagasan pengembangan diri dan peningkatan kemampuan diri.  Maka keterlibatan seorang selebritis dalam bursa pencalonan menjadi pemimpin daerah merupakan suatu peningkatan eksistensi diri dan proses pengembangan diri dalam peningkatan kualitas hidupnya. Pandangan miring yang hinggap di atas nama pencalonan seorang selebritis merupakan suatu bumbu politik.

Istilah Celebrity politic  atau yang lebih kita kenal sebagai selebritis politik telah menjadi bagian dalam dunia perpolitikan di dunia khususnya di Indonesia.  Dari tahun ketahun dunia pemilihan umum diramaikan oleh wajah-wajah populer artis. Bagi kalangan para artis sosialisasi menjadi hal yang tidak terlalu berat. Dengan modal popularitas yang mereka miliki sosialisasi dalam era pemilihan Kepala Daerah atau pemilihan untuk wakil legislatif.  Cara kampanye yang digunakan para politisi di Indonesia adalah dengan berbasis media, baik media televisi, internet dan spanduk. Hal ini sudah mempengaruhi budaya kampanye di Indonesia.  Kampanye dengan melalui media internet dilakukan dengan bantuan jejaring sosial seperti facebook, twitter, instgram dan bloger dinilai lebih efektif bagi pemilih muda. Sistem pemilihan langsung menuntut para calon pemimpin ini ekstra kerja keras dalam mensosialisasikan dan mempromisikan dirinya dengan tujuan agar terpilih nantinya.  Para politisi berlomba-lomba membuat iklan untuk ditayangkan di televisi dengan menggambarkan diri mereka sebagai orang yang peduli akan sesamanya.

Ketenaran dan polpularitas sangat mempengaruhi besar kecilnya suara yang akan diperoleh. Hal ini disebabkan oleh sistem pemilihan umum yang berlangsung di Indonesia yang lebih mementingkan popularitas dibandingkan visi dan misi dari seorang calon kandidat.  Diperparah lagi dengan minimnya peran serta masyarakat dan kurang pahamnya mereka tentang calon kandidat, kemampuan dan pengalaman dibidang pembangunan masyarakat menjadi hal yang tidak penting bagi masyarakat umum. 

Kecenderungan para selebritis terjun dalam panggung perpolitikan menimbulkan selentingan bahwa para selebritis hanya ikut-ikutan karena melihat teman sejawatnya yang terjun dalam panggung politik sukses dan menduduki jabatan terpenting. Melibatkan artis sinetron atau public figure dalam mensosialisasi partai politik tertentu dinilai sangat efektif. Hal ini merupakan strategi partai politik untuk mengeksistensikan partai. Dalam sosialisasi politik terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensi partai, yaitu : kapital, popularitas tokoh, mesin partai politik dan marketing politik.  Ada yang berpendapat bahwa perekrutan atris sebagai kader sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh partai politik. Tetapi pendapat lain bahwa artislah yang memanfaatkan partai politik untuk menjadikan sumber pendapatan baru bagi para selebritis.  Ada sebuah artikel yang berjudul "Celebrity Politicians : Popular Culture and Political Representation"yang ditulis oleh John Street. 

Pada dasarnya menjadi hak selebritis untuk mengandalkan penampilan fisik dan kepopulerannya untuk masuk ke dunia politik. Namun menurut street, selebritis yang memasuki dunia politik belum tentu layak dalam profesi barunya sebagai politisi.  Menurut street istilah "selebritis politik" tidak dapat digeneralisasikan karena terdapat dua pemahaman tentang hal tersebut. Pemahaman yang pertama bahwa "selebritis politik" yang sepenuhnya menggunakan sisi keartisannya, dan pemahaman yang kedua bahwa "selebritis politik" yang sepenuhnya meninggalkan sisi keartisannya dalam arti ia sepenuhnya menekuni aktivitas sebagai aktivis politik yang menyuarakan perdamaian dan kritis dalam menilai kebijakan.

Partai politik mempunyai fungsi sebagai sarana perekrutan politik. Dalam fenomena ini partai politik memanfaatkan fungsinya sebagai tempat perekrutan para selebritis yang ingin menggunakan haknya untuk ikut serta dalam dunia perpolitikan.  Mekanisme yang terjadi dalam hal ini adalah partai politik mencari dan mengajak orang yang dinilai berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Maka akan memperluas partisipasi politik. Partai politik menarik dari golongan selebritis dan golongan muda untuk dididik menjadi kader untuk masa yang akan datang serta menjaga eksistensi partai politik tertentu.

Pro dan kontra dalam keterlibatan selebritis dalam panggung perpolitikan di dalam masyarakat akan terus berlangsung jika budaya popular yang kita anut telah terlepas dari diri kita.  Bahwa pada dasarnya mereka bisa memperoleh pengaruh karena kekayaan, popularitas, daya tarik, pengetahuan, keyakinan atau karena kualitas tertentu yang dikagumi oleh orang-orang lain.  Jadi kekuasaan seseorang dalam hal ini selebritis lebih berpeluang dalam memperoleh tahta kekuasaan yang lebih besar karena mereka memiliki popularitas serta didukung oleh budaya masyarakat kita yang menganut budaya pop.  Ketenaran seorang selebritis memberikan konstribusi yang besar dalam pembentukan karier dalam dunia perpolitikan khususnya di Indonesia. Bagaimana interaksinya dengan para awak media infotainment memberikan kontribusi pandangan bagi masyarakat tentang kepribadian selebritis yang bersangkutan. 

Menurut pandangan Denzin, kultur dalam makna dan bentuk interaksionalnya, menjadi ajang perjuangan politik. Pencitraan yang dilakukan oleh selebritis dalam membangun citra yang baik merupakan bagian dari bentuk politiknya yang tidak selalu berbentuk utuh politik parlementer. Budaya perpolitikan di Indonesia mempunyai ciri perpolitikan yang sama dengan negara berkembang lainnya. Dimana menilai seseorang tentang bagaimana dapat memiliki kekuasaaan didasarkan pada faktor-faktor berikut : kekayaan, memiliki kapasitas intelektual, integritas moral, kharisma, keturunan dan proses politik & sosial. 

Pada dasarnya seseorang berpolitik untuk mengatur dengan mengkolektifkan kepentingan bersama agar mencapai kehidupan yang lebih baik. Perpolitikan disuatu negara menyangkut pada kekuasaan. Kekuasaan menurut Weber merupakan kemungkinan seseorang untuk memaksakan orang lain untuk berperilaku sesuai kehendaknya.  Kemungkinan orang memiliki kekuasaan di Indonesia lebih banyak berdasarkan faktor kekayaan. Maka ada istilah "siapa yang kuat dialah yang dapat". Realitas perpolitikan di Indonesia mempunyai banyak kepentingan dan terkesan berebut tahta kekuasaaan.

Sistem budaya perpolitikan di Indonesia menganut sistem multipartai. Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman masyarakat di Indonesia mulai dari ras, agama, suku bangsa.  Dalam politik multi-partai golongan-golongan masyarakat cenderung menyalurkan ikatan-ikatan terbatas dalam satu wadah. Maka tidak heran dalam sistem politik multi-partai sering kali partai yang tidak cukup kuat bertemu untuk membentuk koalisi dengan partai-partai lain.

Partai politik merupakan bagian dari perilaku kolektif yang bersama-sama yang mempunya tujuan yang sama. Menurut James S. Calomen, baik aktor kolektif maupun aktor individual mempunyai tujuan. Komitmen dalam partai politik bahwa mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.  Sebuah pandangan hidup yang dinanti-nantikan oleh masyarakat khususnya di Indonesia. Pada saat musim kampanye berlangsung para calon pemimpin dari masing-masing politik menggambar-gemborkan jargon "kami akan mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi kami". 

Kalimat yang menggelitik bagi masyarakat yang mendengarnya. Bagi calon pemimpin dari partai tersebut hal ini merupakan usaha untuk meyakinkan rakyat akan keseriusannya dalam merubah tatanan yang sudah ada.  Peran selebritis dalam jagad perpolitikan di dunia sebenarnya sudah ada sejak dahulu tetapi budaya selebritis Indonesia masuk ranah perpolitikan terhitung baru.  Setelah beberapa selebritis yang menggunakan hak warga negaranya terjun dalam politik dan berhasil menduduki kursi sebagai kepala daerah dan anggota legislatif memberikan daya tarik tersendiri bagi kalangan selebritis lain. maka ada selentingan bahwa para selebritis hanya ikut-ikutan saja dan hanya mencoba peruntungan di dunia politik. 

Budaya pop yang susah menjelma dalam diri masyarakat Indonesia telah memberikan pengaruh yang luar biasa dalam perkembangan politik di Indonesia sendiri. Popularitas seorang artis mengalahkan segala kharisma tokoh lain yang pada dasarnya telah lama berkecimpung di dunia politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun