[caption id="attachment_386032" align="aligncenter" width="300" caption="Foto Almarhum Azwar, Petugas Kebersihan JIS yang tewas saat penyidikan (merdeka.com)"][/caption]
Majelis Hakim telah memutuskan vonis bagi para Petugas Kebersihan JIS, tak tanggung 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta ditimpakan kepada mereka dan hanya berbeda 1 tahun lebih ringan bagi Afrisca.
Dengan mengabaikan fakta persidangan berupa bukti medis serta keterangan saksi-saksi kunci, Majelis Hakim memutuskan hanya berdasarkan BAP dari penyidik yang menyebutkan pengakuan para tersangka. Padahal, BAP tersebut telah dicabut kembali, lantaran dibuat para tersangka dalam kondisi tertekan oleh penyiksaan para penyidik.
Tak terbayangkan, siksaan macam apa yang terjadi ketika mereka berada ditahanan tanpa didampingi oleh pengacara seorangpun selama proses penyidikan. Dalam pledoi para petugas kebersihan JIS itu, mereka menyebutkan bahwa kekerasan adalah tindakan yang biasa mereka alami selama penyidikan.
"Bukan hanya pukulan dan tendangan, kelopak mata disundut api rokok dan telinga saya distaples juga," ujar Syahrial salah satu tersangka. Bahkan, saking kerasnya proses penyidikan yang boleh dibilang sebagai tindak penyiksaan itu berbuah melayangnya nyawa seorang petugas kebersihan JIS bernama Azwar yang turut ditangkap bersama mereka. Namun petugas mengklaim, kematian Azwar akibat bunuh diri dengan menenggak pembersih porselen di toilet tahanan.
Kontan saja, kematian Azwar membuat shock mereka. Demi menyelamatkan diri, mereka yang masih hidup bersedia membuat pengakuan dari perbuatan yang tak pernah mereka lakukan. "Saya tidak mau mati seperti Azwar," demikian diucapkan Zaenal saat melihat tewasnya Azwar.
Itulah kronologis munculnya BAP mereka kepada penyidik, sebagaimana disebutkan dalam pledoinya. Terang saja, siapa yang tak gentar melihat kematian tragis di depan mata mereka tanpa ada jaminan keselamatan maupun pendampingan pengacara.
"Mereka sudah tak mampu berkata apa-apa, sebab merasa hidupnya sudah berakhir dalam kasus itu," ujar Patra M. Zein. Barulah sesudah tim pengacara mendampingi mereka dan memotivasi, suara mereka bisa keluar dan memompakan keberanian untuk mengemukakan fakta sebenarnya, termasuk mencabut BAP yang mereka buat dalam kondisi terpaksa tersebut.
Sayangnya, 19 kali persidangan dengan semua fakta dan kesaksian para ahli yang membantah tuduhan keji itu seolah tak digubris Majelis Hakim. "Padahal sebagian bantahan itu, sudah termasuk saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum," ujar Patra.
Vonis sudah dijatuhkan, meski kontroversi namun hal itu sudah terjadi. Perkumpulan Serikat Pekerja Jakarta Intercultural School (SP JIS) yang menyayangkan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang memvonis kelima terpidana kasus kekerasan seksual.
Perwakilan SP JIS, Rully Iskandar mengatakan vonis ini tidak sesuai dengan fakta 19 kali persidangan, bukti medis dan keterangan saksi-saksi kunci bertolak belakang dengan keputusan majelis hakim ini.
"Kami berharap kelima petugas kebersihan dan keluarganya akan naik banding ke Pengadilan Tinggi dan kami akan mendukung upaya tersebut demi penegakan keadilan. Kami percaya kebenaran itu pasti dan akan selalu ada jalan untuk mengungkapnya," tutur Rully dalam keterangan pers yang diterima wartawan, pada Selasa, 23 Desember 2014 lalu.
Sementara itu, salah satu orang tua siswa JIS, Maya Lestari mengatakan keputusan pengadilan menunjukkan bahwa kebenaran dan keadilan bukan untuk orang kecil seperti pekerja kebersihan ini.
Maya berharap keluarga akan mengajukan banding. Dengan hasil pemeriksaan medis yang tidak menemukan bukti yang mendukung fakta terjadi kekerasan seksual dari empat lembaga kesehatan ternama, yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, SOS Medika, RSPI, dan RS Bhayangkara Polri.
"Demi keluarga, anak-anak dan orangtua mereka, pekerja kebersihan ini harus banding. Jangan sampai mereka menjalani hukuman dari perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan," tegas Maya.
Harapan terakhir, hasil otopsi jenazah Azwar
Atas keputusan Majelis Hakim itu, oleh para kuasa hukum Zaenal dan kawan-kawannya, Polda Metro Jaya diminta untuk membongkar makam Azwar, terdakwa kasus kejahatan seksual di Jakarta International School (JIS) yang meninggal pada 26 April lalu.
Kuasa hukum Zainal Abidin, salah satu terdakwa kasus ini, mengatakan pembongkaran makam untuk membuktikan, kalau Azwar tewas lantaran disiksa bukan bunuh diri.
"Azwar itu meninggal karena disiksa oleh tim penyidik," kata Yohanes Tangur, kuasa hukum Zainal Abidin, di Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Senin (22/12/2014).
Yohanes meminta jenazah Azwar diotopsi untuk membuktikan adanya penyiksaan terhadap terdakwa yang diketahui tewas di toilet Polda Metro Jaya pada Sabtu 26 April 2014 lalu.
"Apakah dia memang meninggal karena bunuh diri atau karena disiksa," sambungnya.
Yohanes meminta pembongkaran makam Azwar itu dilakukan oleh lembaga independen.
Jika hasil autopsi terdapat penyiksaan terhadap Azwar, kata Yohanes, hal itu membuktikan adanya penyiksaan untuk mengakui perbuatan cabul yang tidak pernah dilakukan kliennya.
Yohanes juga mencurigai tidak adanya rekaman pemeriksaan terhadap Azwar. "Harusnya, apabila sedang dilakukan proses wawancara oleh tim penyidik ada rekamannya. Sebab, pada korban sendiri pun demikian, ada rekaman," tuturnya.
Adanya penyiksaan terhadap Azwar juga berdasarkan keterangan salah seorang security JIS dan guru kelas di JIS. Kelima orang terdakwa telah mengalami penganiayaan.
"Ada saksi, David security JIS, dan Guru Neil (Bantleman) yang menyaksikan mereka berlima itu disiksa. Persidangan ini tidak fair (adil)," pungkasnya.
Jika hasil otopsi membuktikan tewasnya Azwar karena tindak penyiksaan penyidik, maka alasan pencabutan BAP oleh kelima tersangka adalah masuk akal. Sekaligus membeberkan, apa yang sesungguhnya terjadi selama ini terhadap para tersangka selama masa penahanan mereka di Polda Metro Jaya sebelum didampingi pengacara.
Yang sangat miris, rumornya kekerasan yang terjadi itu adalah tindakan pesanan ibu 'korban' sebagai salah satu langkah mendapatkan keuntungan materi. Sangat disayangkan, ternyata ambisinya itu mengakibatkan lepasnya nyawa Azhar lantaran tak kuat tubuhnya menanggung siksaan tersebut.
Kini, semua 5 petugas kebersihan itu hanya dapat berharap dari fakta yang akan diungkapkan dari jenazah Almarhum Azwar. Semoga keadilan dan kebenaran akan segera terungkap, sehingga orang yang tidak bersalah tidak menerima hukuman yang seharusnya tidak diterima mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI