Mohon tunggu...
kang im
kang im Mohon Tunggu... Penulis - warga biasa yang hobi menulis

seorang penulis biasa yang tinggal di kampung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jumat Berkah: Kenapa Makanan Gratis Itu Terasa Lebih Nikmat?

24 Januari 2025   17:14 Diperbarui: 24 Januari 2025   17:14 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ft. ilustrasi: dok. pribadi/ semoga kita selalu dilimpahkan keberkahan.

Ini bukan program pemerintah: makan bergizi gratis (MBG), melainkan program masyarakat secara swadaya, suka rela. Tanpa melibatkan anggaran negara, cuma rakyat biasa saja. Tapi sudah berjalan lama, jauh sebelum lahirnya program MBG. Terutama saat hari Jumat, baik di masjid atau tempat-tempat tertentu.

Biasanya diberi nama: Jumat berkah. Modelnya banyak, tapi sebagian besar berupa makanan, gratis. Jika di masjid, biasanya ditaruh di serambi, untuk makan siang jamaah salat Jumat.

Hanya saja, biasanya, sekali lagi, biasanya, makanan ini jadi idola anak kos dan anak-anak yang salat Jumat. Bahkan, terkadang, mereka rela berebut, demi mendapatkan makan gratis itu. Termasuk penulis sendiri juga pernah ikut berburu makan gartis. Mungkin, Anda, para pembaca, juga ada yang pernah mengalami?

Fenomena ini seperti sudah melegenda, mentradisi di masyarakat. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun, satu yang beda: makanan gratis itu terasa lebih lezat. Seolah tidak seperti nikmatnya makanan biasa, sensasinya beda. Sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Bahkan, seakan makanan gratis dari masjid Jumatan itu jadi menu paling nikmat se-dunia. Mungkin, dari komposisi gizi dan cara masak, jauh jika dibandingkan menu restoran bintang lima, tapi dari segi kenikmatan jadi juara. Seolah sulit ditandingi.

Sehingga, banyak yang bertanya-tanya: apakah ini yang dinamakan keberkahan makanan. Nilai yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Atau, ada kemungkinan lain, yang sulit dideteksi oleh nalar manusia biasa.

Mungkin, itu juga alasan diberi nama: Jumat Berkah. Bukan diberi nama: Senin berkah, atau Rabu berkah. Atau, mungkin, karena yang memberinya dengan hati, tanpa paksaan. Niatnya tulus. Memberinya dengan mata hati, bukan mata kepala. Sehingga, penerimanya juga sama, menggunakan mata hati, bukan mata kepala.

Jika mata hati sudah bicara, apapun terasa indah, terlihat sempurna. Meski yang diterima itu biasa saja menurut mata kepala kebanyakan orang. Mungkin, itulah hebatnya mata hati, selalu punya sudut pandang lain, dalam menilai sesuatu. 

Atau, ada kemungkinan lain lagi, seperti karena gratis, jadi nikmat saja. Tanpa keluar uang. Jika Anda, para pembaca, punya pendapat lain, bisa ditulis di kolom komentar.

Budaya Gotong-Royong  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun