Mohon tunggu...
Imam Santoso
Imam Santoso Mohon Tunggu... Dosen - Pembantu Ketua III STAI Al-Fatah Bogor

Akademisi dan Expert di Bidang Public Relations dan Branding Program, Jurnalis Independen, Konsultan Komunikasi dan aktifis sosial media, Dai dan alumni Pondok Pesantren Al-Fatah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menimbang Kasus JIS dengan Qanun Jinayat di Aceh

13 November 2014   18:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:53 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penuduhan zina (jinayat qadzaf) atas wanita dan pria yang baik-baik, tanpa alasan yang jelas akan menjadi bumerang secara hukum Islam apabila tak dapat dibuktikan.

Firman Allah Swt: “Seandainya mereka tidak dapat mendatangkan empat saksi atas tuduhannya itu, maka saat itulah mereka disebut orang-orang yang bohong di hadapan Allah.” (QS. An-Nur: 23).

Allah juga berfirman: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita suci (berzina), kemudian mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 4).

Dua ayat tersebut di atas mengisyaratkan mesti empat saksi dalam qadzaf. Fardhu ‘ain atas orang Islam, memberi kesaksian jika dibutuhkan, dan sebaliknya jika naik saksi padahal bohong, atau kurang saksi (terlanjur menuduh), kitalah si pendusta itu, karena duluan membohongi Allah, di samping mencemarkan nama baik saudara kita.

Syarat empat saksi

Kemutlakan empat saksi dalam penuduhan zina antara lain karena, hudud bagi penzina sangat berat: rajam jika pelaku sudah nikah (muhshan), atau jilid 100 kali kalau pelaku belum nikah (ghairu muhshan). Dalam Qanun Jinayat, bagi pelaku pemerkosa, yang korbannya anak-anak hukuman cambuknya paling sedikit 150 kali cambuk dan paling banyak 200 kali cambuk.

Menghadirkan empat saksi dalam aksi memalukan itu bukanlah perkara ringan, karena perkara tersebut biasanya tersembunyi dan tidak terlihat. Allah mengisyatkan agar kita berhati-hati dalam perkara zina, seperti tertulis dalam QS Al-Isra’ ayat 32, “Jangan kita dekati zina, sungguh itu keji, sungguh ia sejahat-jahat jalan pelampiasan syahwati.”

Muhammad Yakub Yahya, Direktur TPQ Plus Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, pernah meneliti bahwa dalam referensi lima mazhab di Perpustakaan UIN Ar-Raniry, misalnya karya Ali Bakar Ali ar-Razy al-Jashash, Ahkam al-Qur‘an juz 3; Kamaluddin Ibnu al-Humam, Syarh Fath al-Qadir juz 4; Al-Qurthuby, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur‘an juz 5; ‘Alauddin al-Hanafy, Mu’in al-Hukkam (Hanafiyah); Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid juz 1-2; Ibnu ‘Araby, Ahkam al-Qur‘an juz 3; Az-Zarqany, Syar Az-Zarqany juz 7 (Malikiyah); Imam an-Nawawy, Al-Majmu’Syarah al-Muhazzab juz 20; dan sejumlah kitab lainnya, umumnya mensyaratkan empat saksi itu, laki-laki yang Islam, berakal (bukan gila, jawai, pikun, dan pelupa), melihat langsung (bukan buta dan kabur), baligh, dan merdeka. Sama saja untuk penuduhan liwath, menurut Syafi’iyah, mesti empat saksi. Malikiyah dan Ahmad menerima saksi anak-anak atas perlukaan, pencederaan, dan pendarahan saja, bukan zina.

Bahkan Ibu Katsir, dalam Tafsir Ibnu Katsir, memaknakan ayat 282 dari QS Al-Baqarah, “...dari mereka (saksi-saksi) yang kamu ridhai...” masuk syarat tak emosional dan sentimental. Dalam Fiqh Sunnah ditambah juga, syarat agar tak ada tuhmah (tendensius, dendam, kasihan, dan kepentingan pribadi). Maka hanya Hanafiyah yang membolehkan suami masuk saksi empat itu, sedangkan Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, empat saksi itu, selain suami. Ahmad, Zahiri, Anas, Syuraih, dan Zurarah bin Aufa menerima kesaksian hamba atas hamba sahaya.

Jika kasus JIS memakai Qanun

Mengamati perkembangan kasus JIS, yang hingga belasan kali persidangan dan saksi yang dihadirkan namun masih nihil pembuktian, penulis tertarik guna menganalisa apa yang akan terjadi bila kasus asusila di JIS ini dibawa ke Aceh dan diselesaikan dengan Qanun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun