Mohon tunggu...
Imam Baihaqi
Imam Baihaqi Mohon Tunggu... Pegiat Kemanusiaan -

Pegiat sosial kemanusiaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Sedekah, dari Nasi Garam hingga ke Luar Negeri

14 Desember 2017   15:55 Diperbarui: 14 Desember 2017   17:08 2120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itu, salah seorang temanku semasa sekolah mengirim pesan via whatsapp (WA). Ia bermaksud untuk menyedekahkan seluruh gajinya selama satu bulan. "Imam, jika aku ada niat pengen memberikan seluruh gaji yang aku terima selama satu bulan, itu masuknya zakat atau sedekah ya?", tanya ia.

Ibu satu anak, sebut saja Putri, yang namanya tidak ingin disebut ini sebetulnya tidak pernah berinteraksi denganku saat sekolah dulu. Namun, saat aku posting edukasi mengenai zakat harta di grup WA, Putri langsung terketuk untuk memahami lebih dalam mengenai ibadah harta bagi orang muslim ini.

Ia pun langsung bertanya padaku melalui jaringan pribadi (japri) untuk mengkonsultasikan berapa nilai zakat yang wajib ia bayarkan. Selain aku jelaskan secara lisan, aku juga minta ia membuka landing page kalkulatorzakat.com untuk menghitung sendiri berapa zakatnya.

Sejak saat itu, setiap bulan Putri tak pernah absen untuk mentransfer sebagian hartanya ke rekening Dompet Dhuafa (DD) Jateng. Bahkan, yang ia transfer bukan hanya zakat yang besarnya 2,5% dari penghasilan, tetapi juga ia tambahkan dengan sedekah.

"Assalamualaikum Imam, alhamdulillah untuk bulan ini sudah ditransfer zakat dan sedekah untuk keluarga. Maturnuwun."

"Assalamualaikum Imam, jumat berkah menjemput rejeki, semoga sedekah yang sedikit ini menjadi berkah, amin."

Begitulah isi dari pesan-pesan WA yang tiap bulan masuk ke HP ku dari Putri. Setiap ada hal yang belum jelas mengenai perhitungan zakat, ia tak segan-segan bertanya padaku untuk meminta penjelasan. Aku pun memberikan keterangan sesuai dengan apa yang aku ketahui.

"Siiiapp, terimakasih banyak informasinya ya Imam. Insya Allah nanti nunggu gajian tiba, hehhehe .. terimakasih ya dulu sudah membimbing untuk selalu istiqomah dalam berzakat dan sedekah".

Ketagihan bersedekah

Kembali mengenai gaji yang Putri niatkan untuk disedekahkan semua. Aku pun penasaran dan bertanya, memangnya kenapa kok gajinya mau dikasih semua?

Sebetulnya, banyak dari sekian teman-temanku yang kemudian Allah gerakkan untuk berzakat rutin tiap bulan setelah melihat postinganku di FB, WA, atau media sosial yang lain. Namun, Putri ini punya cerita yang menarik dan penuh hikmah.

Aku pun menggalinya lebih dalam akan kisahnya. Putri bercerita, sebelum rutin berzakat ke DD Jateng, ia juga sudah sering sedekah kepada siapa saja yang membutuhkan. Baik melalui komunitas maupun secara langsung.

Sejak ia rutin bersedekah, hidupnya merasa lancar, pekerjaan dimudahkan, rezeki selalu mengalir, bahkan ia tidak pernah terbayang bisa pergi ke luar negeri. Oleh karenanya, ia menjadi "ketagihan" untuk bersedekah. Dan, menariknya ia merasa tak puas dengan sedekahnya, sehingga dirinya tertantang untuk bersedekah lebih besar, termasuk menyedekahkan seluruh gajinya.

"Amin amin amiin semoga menjadi berkah untuk semuanya ya, alhamdulillah aku merasakan banyak kemudahan, keberkahan dan rejeki mengalir setelah rutin zakat dan sedekah. Makanya pengen menchallenge diri sendiri untuk lebih menambah sedekahnya", jawab Putri setelah aku doakan.

Hanya makan nasi garam

Baik, sekarang coba kita telisik cerita hidupnya. Ternyata, Putri seorang single parent. Ia tidak terlalu cerita banyak kenapa suami meninggalkannya. Aku pun juga tidak ingin mengorek kehidupan pribadinya. Ia terpaksa menjadi tulang punggung bagi anak, adik, dan ibunya di kampung, karena suami pergi tanpa tanggung jawab.

Ia mengisahkan kalau pada saat-saat awal mencari kerja di Jakarta, ia hanya makan nasi garam dan tinggal di kos-kosan yang sempit. Seperti itu ia lalui setiap hari. Akan tetapi, yang paling mengagumkan adalah, ia bilang kalau tidak memiliki hutang sama sekali.

"Lebih baik aku makan nasi garam Mam, daripada harus ngutang", ungkapnya.

Ia melanjutkan, saat dirinya meminta tolong kepada teman-temannya untuk mencarikan lowongan, tidak ada yang peduli, bahkan malah ada yang memblokir nomornya. Saat itu, dirinya benar-benar merasa terpuruk. Tapi, untungnya ada satu orang temannya yang bersedia membantu.

Ketika ingat anak semata wayangnya, maka ia sadar bahwa dirinya tidak boleh menyerah. Ia harus bangkit dan berusaha lebih giat lagi.

Sedekah memang amazing

Lalu, pada akhirnya ia mendapatkan pekerjaan dari jalan yang tidak disangka-sangka. Padahal pekerjaan itu tidak pernah dilamarnya. Namun, ia dipanggil untuk tes dan wawancara. Ia pun lolos dari sekian orang yang tes.

Sejak bekerja, ia selalu bersyukur dengan bersedekah. Selain memberikan nafkah bagi keluarganya, ia tak lupa membantu orang lain yang dalam kesusahan. Dengan membantu, ia merasa lebih bahagia dan bersyukur.

"Selama ini aku hidup sendiri di Jakarta, menafkahi ibu, adik dan anak di Pekalongan. Sumber penghasilan cuma dari aku, tapi alhamdulillah segalanya terasa mudah dan berlimpah sejak bersedekah. Kadang sering bengong sendiri saat melihat tabungan, dari dulu gak pernah kebayang bisa punya barang bagus, hp bagus, renov rumah, liburan ke luar, semuanya amazing banget Imam. Sungguh kerja Allah luar biasa banget ya. Jadi ketagihan untuk terus sedekah. Alhamdulillah setiap bulan udah rutin zakat dan sedekah setiap hari Jum'at", ujar Putri.

Sungguh, tak mudah menjadi single parent. Tapi, Putri telah menemukan jalannya dengan sedekah. Semoga kisah ini mampu menginspirasi kita untuk tetap bersyukur dengan segala kondisi yang ada, dan menjadikan sedekah sebagai sebuah kebutuhan.

Dari Ibnu 'Umar, Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda,

"Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri'tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun