Mohon tunggu...
Gus Imam
Gus Imam Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pengasuh Ponpes Raden Patah Magetan

Saya adalah seorang hamba Allah yang berusaha dan ingin selalu berada di atas Al Haq (kebenaran), yang mempelajari islam di atas pemahaman para shahabat radhiyallahu'anhum dan mencoba istiqomah di atasnya. Insya allah bi'idznillah. Allah telah berfirman : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar (QS. AT TAUBAH : 100). Wallohu a'lamu bish showab

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menulis, Titian Makna Menuju Keabadian

24 November 2024   15:12 Diperbarui: 25 November 2024   10:51 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada suatu seni yang tak lekang oleh waktu, suatu perbuatan yang mampu menjadikan manusia fana seolah abadi. Ia adalah tulisan. Dalam bait-bait kata yang tertata, tersimpan kekuatan yang melampaui jarak dan masa. Namun, berapa banyak orang yang gentar di hadapannya? Seolah pena adalah beban, dan kertas adalah labirin tanpa ujung. Padahal, menulis adalah seni yang sederhana, insyaallah mudah bagi mereka yang memahami hakikatnya.

Allah berfirman:

Iqra' wa rabbukal-akram, alladzii 'allama bil-qalam, 'allamal-insaana maa lam ya'lam

"Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. Al-Alaq: 3-5)

Firman ini menunjukkan bahwa menulis adalah salah satu bentuk penyampaian ilmu yang Allah muliakan. Pena adalah saksi sejarah, pembawa pesan dari generasi ke generasi. Lalu, bagaimana mungkin manusia menganggap menulis itu sulit, sedangkan Allah telah membimbing dengan rahmat-Nya?

Rasulullah juga menegaskan dalam hadits:

Qayyidul-'ilma bil-kitaabah

"Ikatlah ilmu dengan tulisan." (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, no. 404)

Dalam kata yang ditulis, ada keabadian. Ilmu yang dicatat tidak akan hilang, bahkan ketika sang penulis telah kembali ke sisi Rabb-Nya. Imam Syafi'i rahimahullah berkata:

Al-'ilmu saydun wal-kitaabatu qayduhu, faqayyid shuyuudaka bil-hibaalil waathiqah

"Ilmu itu ibarat buruan, dan tulisan adalah pengikatnya. Maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kokoh."

Menulis itu mudah ketika kita menulis dari hati. Kata-kata yang lahir dari sanubari adalah refleksi kejujuran, seperti air yang mengalir dari mata air tanpa paksaan. Jika ingin menulis, mulailah dengan niat yang tulus. Jangan khawatir dengan keindahan bahasa, sebab Allah menilai niat di balik pena, bukan sekadar rangkaian kata.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

Al-kalimatu at-thayyibatu syajarah tunbitu fil-qalbi, wa tsamratuhaa fil-lisaani awil-qalam

"Kata-kata yang baik adalah pohon yang tumbuh di hati, dan buahnya tampak pada lisan atau pena."

Lantas, apa yang membuat seseorang takut untuk menulis? Takut akan kritik, takut akan salah, atau takut akan kekurangan diri sendiri? Ketahuilah, kesalahan adalah bagian dari proses belajar. Bahkan tinta yang tumpah sekalipun, lebih baik daripada diam tanpa mencoba.

Seorang bijak berkata:

Maa lam tukhti', fa anta lam tata'allam, wa maa lam taktub, fa anta lam tubqi atsaran

"Jika engkau tidak pernah salah, maka engkau tidak belajar. Dan jika engkau tidak menulis, maka engkau tidak meninggalkan jejak."

Menulis itu mudah ketika kita melepaskan diri dari belenggu kesempurnaan. Tuliskan apa yang ingin kau sampaikan, dan biarkan waktu yang menyempurnakannya. Mulailah dengan satu kalimat sederhana. Bahkan, Al-Qur'an yang agung pun diturunkan secara bertahap, tidak sekaligus.

Allah berfirman:

Wa qur-aanan faraqnaahu litaqra-ahu 'alan-naasi 'alaa mukthin, wa nazzalnaahu tanziilaa

"Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian." (QS. Al-Isra': 106)

Maka, tulislah walau satu paragraf. Sebab, satu langkah kecil adalah awal dari perjalanan panjang. Jangan takut salah, karena tulisan yang buruk sekalipun lebih bernilai daripada gagasan hebat yang hanya tersimpan di kepala.

Ketika seseorang menulis dengan niat ikhlas, tulisannya menjadi amal jariyah. Ia akan terus mengalirkan pahala, meski penulisnya telah tiada. Rasulullah bersabda:

Idzaa maatal-insaanu inqata'a 'amaluhu illa min tsalaath: shadaqatin jaariyah, aw 'ilmin yuntafa'u bihi, aw waladin shaalihin yad'u lahu

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim no. 1631)

Maka, tulislah ilmu. Tulislah kebaikan. Tulislah kisah yang menginspirasi. Jadikan tulisanmu sebagai warisan yang bernilai, agar namamu disebut dalam doa kebaikan, bukan hanya sekadar kenangan yang memudar.

Menulis adalah perbuatan sederhana, namun dampaknya abadi. Jangan biarkan keraguan menghalangimu. Pegang pena, biarkan kata-kata mengalir, dan saksikan bagaimana tulisanmu menjadi titian menuju keberkahan hidup.

GUS IMAM (Pengasuh Ponpes Raden Patah Magetan) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun